Site icon KaltengPos

Setelah Renovasi, Konstruksi Bangunan Kayu Ulin Tinggal Kenangan

MEGAH: Interior Masjid Syuhada di Jalan Baamang 1, Kota Sampit, Sabtu (9/4). foto: bahri/ kaltengonline.com

Pada tahun 1918, ada warga Baamang yang mewakafkan tanah untuk Masjid Syuhada. 84 tahun kemudian atau tepatnya pada 2003 lalu, masjid direnovasi total, dijadikan lebih besar. Bangunan yang sebelumnya berkonstruksi kayu ulin, diganti menggunakan beton.

BAHRIANOOR, Sampit

Pengurus Masjid Syuhada H Burhanuddin, pada 1918 lalu ada warga sekitaran masjid yang mewakafkan tanahnya untuk perluasan masjid. Sejak itulah masjid mulai dibangun. Masjid ini, kata Amang Eboy -sapaan akrab H Burhanuddin, dibangun oleh H Alung Amrin atau Kai Alung. Saat itu konstruksi bangunan masih didominasi kayu ulin. Sangat kokoh dan kuat.

Seiring berjalannya waktu, umat muslim yang tinggal di Kecamatan Baamang makin bertambah banyak jumlahnya. Daya tampung masjid tidak memadai lagi. Karena itu, pengurus masjid kala itu bermusyawarah untuk memperluas lagi bangunan Masjid Syuhada.

Setelah ada kesepakatan, pada 2003 lalu atau 84 tahun setelah didirikan, Masjid Syuhada direnovasi total. Bangunan berkonstruksi kayu ulin itu tinggal kenangan. Karena bangunan baru menggunakan bahan beton.

“Sejak berdiri sebagai masjid pada 1918 sampai dengan 2003, total sudah tiga kali renovasi. Jadi keaslian bangunan terdahulu sudah tidak ada lagi,” terang Amang Eboy.

Setelah renovasi total itu, bangunan yang awalnya hanya 4×5 meter, kini menjadi 30×50 meter. Lantai dan dindingnya terbuat dari marmer. Masjid Syuhada yang terletak di Jalan Baamang 1, Kelurahan Baamang Tengah ini memiliki luas tanah sekitar 70×70 meter. Mampu menampung jemaah lebih banyak. “Daya tampung jemaah sekitar 1.000 orang,” bebernya.

Sebelum direnovasi total, bangunan masjid didirikan pertama kali pada tahun 1880 dengan ukuran 4×5 meter. Dahulu sering disebut Langgar Merah. Selama kurun waktu empat dekade atau sekitar 38 tahun, jemaah yang beribadah di Langgar Merah makin ramai. Kemudian pada tahun 1918, bangunan musala diperluas, lalu diubah menjadi masjid. Renovasi besar-besaran tersebut membuat bangunan masjid makin megah dan modern.

Entah berapa rupiah yang sudah digunakan untuk memoles Masjid Syuhada tersebut. Namun, menurut Amang Eboy, 90 persen dana pembangunan masjid tersebut merupakan sumbangan dari masyarakat dan donator. “Ada juga sumbangan dari Gubernur Kalimantan Tengah H Sugianto Sabran saat periode pertama menjabat,” tutur Amang Eboy.

Diungkapkan Amang Eboy, Gubernur H Sugianto Sabran tidak asing dengan Masjid Syuhada. Sebab, gubernur pernah tinggal di sekitaran masjid itu saat masih remaja. “Saat remaja Bapak Gubernur H Sugianto Sabran sering bermain di sini (di kawasan Masjid Syuhada), sehingga masjid ini tidak asing lagi untuk beliau dan merupakan bagian dari sejarah hidup beliau. Karena itu, saat menjabat gubernur beliau sering sekali datang ke masjid ini,” ujarnya.

Amang Eboy mengaku jika dirinya baru sekitar tiga tahun menjabat sebagai Ketua Pengurus Masjid Syuhada. Saat ini sudah ada kantor sekretariat. Pihaknya juga punya rencana membangun perpustakaan, sehingga jemaah bisa mendalami ilmu agama melalui buku-buku bacaan.

“Kami juga punya agenda rutin tiap Jumat yang dinamai Jumat Berkah. Biasanya usai salat Subuh. Ini untuk menjalin tali silaturahmi antarwarga. Dengan suguhan kopi, teh, dan sarapan pagi ala kadarnya. Ini merupakan program ungulan kami,” terangnya.

Selain itu, juga ada program pengajian rutin dan pembelajaran masalah fikih yang dilaksanakan tiap malam Senin usai salat Magrib. Pada tiap malam Kamis diadakan maulid Al Habsyi yang dilaksanakan oleh para remaja masjid.

“Tiap hari besar keagamaan seperti maulid Nabi Muhammad saw dan Isra Mikraj kami sering mengundang penceramah dari luar daerah seperti dari Kalimantan Selatan maupun dari Jawa. Saya berharap dengan ikut memakmurkan masjid, hidup kita akan lebih berkah,” tutupnya. (*/bersambung/ce/ala)

Exit mobile version