Site icon KaltengPos

Termotivasi dari Cerita Guru, Kini Aktif Mencetak Hafiz Cilik

HAFIZ AL-QUR’AN: Halimah menunjukan piagam dan trofi yang diraihnya saat mengikuti event keagamaan. FOTO: DOKUMEN PRIBADI UNTUK KALTENG POS

Sedak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), Halimah sudah mengenal huruf-huruf hijaiyah. Memasuki Madrasah Aliyah (MA), perempuan yang kini berusia 22 tahun tersebut semakin lancar membaca Al-Quran hingga menjadi hafiz atau penghafal 30 Juz Al-Qur’an. Dia pun menjadi langganan juara saat mengikuti Musabaqah Tilawatil Qur’an dan Hadist (MTQH).

 

ILHAM ROMADHONA, Palangka Raya

 

HALIMAH merupakan seorang yang mendulang prestasi di bidang MTQH XXXI tingkat Provinsi Kalteng tahun 2023 di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Tercatat dirinya berhasil  mendapatkan juara tiga cabang Tahfiz Al‐Qur’an golongan 30 juz.

 

Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Al‐Qur’an (STiQ) Amuntai tersebut mempelajari huruf hijaiyah sejak lama. Terhitung semenjak duduk di bangku kelas empat SD. Dirinya mulai menghapal Al‐Qur’an sejak kelas 10 MA. Lalu mengkhatamkan atau berhasil menghapal 30 juz Al‐Qur’an ketika semester tiga di bangku perkuliahan.

 

“Jadi selama empat tahun itu saya menghapal,” ujarnya pada penulis saat diwawancarai di rumahnya, Rabu (28/2).

 

Wanita berhijab tersebut tertarik untuk menghapal Al‐Quran karena termotivasi dari cerita seorang gurunya. Gurunya tersebut mengajarkan tentang keutamaan seseorang dalam menghapal Al‐Qur’an. Selain itu, mendengarkan orang lain mengaji dengan lantunan yang indah merupakan sebuah hobi baginya.

 

“Pengen dong kaya gitu juga. Makanya saya memutuskan untuk mencoba menghapal Al‐Qur’an,” katanya.

 

Anak kedua dari empat bersaudara itu menyebut metode menghapalnya dengan menyetor hapalan itu ke guru. Walaupun awalnya susah‐susah gampang, namun semakin berjalannya waktu itu seperti menemukan keasikannya sendiri.

 

“Sistem menghapalnya dari juz 30 terlebih dahulu. Kemudian, lanjut dari juz satu hingga juz 29. Cara menghapalnya pun beragam. Menghapal secara mandiri, bersama teman, dan membaca ulang kembali ayat‐ayat suci di waktu senggang,” tuturnya.

 

Selama di pondok pesantren Al‐Muhajirin, dirinya mengaji di satu ruangan semata. Sebab, program tahfiz itu baru saja diadakan oleh pihak pesantren. Tempo lalu, hanya sekitar 10‐20 orang saja yang mengikuti program tahfiz.

 

Kemudian, wanita yang berasal dari Kabupaten Kapuas itu melanjutkan hapalannya di bangku perkuliahan. Hapalannya pun dimulai dari awal kembali. Karena kegigihannya untuk mengkhatamkan, dirinya saat itu bertekad menghafalkan Al‐Qur’an dengan cepat.

 

“Kalau di pondok dulu, biasanya sebelum maju untuk setoran, saya menghapal terlebih dahulu di malam harinya. Menyiapkan hingga pagi hari. Namun saat di kampus, karena memang ada bekal di pondok. Sekali menyetor hapalan bisa satu juz langsung,” terangnya.

 

Dalam menghafal, semua orang pasti menemukan kesulitannya. Anak dari pasangan Ahmad Kurnadi dan Ikrimah tersebut sering menemukan ayat mutasyabihat. Memang tidak mudah menghafal sebanyak 30 Juz Al‐Qur’an.

 

Di dalam ayat Al‐Qur’an pun terdapat ayat‐ayat yang mirip. “Apabila kita ga lancar itu kan, bisa saja terbalik‐balik. Semisal, yang diuji ayatnya terdapat di juz satu, eh ayat selanjutnya malah kita mengucapkan di juz lain. Jadi itu yang paling menyulitkan bagi saya. Bahkan di MTQ itu ayat yang banyak diujikan itu ayat‐ayat mutasyabihat,” jelasnya.

 

Sehingga solusi dari permasalahan tersebut ialah dengan memperbanyak murajaah untuk kembali mengingat ayat yang terlupa. Apabila sering melakukan murajaah, pasti hapal ayat sebelumnya dan sesudahnya.

 

“Misal, mutasyabihat itu ayat kedua, ayat sebelumnya pasti berbeda dengan ayat mutasyabihat lainnya,” beber wanita berusia 22 tahun itu.

 

Yang sering dialami penghapal Al‐Qur’an adalah lupa beberapa ayat suci. Penyebabnya bisa dari berbagai aspek. Seperti padatnya jadwal perkuliahan, kegiatan, ataupun pelajaran yang membuat tidak adanya waktu untuk murajaah.

 

“Hapalan itu seperti yang guru saya sampaikan. Yaitu unta yang harus diikat terus. Kalau tidak, kan mudah lepas dan berlari jauh. Begitupun dengan hapalan. Jadi salah satu cara yakni murajaah. Memperjuangkan kembali hapalan yang sudah hilang,” katanya.

 

Halimah sering mengikuti kompetisi tahfiz maupun fahmil ditingkat antar kelas, antar sekolah, antar kabupaten/kota, bahkan hingga antar provinsi. Terhitung, sejak tahun 2017 dirinya memulai untuk terjun ke perlombaan dan semenjak dari itu, banyak mendulang prestasi yang membanggakan.

 

“Tahun 2017 itu, saya masih mengikuti fahmil Al‐Qur’an. Semacam cerdas cermat gitu. Kemudian mengikuti kompetisi tahfiz kelompok 10 juz kemudian berlanjut ke 30 juz,” ujar lulusan MTs Al‐Muhajirin Antang Kapuas.

 

Waktu pertama kali ikut lomba, sudah pasti gugup, lanjutnya. Akibat dari gugup itu langsung blank. Terkadang, hapalan sudah lancar. Namun ketika maju itu, perasaan gugup mengahampirinya. Sehingga hapalan yang sudah dipersiapkan itu hilang seketika.

 

“Padahal pas sebelumnya, lancar banget. Eh karena gugup. Jadi di depan ya diam. Setiap soal dikasih waktu. Apabila waktunya habis, dan gabisa melanjutkan ayat, maka ganti soal. Total soal itu ada empat biasanya,” ungkapnya.

 

Saat ini, dirinya mengajar di salah satu pondok pesantren di Kota Palangka Raya. Yaitu Pondok Pesantren Al‐Wafa. Ia aktif mencetak hafiz cilik atau aktif mengajar tahfiz untuk anak‐anak. Itu dilaksanakannya setiap hari setelah salat zuhur hingga sore hari.

 

“Jadi saya habis zuhur itu ke pondok. Mengajar anak‐anak pondok,” bebernya.

 

Halimah berpesan kepada semua orang yang ingin mempelajari tahfiz Al‐Qur’an itu harus berdasarkan niat. Niat nya harus diluruskan terlebih dahulu. Niat karena Allah SWT. Bukan karena ingin memperoleh ketenaran. Untuk para penghafal quran, Halimah berharap agar selalu memurajaah atau mengulang hafalan setiap hari. Walaupun sedikit yang penting dalam sehari itu ada membaca Al‐Qur’an, agar selalu dibukakan pintu‐pintu kebaikan dengan barokah Al‐Qur’an dibaca tadi.

 

“Semua istiqomah membersamai Al‐Qur’an. Kita tetap selalu berjuang untuk mempertahankan hafalan yang sudah kita dapatkan dengan susah payah, jangan sampai kita menjadi mantan penghafal Al-Qur’an, tetapi kita harus menjadi penghafal Al‐Qur’an sejati yang selalu menjaga Al‐Qur’an dengan hafalannya sampai akhir hayat kelak,” katanya.

 

Terakhir, dengan menghalfal ayat suci Al‐Qur’an akan digolongkan sebagai ahlul qur’an yang mempelajari dan mengamalkan. Serta menjadikan ilmu yang lebih bermanfaat dengan cara mengajarkannya kepada orang lain.

 

“Saya juga berpesan sebagaimana yang guru saya ajarkan, menghafal Al‐Qur’an itu memiliki keistimewaan yang besar, namun resikonya juga besar. Jadi berhatihati lah saat memulai hafalan. Jangan sampai melupakan hafalan, karena melupakan hafalan itu termasuk dosa besar,” tutupnya. (*/bersambung/ala)

Exit mobile version