Site icon KaltengPos

Saksi Mengaku Memberikan Uang Fee ke Terdakwa Tipikor Disdikpora Gumas

KETERANGAN SAKSI: Suasana sidang pemeriksaan saksi terkait dugaan Tipikor di Disdik di Gedung Pengadilan Tipikor, Palangka Raya, Jumat (6/1/2023). AGUS JAYA/KALTENG POS

 PALANGKA RAYA-Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya kembali menggelar lanjutan sidang kasus korupsi di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunung Mas (Gumas). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi pada sidang yang digelar di Gedung Pengadilan Tipikor, Palangka Raya, Jumat (6/1/2023).

Ketiga terdakwa dalam kasus ini Ezra MPd, Wandra dan Imanuel Nopri hadir langsung di ruangan sidang dengan di dampingi Penasihat hukumnya. JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gumas Andi Yaprizal menghadirkan tiga orang saksi dalam persidangan. Ketiga saksi tersebut adalah dua orang pejabat kepala sekolah (Kasek) penerima DAK Fisik pembangunan sekolah tahun anggaran 2020 yakni Susanti Oktavia SPd dan Erkasia Nita Spd masing masing menjabat sebagai kepala SMPN 1 Rungan Hulu dan SMPN 2 Rungan. Sementara satu orang saksi lainnya adalah kepala tukang yang mengerjakan pekerjaan  pembangunan sekolah di SMPN 1 Rungan Hulu yang bernama Kaharap.

Dalam kesaksian di hadapan ketua majelis hakim Achmad Peten Sili SH MH, kedua Kepala yakni Susanti Oktavia dan Erkasia Nita mengakui ada penyerahan uang kepada terdakwa Emanuel Nopri dan Wandra.

Susanti Oktavia mengaku memberikan uang sebesar Rp120 juta kepada Wandra dan Imanuel Nopri. Sedangkan Erkasia mengaku dirinya memberikan uang sebesar Rp72 juta kepada wandra. Nilai uang yang diberikan para Kasek kepada kedua terdakwa ini merupakan sepuluh persen dari nilai anggaran DAK yang diterima oleh pihak sekolah.

Kedua kasek itu mengaku memberikan uang kepada kedua terdakwa, karena menganggap permintaan itu  merupakan permintaan dari pihak Disdikpora Gumas terlebih kedua terdakwa itu merupakan pejabat di Disdikpora tersebut.

“Permintaan (uang) itu dikasih tahu sebelum pencairan dana tahap ketiga,” kata Susanti ketika ditanyakan oleh ketua majelis hakim kapan permintaan uang tersebut dilakukan oleh kedua terdakwa kepada dirinya.

“Bagaimana bahasanya pak Wandra ngomong minta uang itu,” tanya ketua majelis hakim kepada saksi Susanti.

Saksi ini terlihat sempat kebingungan menjelaskan bahasa Wandra menyangkut permintaan uang tersebut. Hal itu membuat dirinya ditegur oleh ketua majelis hakim.

“Ibu, kalau ibu ngomong yang sebenarnya pasti lancar jangan ditutup tutupi karena sudah banyak kepala sekolah jadi bodoh diruang sidang karena tidak menceritakan yang sebenarnya , bagaimana (bunyi) dia ngomong,” kata Ketua mejelis hakim menegur saksi sekaligus bertanya terkait bahasa permintaan uang oleh Wandra tersebut.

“Nanti kalau tahap ketiga ingat ya.bagian dinas,” kata saksi menjawab pertanyaan hakim ketua tersebut.

Keterangan yang serupa juga disampaikan bahwa oleh saksi Erkasia yang mengatakan permintaan uang untuk jatah dinas di beritahukan kepadanya oleh terdakwa Imanuel Nopri saat dirinya berada di kantor Disdikpora. “Saya selalu diingat kan pak,” ujar Erkasia

Dalam kesaksiannya, Erkasia mengatakan bahwa dalam kegiatan pelaksanaan pekerjaan rehab dan pembangunan sekolah dengan menggunakan DAK  tersebut pihak Disdikpora Gumas  juga ikut campur dalam hal pemilihan kepala  tukang yang mengerjakan pekerjaan tersebut.

“Tukangnya (sudah) ditunjuk oleh pak Nopri terus disampaikan ke saya bahwa ini tukangnya lalu tukangnya datang ke rumah saya  dan bilang kalau dia sebagai kepala tukang di sekolah saya,” kata Erkasia.

Ketika ditanyakan ketua majelis hakim alasan kepala sekolah mau memberikan jatah  uang sebesar sepuluh persen kepada para terdakwa, Erkasia mengaku dirinya menuruti karena merasa ia harus patuh dengan permintaan dari  pihak Disdikpora.

Keterangan terkait permintaan uang sebesar sepuluh persen dari nilai anggaran masing masing sekolah oleh Nopri Imanuel dan Wandra yang disampaikan oleh kedua saksi kepala sekolah ini hampir sama dengan keterangan para saksi kepala sekolah yang dihadirkan oleh pihak JPU pada sidang sebelumnya.

Begitu juga terkait adanya penunjukan oleh pihak dinas menyangkut para kepala tukang yang mengerjakan pekerjaan pembangunan sekolah juga diutarakan oleh para saksi sebelumnya.

Satu keterangan baru yang muncul dan berbeda dalam kesaksian Susanti Oktavia dan Erkasia dibandingkan di sidang sebelumnya yakni adanya permintaan uang yang lain yang disebut sebut uang tersebut diminta oleh dari kepala Disdikpora.

Jumlah uang jatah untuk kadis itu yang diminta kepada kepala sekolah itu sebesar satu persen dari nilai proyek DAK yang di terima pihak sekolah. Menyangkut permintaan uang jatah kadis  tersebut, kepala sekolah SMPN 1, Susanti Oktavia mengaku kepada hakim dirinya  tidak memberikan uang yang diminta tersebut.

“Saya tidak menturuti  permintaan uang satu persen,” kata Susanti yang mengakui kalau informasi permintaan uang jatah kadis tersebut didapatnya dari terdakwa Esra.

Sementara Kepala sekolah 2 Rungan, Erkasia mengaku dirinya memberikan uang sebesar Rp8 juta seperti yang diminta tersebut.

“Uang (jatah diminta kadis) itu saya serahkan kepada Pak Nopri,” ujar Erkasia yang mengatakan bahwa informasi menyangkut adanya permintaan uang untuk kadis tersebut juga disampaikan kepadanya oleh terdakwa Nopri

Menanggapi keterangan para saksi ini, ketiga terdakwa menyatakan bantahannya. Esra juga membantah dirinya ada meminta uang jatah sebesar satu persen dari nilai dak tersebut. “Keterangan itu tidak benar yang mulia,” Esra membantah keterangan saksi tersebut.

Bantahan juga disampaikan Imanuel Nopri dan Wandra yang membantah kalau mereka pernah meminta dan menerima uang dari para kepsek sebesar 10 persen dari nilai DAK seperti keterangan para saksi ini.

Mereka juga mengaku tidak pernah mengatur terkait urusan pemilihan para kepala tukang yang mengerjakan proyek pekerjaan DAK di sekolah-sekolah seperti keterangan para saksi tersebut.

“Keterangan (kalau) dinas menunjuk kepala tukang, itu tidak benar yang mulia,juga meminta sepuluh persen kepada kepala sekolah itu juga tidak benar yang mulia,” kata Imanuel Nopri membantah keterangan dari para saksi tersebut.

“Saya juga tidak pernah menelpon kepala sekolah untuk mengingatkan mereka untuk menyerahkan uang sepuluh persen itu yang mulia,” bantah Wandra pula.

Mendengar bantahan dari kedua terdakwa para saksi kepala sekolah ini menyatakan tetap pada keterangannya di persidangan ini.

Sementara saksi Kaharap mengakui dirinya memang mengerjakan proyek rehab sekolah di SMPN 1 Rungan Hulu tempat kepsek Susanti Oktavia bertugas. Dia juga membenarkan adanya  pemotongan anggaran sebesar sepuluh untuk pihak dinas Disdikpora Gumas.

“Pemotongan uang itu waktu pencairan anggaran di termin ke 3,” kata Kaharap yang mengaku sempat protes terkait adanya pemotongan anggaran tersebut.

Ketika ditanyakan oleh ketua majelis hakim dari bagaimana dia bisa menyediakan anggaran uang sepuluh persen tersebut, Kaharap mengaku dirinya terpaksa memotong biaya upah untuk tukang. “Upah para tukang saya potong dari dulunya Rp 150 ribu per hari jadi Rp125 ribu” terang Kaharap.

“Kamu potong upah tukang, tukang apa ada protes kenapa upah mereka dipotong,” tanya ketua majelis hakim kepada saksi.

“Gak ada komplain pak, tapi tukang kayanya gak mau kerja lagi di SMP itu,” ujar Kaharap yang mengakui dirinya juga sempat protes terkait adanya pemotongan anggaran sebesar sepuluh persen tersebut.

Dalam sidang ini terlihat beberapa kali ketua majelis hakim harus menegur para saksi karena tersendat sendat dan tidak lancar memberikan keterangan atau menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh majelis hakim, jaksa mau pengacara para terdakwa. Hal tersebut membuat jalanya sidang terasa berlangsung lama.

Rencananya sidang kasus korupsi ini akan digelar kembali pada Jumat pekan depan masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa. (sja/ala)

 

Exit mobile version