TANGAN M Nuryadin Gofur bergerak lincah mengecek satu persatu media tanam jamur tiram. Beberapa pegawainya juga ikut membantu. “Ini pak, jamur yang sudah bisa dipanen,” kata M Nuryadin Gofur, sambil memperlihatkan jamur tersebut kepada wartawan Kalteng Pos, di Pondok Jamur Zidan miliknya yang beratap daun.
Lelaki berusia 32 tahun ini memutuskan menjadi petani budidaya jamur sejak 2016. Sebelum memutuskan menjadi petani, ia mengambil Jurusan Budidaya Pertanian di Universitas Palangka Raya (UPR). Di saat-saat itu lah ia belajar membudidayakan jamur yang dibimbing oleh dosennya di UPR.
Pada Tahun 2013, Nuryadin Gofur akhirnya bisa mendapatkan gelar S1. Sebelum terjun menjadi petani, ia pernah berkerja di salah satu perusahaan besar swasta di Tumbang Samba selama 2 tahun. Kemudian ia berhenti. Pertengahan tahun 2016, barulah ia betul-betul menekuni usaha jamurnya.
“Pertamakali budidaya jamur saya sebagai karyawan juga mas. Sebenarnya sebelum kuliah, saya belum tahu mau jadi apa mas, cuma mau jadi petani aja, makanya dalamin ilmu pertanian,” katanya.
Kini, Nuryadin Gofur memiliki dua orang karyawan. Ia mampu membuktikan kepada semua, dengan menjadi seorang petani tetap bisa sukses. Ketika ditanya, kenapa ia tidak mendaftar menjadi PNS, Nuryadin mengatakan, tidak tertarik menjadi PNS, karena menurutnya, pendapatannya tidak sebesar menjadi pengusaha.
Baginya, jamur tiram saat ini merupakan bisnis yang cukup menjanjikan. Pasalnya, rata rata omzet yang ia dapatkan dalam satu bulan sebesar Rp15 juta sampai Rp20 juta. Bahkan, pada awal pandemi 2020, omzetnya meningkat dua kali lipat.
“Terutama penjualan bibit, karena masyarakat rata rata diam di rumah, sehingga mereka mencari kegiatan selama di rumah, salah satu ikut budidaya jamur,” ucapnya.
Bagi lelaki yang lahir di Desa Kartika Bhakti, Kuala Pembuang, Kabupaten Seruyan ini, budidaya jamur sangat menyenangkan, meskipun ada beberapa kendala yang ia alami, seperti bahan baku dan kendala alam.
“Kesulitan pasti ada. Misalnya banjir, atau suplai dari Jawa yang terlambat datang. Selain itu ada penyakit musiman yang menyerang yang sampai saat ini belum diketahui cara pengendaliannya,” ungkapnya.
Mengenai pemasaran saat ini tidak ada kendala, karena ada pengepul yang membeli. Kemudian pengepul menjual lagi ke tukang sayur dari daerah daerah seperti Kuala Kurun, Kasongan dan daerah lainnya.
“Rata-rata penjualan sehari 10 kilogram, tergantung dari panen juga,” imbuhnya.
Meskipun budidayanya terbilang sukses, Nuryadin Gofur masih punya harapan kepada pemerintah, yakni lebih banyak memberikan perhatian kepada petani jamur. Sebab budidaya jamur termasuk usaha yang potensial bila dikembangkan dengan benar.
“Perhatian ini dapat berupa pelatihan pengolahan jamur menjadi olahan, karena ini belum ada di Palangka Raya, kemudian penyediaan peralatan baik untuk budidaya dan juga untuk pengolahan,” tuturnya. (aza/ko)