Site icon KaltengPos

Lahan Milik Goodhope Group di Kotim Disegel, Ini Kata Wakil Rakyat

 

SAMPIT–Tim Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH) mulai bergerak melakukan penertiban perusahaan yang diduga menggarap kawasan hutan secara ilegal.

PT Agro Bukit yang merupakan Goodhope Group menjadi perusahaan pertama yang disikat Satgas yang dipimpin langsung Mayjen TNI Yusman Madayun pada Kamis (7/3/2025).

Menyikapi hal ini, anggota Komisi II DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), Bambang Irawan, mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima informasi resmi mengenai penyegelan tersebut. Namun, ia mengakui bahwa informasi tersebut sudah beredar luas di media.

“Kami belum mendapat laporan resmi terkait penyegelan PBS di Kotim, tetapi dari pemberitaan yang ada, penyegelan itu dilakukan karena perusahaan terbukti menggarap kawasan yang bukan peruntukannya,” ujar Bambang, Minggu (9/3/2025).

Menurutnya, kejadian seperti ini menunjukkan perlunya ketegasan dalam penegakan hukum. Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Bumi Tambun Bungai, bahkan di seluruh Indonesia, harus mematuhi peraturan yang berlaku, baik yang ditetapkan pemerintah pusat maupun yang diatur dalam regulasi daerah.

Bambang menegaskan bahwa tindakan tegas terhadap perusahaan yang melanggar hukum sudah seharusnya dilakukan sejak lama. Ia menilai bahwa jika ada perusahaan yang terbukti merambah kawasan hutan, mereka harus bertanggung jawab, termasuk melalui proses hukum.

“Seharusnya, perusahaan yang melanggar aturan langsung dikenai sanksi pidana. Jika mereka mengajukan keterlanjuran, kawasan tersebut tetap harus dikembalikan ke negara, karena sudah jelas mereka melakukan pelanggaran,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kasus semacam ini bukan hanya terjadi di Kotim. Banyak perusahaan lain yang juga tidak mematuhi aturan dan regulasi yang ada. Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah dan aparat penegak hukum lebih serius dalam menertibkan pelanggaran semacam ini.

Dirinya juga menyoroti pentingnya ketertiban dalam dunia investasi. Menurutnya, investasi harus berjalan seiring dengan kepatuhan terhadap hukum. Jika ada perusahaan yang tidak bisa menaati aturan, maka sebaiknya mereka tidak berinvestasi di wilayah tersebut.

“Untuk apa berinvestasi jika hanya merusak lingkungan dan melanggar hukum? Jika mereka tidak bisa menaati aturan, lebih baik hengkang dan tidak usah berinvestasi di sini,” tandasnya.

Sementara itu, tindakan tegas yang mulai diterapkan terhadap perusahaan nakal ini juga mendapat tanggapan dari anggota DPRD Kalteng lainnya, Yohannes Freddy Ering. Ia menyambut baik langkah ini dan menilai bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan merata.

“Ini adalah angin segar bagi kita di Kalimantan Tengah. Selama ini, penertiban lebih sering menyasar perkebunan rakyat, sementara perusahaan besar kerap luput dari tindakan hukum. Sekalipun saat ini baru di Kotim, kita harus menyambutnya dengan gembira dan berharap penerapan hukum ini dilakukan secara menyeluruh di semua daerah,” ujarnya.

Menurut Freddy Ering, penegakan hukum terhadap perusahaan yang beroperasi di luar Hak Guna Usaha (HGU) dan bahkan memasuki kawasan hutan lindung sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan serta menegakkan aturan yang berlaku.

Meski mendukung langkah pemerintah, Freddy juga menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa tebang pilih. Ia berharap semua perusahaan yang terbukti melanggar aturan bisa dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Kami setuju dengan law enforcement dalam semua lini. Tapi yang kita harapkan, penerapan hukum ini dilakukan dengan adil dan merata, bukan hanya menargetkan sebagian pihak saja,” tambahnya.

Lebih lanjut, penyegelan salah satu PBS di Kotim menjadi bukti bahwa pemerintah mulai serius menindak para pelaku usaha yang mengabaikan aturan lingkungan.

Oleh karenanya, kasus ini telah membuka mata banyak pihak bahwa masalah perambahan hutan oleh perusahaan besar bukan lagi sekadar isu, melainkan realitas yang perlu ditangani dengan serius. (mif/ovi/ala)

Exit mobile version