Guru yang baik adalah yang tidak pernah berhenti belajar. Seorang guru dituntut untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan. Terlebih guru-guru muda yang mengabdi pada era digitalisasi saat ini. Pembaruan-pembaruan ilmu harus bisa dikuasai.
ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
SUGENG Santoso, seorang guru muda di SMPS 11 Best Agro Pulang Pisau (Pulpis) mencetuskan aplikasi digital untuk membuka ruang diskusi bagi guru-guru. Best Teach, sebuah aplikasi media sosial untuk guru-guru yang bisa menjadi ruang diskusi dan berbagi praktik mengajar.
Inovasi ini ia usung pada perlombaan Youth International Science Fair (YISF) yang diselenggarakan di Bali. Event ini digagas oleh Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, Indonesian Young Scientist Association, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, dan BUCA IMSEF Turkey.
Pada ajang kompetisi ini, Sugeng dihadapkan dengan 400 tim yang berasal dari 30 negara. Di antaranya Malaysia, Thailand, Turkey, India, Pakistan, Brazil, Romania, dan Amerika.
Minggu (12/3), Sugeng pulang ke tempat pengabdiannya yang terletak di pedalaman Pulpis, Kalteng dengan membawa penghargaan. Ia meraih medali perak dalam ajang internasional ini, dengan mengusung inovasi kategori ilmu sosial.
“Bersyukur saya sebagai salah satu guru di Kalteng bisa pulang membawa penghargaan berupa medali perak lomba inovasi kategori ilmu sosial. Perlombaan yang saya ikut dalam ajang internasional ini yakni berupa paltform “Best Teach”, suatu media sosial bagi guru-guru yang bisa dimanfaatkan sebagai ruang diskusi dan berbagi praktik mengajar,” kata Sugeng saat dihubungi Kalteng melalui sambungan telepon, Rabu (15/3).
Berbagai pujian didapatkan Sugeng dalam lomba ini. Baik dari dewan juri, WR 1 Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, pembimbing finalis, bahkan para finalis lomba yang menjadi rivalnya. Platform yang digagasnya ini akan menjadi wadah bagi guru-guru untuk saling berbagi dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
“Walau hanya dapat medali perak, saya tetap bersyukur, karena sudah membuktikan bahwa saya mampu bersaing di tingkat internasional. Harapan saya, semoga pendidikan di negeri ini makin maju ke depan,” ucap pria berusia 22 tahun ini.
Munculnya gagasan untuk menciptakan aplikasi ini dilatarbelakangi kondisi geografis dan letak sekolah tempatnya mengabdi yang berada di pedalaman, yang harus ditempuh selama lima jam melalui jalur darat atau dua jam melalui jalur sungai dari Kota Pulang Pisau.
“Tujuan membuat karya ini untuk menyediakan ruang bagi guru-guru di Best Agro agar bisa berbagai informasi, berbagi ilmu-ilmu terbaru, sekaligus media dan strategi pembelajaran,” tuturnya.
Sebelum menggagas ide ini, pria kelahiran Blitar 18 Mei 1999 ini menyebut, sebelumnya ia melakukan analisis terkait permasalahan-permasalahan di SMPS. Meski sudah terjangkau jaringan listrik dan internet, tapi jarak tempuh perjalanan keluar dari wilayah ini cukup jauh, sehingga membatasi para guru-guru untuk keluar wilayah.
“Kami cari solusi untuk itu, setelah menganalisis dan mencari referensi, kemudian tercetus ide ini. Selanjutnya saya membuat desain Best Tech,” ungkap pria yang mengaku punya hobi menulis.
Sugeng terpikirkan untuk menciptakan aplikasi ini, lantaran ruang diskusi melalui platform yang ada saat ini sangat terbatas.
“Melalui gagasan ini, nantinya guru-guru di tempat saya mengajar bisa satu frekuensi,” kata alumnus Universitas Ganesha yang mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia.
Pada ajang perlombaan kali ini, Sugeng menggandeng guru bahasa Inggris SMPS Hamparan 2 Kotawaringim Timur bernama Saidah untuk bergabung dalam timnya. Lantaran presentasi lomba wajib menggunakan bahasa Inggris.
“Gagasannya memang saya yang mencetuskan, tapi ibu Saidah juga membantu dalam presentasi,” katanya.
Meski merupakan guru bahasa Indonesia, tapi Sugeng punya basic mendesain yang dipelajarinya secara autodidak. Ia sangat berharap gagasan desain Best Tech miliknyaitu bisa terealisasi menjadi sebuah aplikasi.
“Untuk mewujudkan itu memang perlu pendanaan, untuk bisa dikembangkan menjadi sebuah aplikasi media sosial, harus dikembangkan oleh ahlinya yang punya basic IT,” bebernya.
Sugeng, perantau muda dari Pulau Jawa itu memilih menjadi guru di pedalaman Kalteng. Baru sekitar enam bulan.
“Saya baru setahun jadi guru. Sebelumnya mengajar di Probolinggo, Jawa Timur. Baru enam bulan saya mengajar di Kalteng. Saya ingin mengeksplor diri saya. Dan saya yakin banyak siswa yang berhak diajar oleh saya,” ucap pria yang sejak kecil telah bercita-cita menjadi guru.
Sudah beberapa penghargaan yang diraih Sugeng. Antara lain juara pertama foto kreatif nasional dan juara pertama desain pembelajaran nasional. Selain itu, ia juga pernah membimbing siswa di tiga sekolah hingga meraih juara nasional.
“Saya suka mengajar, dari kecil punya cita-cita jadi guru, karena saya ingin ikut berkontribusi dalam mencerdaskan anak-anak bangsa,” tutupnya. (*/ce/ala)