Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Palangka Raya (UPR) telah melaksanakan pelantikan dan sumpah dokter angkatan XXV. Pengambilan sumpah tersebut berlangsung di Aula Rahan, Rabu (2/8). Dokter (dr) Satria Saputra menjadi pusat perhatian karena lulus dengan predikat cum laude dan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,76.
DHEA UMILATI, Palangka Raya
SAMBUTAN dr Satria mengalun lembut dengan sangat tulus. Suaranya bergetar menahan tangis. Seluruh undangan pada prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah dokter angkatan XXV di Aula Rahan hari itu turut menitikkan air mata haru kala sambutan penuh haru dr Satria mulai menggema di ruangan itu.
Berkat doa dan dukungan penuh orang tua dan keluarga, Satria Saputra menjadi mahasiswa pertama FK UPR yang lulus dengan gelar cum laude. Kini pria asal Sumatera itu telah resmi menyandang gelar dokter dengan masa studi selama tujuh tahun.
“Saya asli Jambi,” ujarnya pada Kalteng Pos, Senin (7/8).
Tahun 2017 lalu, ia memantapkan hati untuk menempuh pendidikan di UPR. Putra dari pasangan Saiful Bahri dan Mahunah itu mengaku sedari kecil bercita-cita menjadi dokter. Ia pun memilih mendaftar ke UPR melalui jalur SBMPTN. “Karena waktu itu, di sini (UPR) kuota untuk mahasiswa baru lumayan banyak,” ucapnya.
Menurut ceritanya, pertama kali ke Palangka Raya, ia tidak ditemani ataupun diantar oleh orang tua. Ia datang sendiri, kemudian dijemput oleh rekan satu jurusannya.
“Waktu itu karena saya ingin melanjutkan kuliah ke Palangka Raya, saya coba cari teman sejurusan yang bisa membantu saya untuk mencarikan kos-kosan, sehingga saat sampai ke Palangka Raya saya tidak kebingungan lagi,” jelasnya.
Selama tujuh tahun menempuh pendidikan di Kota Cantik, ia tak pernah pulang ataupun dijenguk oleh keluarga. “Setelah sampai ke Palangka Raya, tempat yang pertama kali saya datangi adalah masjid,” katanya sembari tersenyum. Hal itu bukan tanpa alasan. Menurut pengakuannya, itu merupakan pesan sang ayah yang hingga kini selalu diingatnya.
“Di sini saya tidak punya keluarga, jadi benar-benar sendiri,” ucapnya.
Meski demikian, ia tetap memiliki semangat yang menggebu-gebu untuk menimba ilmu. “Ketika wisuda sarjana tahun 2021, orang tua saya tidak bisa datang,” terangnya.
Karena nilainya masuk tiga besar tertinggi, seharusnya orang tuanya berkesempatan untuk menghadiri wisuda secara offline. Namun karena saat itu masih pandemi dan jadwal wisuda yang mendadak, orang tuanya pun tidak bisa datang.
Ada banyak cerita dan pengalaman yang menjadi saksi bisu perjalanan Satria Saputra sebagai seorang mahasiswa rantau yang jauh dari keluarga.
“Pengalaman yang paling berkesan saat saya masih menjadi mahasiswa yakni ketika saya menjadi mahasiswa berprestasi, karena saat mau ikut seleksi, bertepatan dengan kegiatan lain sehingga tidak persiapan tidak maksimal, tetapi alhamdulillah saat itu saya masuk urutan kedua mahasiswa berprestasi se-universitas,” jelasnya.
Anak kedua dari empat bersaudara itu menyebut sang ayah merupakan role modelnya. Apa pun pesan sang ayah akan selalu diingat dan dijalankan.
“Ayah itu salah satu pemantik semangat saya,” ucap Satria penuh bangga dalam nya saat pelantikan dan pengambilan sumpah dokter minggu lalu.
“Barang siapa yang menginginkan dunia, kebahagiaan dunia, maka raihlah dengan ilmu,” tuturnya.
Saat ditanya apa kiat-kiat untuk mendapatkan gelar cum laude, Satria hany tersenyum. Menurutnya, tidak ada kiat khusus untuk bisa meraih gelar tersebut.
“Kalau saya biasanya buat list, mau itu tugas maupun hal-hal lain yang harus saya kerjakan. Kemudian saya lihat tenggat waktunya, mana yang lebih dulu dan mana yang masih lama,” jelasnya.
Dengan begitu ia bisa memilah agenda yang harus dikerjakan terlebih dahulu. “Saya juga biasanya belajar pakai mind mapping, saya baca dulu materinya kemudian saya pahami, lalu setelahnya baru saya buat mind mapping,” tambahnya.
Satria juga merupakan seorang mahasiswa aktif di berbagai kegiatan. Baik itu perlombaan maupun keorganisasian.
“Saya pertama kali ikut lomba saat kelas 1 SMP,” ujarnya.
Kala itu ia benar-benar demam panggung, karena baru pertama kalinya tampil di depan orang banyak.
“Setelah itu saya sudah berani, alhamdulillah juga dapat juara,” lanjutnya.
Hingga saat ini sudah banyak prestasi yang diraih Satria. Baik di bidang debat, penulisan, ataupun pidato. Lelaki kelahiran Jambi itu juga kerap menjadi pemateri ataupun narasumber di beberapa kegiatan. Tentu menjadi suatu kebanggaan baginya, karena bisa menjadi contoh bagi orang lain. Saat ini lelaki kelahiran 1998 itu masih menunggu keluarnya ijazah sebelum kembali ke tanah kelahiran.
“Sekarang lebih banyak waktu saya habiskan buat kumpul sama temen-temen, kalau malam biasanya sambil ngajar anak-anak mengaji di masjid,” katanya sembari menyebut satu-satunya keinginannya saat ini adalah pulang ke kampung halaman. (*/ce/ala)