Menikah usia muda memiliki risiko tinggi menuju kegagalan. Permasalahan ini harus menjadi atensi tersendiri pagi para pemangku kepentingan untuk melakukan pencegahan. Salah satunya dilakukan oleh DP3APPKB Provinsi Kalteng. Mereka menggandeng Duta Genre untuk mengampanyekan.
AKHMAD DHANI, Palangka Raya
PERNIKAHAN anak atau yang lebih dikenal dengan pernikahan usia dini di Kalteng akhir-akhir ini kembali disorot sebab dinilai masih tinggi. Kondisi itu memerlukan upaya segenap pihak agar dapat menurunkan angka kasusnya. Salah satu pihak yang berperan aktif dalam tugas tersebut adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Kalteng. Perangkat daerah ini yang punya kewenangan besar di tingkat provinsi dalam upaya menekan angka kasus pernikahan dini.
Kepala DP3APPKB Provinsi Kalteng dr Linae Victoria Aden mengatakan usia minimal menikah di Kalteng berada di usia 21 bagi perempuan dan 25 bagi laki-laki. Hal itu telah ditetapkan oleh gubernur Kalteng dengan membuat surat edaran dengan harapan agar masyarakat yang boleh menikah telah menyelesaikan pendidikan wajibnya 12 tahun. Ia juga menjelaskan bahwa sudah sebaiknya menikah dilakukan pada saat sudah matang baik fisik dan psikis.
“Kami enggak bisa bayangkan kalau ternyata masih usia anak tapi sudah melahirkan anak, anak melahirkan anak, jadi ketika masih usia anak tapi sudah menikah, itu dampak ke depannya tidak bagus,” jelas Linae pada acara seminar bertajuk Bebas Bergaul Bukan Berarti Pergaulan Bebas yang diadakan di sebuah kafe, Sabtu (17/12).
Saat ini, beber Linae, pihaknya punya pekerjaan rumah (PR) besar dalam menekan angka kasus pernikahan usia anak di Kalteng. Sebab, Kalteng masih menempati peringkat tertinggi untuk perkawinan usia anak di Indonesia. Pada tahun 2021 lalu, ujar Linae, Kalteng masih menempati peringkat ke-5 kasus pernikahan dini se-nasional.
“Kabarnya tahun ini (2022, red) juga masih jelek, belum ada disampaikan data rincinya, mungkin sesudah tahun 2023 ini kita sudah tahu peringkat ke berapa kita sekarang dalam pernikahan usia anak,” jelasnya kepada duta genre dari seluruh kabupaten/kota se-Kalteng yang mendominasi sebagai peserta seminar itu.
Linae juga membeberkan beberapa waktu lalu sempat dilakukan penelitian bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahwa Kalteng menempati posisi ke-3 tertinggi, namun pihaknya masih belum menerima hasil penelitian tersebut.
Ia pun membandingkan ke tahun-tahun sebelumnya yang malah lebih tinggi lagi. Beberapa tahun yang lalu, lanjut Linae, sampai dengan tahun 2020 Kalteng menempati peringkat ke-2 dalam angka perkawinan usia anak.
“Peringkat dua itu bukan peringkat yang bagus kalau perkawinan usia anak. Karena berarti banyak anak-anak yang masih belum matang fisik dan psikisnya dia kemudian menikah,” jelasnya.
Linae menegaskan keadaan itu menjadi PR bagi segenap pihak, khususnya pihak-pihak yang punya koridor tugas berhubungan erat dengan hal ini. Ia juga mengatakan kepada para duta genre yang hadir dalam pertemuan itu agar dapat membantu DP3APPKB bersama dengan instansi terkait untuk memberikan informasi, edukasi, dan sosialisasi kepada rekan sebayanya demi mencegah pernikahan dini.
“Jadi edukasi kepada teman-temannya. Ini karena ternyata seusia kalian lebih sering curhatnya ke teman-teman, daripada curhat ke bapak ibunya, jadi melalui anak-anak genre yang ada di sini membantu kami untuk menginformasikan kepada teman-teman sebaya bahwa yang menjadi tujuan utama adalah belajar dulu, raih cita-cita dulu, songsong masa depan dulu, nikahnya nanti,” jelas Linae.
Linae juga menegaskan, sesuai dengan usia pernikahan di Kalteng yang telah ditetapkan gubernur melalui surat edaran, jika dibandingkan dengan aturan nasional yang mensyaratkan usia minimal 18 tahun bagi perempuan dan 20 tahun bagi laki-laki, gubernur membuat edaran gubernur dengan mensyaratkan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki dengan harapan anak-anak sudah menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu. “Jadi bukan buru-buru menikah ya, bukan buru-buru karena sudah kadung cinta urusan nanti sesudahnya tidak usah dipikirkan, jangan seperti itu,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan pernikahan usia anak dapat berisiko terjadi KDRT. Itu karena kedua pasangan masih labil dan sedang aktif-aktifnya bergaul, namun tiba-tiba harus mengurusi istri yang lagi hamil.
“Maka dari itulah, karena pernikahan anak KDRT rentan, perceraian rentan, dan ada lagi yang jelek, di situ menjadi asal muasal stunting. Yang pasti bahwa melalui kalian semua (genre, red), menitipkan pesan agar selalu diingatkan anak-anak kita agar terus belajar dan fokus menyongsong masa depan, menikah harus pada usia yang matang,” tandasnya.
Puput Notasia, Duta Genre Kalteng 2022 Putri, yang hadir langsung dalam acara seminar itu menuturkan terkait pencegahan pernikahan dini di kalangan remaja, sangat penting bagi para remaja untuk membangun pemahaman mengenai keluarga berencana agar dapat menjadi generasi yang berencana ke depannya. Sehingga lebih hati-hati dalam mengambil keputusan, khususnya perkara pernikahan.
Wanita berparas ayu itu berpesan agar remaja dapat merencanakan kehidupan mereka ke depannya agar terbentuknya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), karena adanya NKKBS, maka dapat terbentuklah keluarga kecil bahagia sejahtera.
“Maka dari itu kita sebagai remaja Indonesia harus smart dalam bertindak, smart dalam mengambil tindakan, dan smart dalam menentukan baik-buruk,” tambahnya.
Puput juga mengajak teman-teman seumurannya untuk menjadi generasi yang punya rencana dalam setiap aspek kehidupan.
“Jadilah generasi yang memiliki perencanaan dalam setiap aspek kehidupannya dan juga melihat dari berbagai sudut pandang yang artinya melihat apa yang akan kita lakukan, kita akan memilih suatu hal, jadi kita harus melihat apa saja dampak-dampak yang akan ditimbulkan,” tutupnya.(ram)