Site icon KaltengPos

15 Tahun Mengabdi, Berprestasi hingga Kancah Nasional Berkat Hobi Menulis

INSPIRATIF: Nanik Kartika SPd, guru SMAN 1 Sepang yang memiliki hobi menulis hingga berprestasi di kancah nasional. FOTO: NOVIA/KALTENG POS

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati tiap tanggal 2 Mei. Pada momen peringatan tahun ini, Kalteng Pos mengulas kisah sejumlah guru berprestasi dan inspiratif di Bumi Tambun Bungai. Pada edisi pertama ini, ada sosok guru bernama Nanik Kartika SPd yang mengabdi di SMA Negeri 1 Sepang. Selain menjadi guru, Nanik juga dikenal jago menulis.  

 

NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya

 

MENULIS merupakan hobi Nanik Kartika sejak kecil. Kegemaran yang ia teruskan hingga saat ini, berhasil menghantarkannya meraih berbagai prestasi di tingkat nasional. Lahir dan besar di keluarga petani, ia dididik untuk disiplin dan mandiri. Orang tuanya ingin ia dan sang adik terus belajar agar bisa menjadi orang yang berhasil. Meski mereka berasal dari keluarga berekonomi pas-pasan.

Nanik bercerita, pernah mengajar selama satu tahun sebagai guru honorer di SMP Negeri 11 Palangka Raya. Tahun 2008-an sempat membimbing siswa untuk mengikuti lomba. Lalu, tahun 2009 ia mencoba mengikuti tes pegawai negeri. Usaha dan perjuangannya berbuah hasil. Ia dinyatakan lolos tes dan ditempatkan di SMA Negeri 1 Sepang.

Terhitung sudah 15 tahun mengabdikan diri sebagai guru. Bahkan, seperti sudah digariskan Tuhan, di sana lah Nanik mendapat pasangan hidup yang juga berprofesi sama. Seorang guru sejarah di sekolah yang sama. Kini sang adik mengikuti jejaknya dengan menjadi guru di SMP Negeri 6 Palangka Raya.

“Bapak saya pernah mengatakan, kami (orang tua) tidak memiliki harta (emas, intan, berlian) yang bisa diberikan. Tetapi kalau kalian ingin sekolah, kami siap menyekolahkan kalian. Setelah saya lulus SMP, saya tinggal dengan tante. Selain sekolah, saya juga membantu usaha katering tante. Dari situlah karakter saya terbentuk untuk bisa menjadi wanita yang semangat, kuat, dan disiplin,” ucapnya kepada Kalteng Pos, Minggu (28/4).

Awalnya ia tak pernah berniat menjadi seorang guru. Namun kemudian ada saudara yang mengajaknya untuk berkuliah di Program Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID), Jurusan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Palangka Raya (UPR), hingga akhirnya lulus tahun 2007. Karena Nanik memiliki kegemaran menulis, maka ia memilih untuk masuk jurusan itu.

“Bagi saya, guru itu sebagai panutan disiplin, saya termasuk orang yang sangat disiplin. Sebagai seorang guru, nilai utama yang saya tanamkan kepada siswa adalah karakter. Dari situlah tertanam perilaku baik dan kedisiplinan. Harus menaati segala peraturan dan literasi,” ungkapnya.

Menurutnya, sejauh ini sudah ada beberapa siswa yang tertarik menjadi penulis, tetapi belum percaya diri. Harus terus diberi bimbingan dan arahan. Dimulai dari yang lebih mudah seperti menulis cerpen, setelah itu barulah diarahkan untuk menulis puisi. Bahkan ada guru yang dibimbingnya dan sudah menghasilkan buku tunggal. Termasuk kepala sekolah di tempatnya mengabdi.

Kedisiplinan tentu sudah melekat dalam keluarga wanita yang lahir tanggal 17 Juli 1985, di Desa Talangkah Rungan, Kecamatan Tumbang Jutuh, Kabupaten Gunung Mas (Gumas). Berkat karakter yang telah tertanam sejak dini, Nanik tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan pantang menyerah. Meski sempat vakum menulis selama beberapa tahun sejak diterima sebagai guru, tahun 2019 ia kembali menyalakan semangatnya.

“Ketika kuliah saya ambil jurusan bahasa Indonesia, sehingga ilmu menulis itu lebih terasah. Tetapi saat menjadi guru, sempat berhenti menulis. Kemudian tahun 2019 saya memutuskan ikut Program Satu Guru Satu Buku (SAGUSAKU) Ikatan Guru Indonesia (IGI), yakni pelatihan menulis selama 2 tahun. Di sana saya dilatih untuk menulis cerita pendek (cerpen), novel, puisi, hingga karya nonfiksi. Sejak itulah saya mulai aktif lagi menulis, mulai dari antalogi, novel, puisi, hingga cerpen,” ungkapnya.

Selain itu, Nanik juga bergabung dalam komunitas menulis aksara timur dan tata sastra. Di sana kemampuannya lebih diasah lagi. Mulai dari situlah ia mengikuti berbagai kegiatan lain, hingga banyak mencetak prestasi di tingkat nasional. Terlebih, saat ini ia juga tergabung dalam perkumpulan guru-guru penulis se-Indonesia bernama “Berkarya dalam Aksara” dan sudah menghasilkan buku-buku antologi.

Adapun sejumlah prestasi yang pernah diraih, yakni; Juara 1 lomba menulis cerita legenda tingkat kabupaten tahun 2019; Juara 1 menulis cerita legend tingkat kabupaten tahun 2020; Penghargaan sebagai penulis smart level 1-5 program pelatihan dan praktik menulis 30 hari tiada henti tahun 2020 tingkat nasional Ikatan Guru Indonesia; Penghargaan sebagai penulis buku antologi artikel PGRI pusat tahun 2020 tingkat nasional; Penghargaan sebagai penulis dengan judul “Moment Spesial Sang Guru” penerbit ADAB tahun 2021 nasional.

Penghargaan lain yang didapat adalah; Penulis puisi bertemakan Kenangan penerbit ADAB tahun 2021 nasional; Finalis lomba menulis parafrasa Lagu Menjadi Cerpen penerbit Rahmedia tingkat nasional tahun 2022; Penghargaan sebagai penulis cerita anak tingkat nasional tahun 2023 Thata Sastra; penghargaan sebagai penulis buku Kumpulan Gurindam Kalbu SE-ASEAN Perkumpulan Rumah Seni Asnur 2023; Penulis kreasi naskah dongeng Profil Pelajar Pancasila Dimensi Gotong Royong Kemdikbudristek 2024 tingkat nasional; serta finalis peserta Kelas Dasar Puisi Tahun 2024 Thata Sastra Tingkat Nasional.

“Puji Tuhan tulisan-tulisan saya bisa lolos. Sejak kecil saya suka menulis, berimajinasi, dan menuangkannya melalui tulisan. Saya orangnya suka berkhayal. Saya dulu pernah bercita-cita untuk membuat novel tentang perjalanan hidup saya, tetapi saya belum paham bagaimana cara membuatnya. Setelah saya ikut SAGUSAKU IGI, barulah saya tahu caranya,” ungkapnya.

Selama ini prestasi menulis yang paling berkesan baginya adalah saat mendapatkan penghargaan menulis tanpa henti tiap hari. Tiap hari selama 2 tahun para peserta diminta untuk melaporkan tulisan yang telah ditentukan. Apabila tidak melapor, maka otomatis akan gugur. Baginya itu sangat berkesan, karena tiap hari berjuang mencari inspirasi untuk menulis.

“Sebagai seorang penulis, tokoh yang paling menginspirasi saya adalah sastrawan sekaligus novelis Nh. Dini. Isi dari novel yang ditulis beliau semuanya realis. Saya sangat suka menulis novel ke arah yang realis atau kehidupan nyata. Lalu ada lagi penulis yang menginspirasi lainnya yakni Tere Liye, yang juga sesuai dengan ketertarikan saya dalam dunia menulis,” tuturnya.

Di sisi lain, dari seluruh buku yang pernah ditulis, yang paling berkesan dan memiliki makna mendalam bagi Nanik adalah novel berjudul “Arai Menampung Asa” terbitan tahun 2021. Novel itu terinspirasi dari cerita perjalanan hidup saudaranya yang berprofesi sebagai bidan dan bertugas di wilayah perdesaan, meski dalam bukunya itu ada beberapa kejadian yang diubah atau ditambahkan.

Diceritakan Arai merupakan seorang anak perempuan yang hidup dalam kesederhanaan tanpa fasilitas. Aktivitas sehari-harinya selain bermain, juga membantu orang tua bekerja di ladang.

“Diceritakan, setelah Arai lulus sekolah, ia melanjutkan pendidikan ke kota. Ia punya harapan untuk memajukan desanya, terlebih di bidang kesehatan. Saya membuat judul Arai Menampung Asa, karena asa adalah menampung sejuta harapan yang ada di desa, sehingga Arai ini akhirnya menikah dengan seorang dokter dan bisa membangun sebuah puskesmas di desanya,” terangnya.

Nanik sadar, ia digaji sebagai seorang guru bukan hanya untuk mengajar, tetapi sebagai guru yang harus bisa mendidik, membimbing, dan mengarahkan para siswa. Ia memiliki kesenangan tersendiri ketika menjadi guru. Saat ia merasa sedang ada masalah ataupun lelah, setelah bertemu dan melihat wajah para siswa di sekolah, seketika rasa lelah itu sirna. Baginya, dunia guru adalah dunia yang sangat menyenangkan.

“Saya tetap ingin menjadi seorang penulis, sehingga masih banyak ilmu yang harus saya asah. Saya ingin mulai dari dalam dulu, di mana guru-guru SMAN 1 Sepang bisa memiliki buku, dan siswa-siswa saya juga tentunya. Baru saya berbagi lagi ke sekolah-sekolah khususnya di wilayah Kabupaten Gunung Mas. Menulis adalah untuk melawan lupa,” tandasnya.

Kini ia sedang mencoba menulis cerita inspiratif yang dikumpulkan dari para guru. Nantinya Nanik sendiri yang akan mengarahkan serta menyusun buku tersebut, dengan harapan dalam waktu 2 bulan bisa selesai dan diserahkan ke penerbit.

“Bagi kita sesama guru, kita tekuni saja profesi kita, tetap semangat dan percaya bahwa Tuhan akan memberikan jalan, segala sesuatu yang dirasa masih kurang oleh manusia, Tuhan akan memberikan yang lebih daripada itu, tugas kita memang berat karena kita harus membentuk akhlak manusia, tetapi yakinlah bahwa Tuhan akan membalas kebaikan kita,” tukasnya. (*/bersambung/ce/ala)

Exit mobile version