PALANGKA RAYA –Beberapa tahun terakhir, budi daya lebah madu kelulut menjamur di Palangka Raya. Ada yang sekadar ikut-ikutan, ada juga yang memang serius untuk mengembangkan. Seperti yang dialami M Syaukat Nugraha, owner Madu Kelulut Muara Marang.
Motivasi awal budi daya lebah madu kelulut ini tak lain untuk menyembuhkan sakit asma yang diderita ayahnya, Tamiyang. Ikhtiar itu membuahkan hasil, ayahnya mulai jarang menderita penyakit gangguan pernafasan tersebut.
Momen awal budi daya lebah madu kelulut ini berbarengan dengan pandemi Covid-19. Banyak orang yang mulai peduli menjaga kesehatan. Akhirnya, banyak yang mencari madu untuk menangkal penyakit.
“Jadi dari mulut ke mulut mulai tahu kalau di sini (di rumah Jalan Tjilik Riwut Kilometer 22, depan gerbang menuju Desa Marang, red) ada budi daya madu kelulut. Beberapa akhirnya pesan ke kami,” tambah Syaukat saat dibincangi, baru-baru ini.
Pengembangan usaha ini juga dibantu oleh ibunya, Sri Tetin Fitriwaty. Tak jarang guru olahraga di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Marang itu ikut terlibat dalam panen maupun pemisahan koloni lebah. Selain itu, untuk pemasaran pun ibunya tak malu ikut memposting produk madu mereka di media sosial.
“Sebenarnya ini usaha anak dan ayahnya, kalau saya mendampingi. Memang saya juga dari awal ikut melihat prosesnya dan menggali informasi di youtube. Akhirnya saya juga bisa memisahkan ratu lebah, pekerja dan telurnya. Jadi bisa mengembangkan lebih banyak,” tutur Sri Tetin Fitriwaty.
Saat informasi mulai menyebar, mereka tidak menduga pesanan datang hampir lebih dari 20 botol per bulan. Beruntung meski di awal jumlah log (sarang lebah yang umumnya dari kayu, red) hanya lima tapi mereka bisa memenuhi pesanan tersebut. Melihat peluang cukup bagus, mereka memutuskan untuk menambah log sekitar 27 log.
“Beberapa log ada yang kami kasih ke saudara yang berminat untuk mengembangkan budi daya madu kelulut. Ada juga yang kami titipkan sementara karena di samping rumah lagi diperbaiki. Total sekarang kurang lebih ada sekitar 11 log,” tambah Sri.
Dari jumlah log yang tersisa itu, mereka bisa memanen dalam satu bulan sebanyak empat liter madu kelulut. Saat ini mereka tidak sering melakukan pemanenan. Panen dilakukan saat ada yang pesan madu saja. Tujuannya, demi menjaga kesegaran madu tersebut saat dikemas.
Saat ditanya mengenai harga jual, keduanya hanya memproduksi untuk botol ukuran 200 mililiter dengan harga Rp100ribu per botol. “Sempat ada yang menawarkan jual per liter, tapi kami tidak berani dengan harga yang ditawarkan. Jadi ya cukup dengan ukuran 200ml saja,” ungkap Sri.
Demi memantapkan usaha, mereka yang merupakan UMKM binaan BRI ini sudah mengurus sejumlah legalitas seperti Surat Izin Usaha hingga label halal. Tujuannya untuk memperluas pemasaran. “Jadi dapatsaran untuk mengurus adminstrasi itu, biar bisa kirim ke luar Kota Palangka Raya. Sudah selesai dan belum ditempel,” ungkap Sri. (ila/aza)