Bagi Nafis, menghabiskan waktu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an merupakan hal biasa. Kesehariannya merupakan bagian dari proses perjalanan dalam meraih mimpinya menjadi hafiz.
FITRI SHAFA KAMILA, Palangka Raya
SAPAAN hangat kepada ustazah saat memasuki ruang kantor, menggambarkan sikap sopan santun yang tertanam pada diri anak laki-laki bernama Muhammad Nafis itu.
Caranya bersalam dengan mengatupkan kedua tanga di depan ustazah untuk menghindari sentuhan fisik, merupakan gambaran jelas bagaimana sekolah mendidik karakter anak dalam menjaga kontak fisik antara laki dan perempuan.
Anak kelas 2 Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Asy Syaamil itu masih sangat belia. Namun, tata caranya dalam menyapa orang dewasa dan berbeda jenis kelamin begitu mengesankan.
Sambutan hangat dan senyum ramahnya menyapa penulis saat itu, tampak begitu tulus.
Nafis merupakan salah satu dari generasi muda yang bercita-cita menjadi penghafal Al-Qur’an. Ketika berbincnag-bincang dengan saya (penulis, red), ia mengungkapkan alasannya ingin menjadi seorang hafiz.
“Awalnya karena permintaan abi (ayah, red) dan umi (ibu, red), tetapi setelah dijalani, aku malah suka hafalan,” ucapnya dengan semangat kepada Kalteng Pos, Selasa siang (11/3/2025).
Bocah yang akrap disapa Nafis itu mengatakan, sejauh ini ia sudah menghafal dua juz dan sedang berusaha menyelesaikan hafalan satu surat lagi untuk juz ketiga.
Selain di sekolah, abinya membiasakannya untuk murajaah hafalan pada beberapa waktu. Seperti setelah salat Subuh, salat Magrib, dan salat Isya. Namun, karena menyesuaikan kerjaan jadi dilakukan tiap selesai salat Subuh.
Keseruan aktivitas di sekolah tidak pernah membuat anak usia 8 tahun ini mengeluh. Dipandu ustaznya dalam menghafal, Nafis berusaha melafalkan ayat demi ayat.
Ketika ditanya apakah memiliki metode khusus dalam menghafal, ia menggelengkan kepala. Meski begitu, selama ini proses menghafalan lancar-lancar saja.
Kegiatan sekolah dari pukul 07.00-11.00 WIB difokuskan untuk membangun karakter dan menanamkan nilai-nilai Islami melalui pelajaran sejarah nabi-nabi, tauhid, amalan praktik akhlak, hingga pengajaran tentang kodrat tiap manusia sebagai laki-laki dan perempuan.
Dari sekian banyak mata pelajaran itu, Nafis mengaku menyukai pelajaran tauhid, karena ustaznya menyenangkan dan materi yang diberikan mudah diingat.
Selain pelajaran di bidang keagamaan, Nafis juga menyukai pelajaran yang bersifat eksperimen, sejalan dengan cita-citanya yang ganda, yakni menjadi ilmuwan sekaligus seorang hafiz Al-Qur’an.
Buah hati pasutri Radi dan Khoirunisa ini juga aktif mengikuti perlombaan yang diadakan sekolah, seperti lomba puisi dan lomba cerdas cermat.
Meski tidak pernah juara, tetapi ia sangat senang bisa terlibat dalam perlombaan, karena dapat membangun kepercayaan diri sekaligus seru-seruan bersama teman-teman.
Sebagai anak pertama, Nafis ingin bisa membanggakan abi dan umi dengan menghafal semua juz Al-Qur’an.
“Nafis mau jadi anak sholeh yang berbakti buat abi dan umi,” tuturnya sambil tersenyum.
Seperti agama yang telah menjadi fondasi dalam hidupnya, sekalipun ia punya mimpi menjadi ilmuwan, hafalan Al-Qur’an tak akan lekang dari kehidupannya.
Meskipun sehari-hari sang abi harus bekerja dan ibunya sibuk mengurus adik laki-laki, Nafis tidak berkecil hati dan merasa kekurangan kasih sayang. Justru ia tetap merasakan kehangatan cinta dalam keluarganya.
Pada akhir pekan, biasanya mereka mengisi waktu libur dengan pergi ke kolam renang. Kadang kala mereka menghabiskan waktu untuk berolahraga bersama, seperti bermain bulu tangkis dan sepak bola. (bersambung/ce/ram)