Ngobrolin Alam, Melestarikan Satwa Langka
Orang utan merupakan satwa langka yang dilindungi. Perlu peran semua pihak untuk melestarikan spesies dengan nama ilmiah Pongo pygmeus ini. Kampanye untuk mengajak masyarakat agar tidak menjerat dan menyakiti satwa langka ini pun terus digaungkan.
AKHMAD DANI, Palangka Raya
TIAP 19 Agustus diperingati sebagai Hari Orang Utan Sedunia. Momentum ini menjadi kesempatan menggerakkan semua pihak untuk ikut terlibat melestarikan spesies menakjubkan ini. Demi mewujudkan itu, perlu edukasi yang tanpa henti kepada semua kalangan. Karena jika satu spesies punah atau terancam eksistensinya, kestabilan ekosistem alam akan terganggu.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng bekerja sama dengan Borneo Nature Foundation (BNF) memperingati Hari Orang Utan Sedunia dengan menggelar kegiatan bertajuk Hajatan Orangutan 2022 pada siang hari sejak 20 Agustus. Kegiatan tersebut menjadi media edukasi kepada segenap pihak agar peduli dengan kelestarian alam dan orang utan khususnya, yang notabene berpengaruh pada keseimbangan alam.
Kegiatan dirangkai dengan pementasan teater, tarian budaya, melukis, pameran foto, dan lomba mewarnai tingkat SD se-Kota Palangka Raya. Tentu saja tema yang dibawakan pada setiap rangkaian adalah alam secara luas dan orang utan secara khusus. Yakni aspirasi dari manusia terhadap kondisi alam yang sudah mulai terganggu dan spesies langka macam orang utan yang keberadaannya terancam.
Kegiatan tersebut diikuti oleh anak-anak yang mengikuti lomba mewarnai, sekumpulan remaja Pramuka dari Saka Wanabakti, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Palangka Raya, para pegiat lingkungan dari beberapa organisasi, serta masyarakat umum. Kegiatan ini digelar di halaman Kantor BKSDA Kalteng.
Kepala BKSDA Kalteng Nur Patria Kurniawan mengatakan, sejauh ini tidak terjadi persoalan dalam hal populasi orang utan. Tidak terdapat penurunan populasi.
“Populasi tidak ada masalah, enggak menurun, stagnan di 23.200-an. Bahkan, contoh kelahiran yang di SM (Suaka Margasatwa) Lamandau itu kan dari kurun waktu 10 tahun, terdapat 104 ekor individu yang lahir, artinya itu recording untuk perkembangan,” tuturnya.
Namun Nur selaku pihak yang terlibat langsung dalam usaha konservasi orang utan, tantangan yang dihadapi dalam upaya konservasi orang utan adalah perburuan dan perdagangan ilegal serta deforestasi yang mengganggu habitat satwa.
“Tantangan dalam konservasi yakni orang utan dipelihara dan diperdagangkan bahkan sampai ke luar negeri untuk alasan kesukaan dan sebagainya. Kedua, ketika hutan sudah berimpitan dengan pemukiman, perkebunan, dan lahan-lahan, padahal sebenarnya orang utan yang duluan loh di situ, tetapi ketika ada permasalahan, selalu orang utannya yang disalahkan, ini jadi tantangan,” jelasnya.
Nur berharap masyarakat bisa hidup berdampingan dengan orang utan, mengingat spesies tersebut punya tempat tinggal yang semestinya. “Pesan saya, tolong hidup berdampingan dengan orang utan, karena sebenarnya duluan dia loh daripada kita, sehingga kalaupun diambil nanasnya, diambil satu dua buah, ya enggak usahlah terus disakiti,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak menjadikan orang utan sebagai satwa peliharaan dan diperdagangkan. Pihaknya juga berpesan kepada berbagai pihak, khususnya pemerintah dan perusahaan yang berpotensi dapat bergesekan dengan lingkungan hidup orang utan, bahwa menjaga kelestarian orang utan tidak bisa dilakukan sendiri. Perlu kesadaran dan kerja sama semua pihak.
“Mengenai pelestarian, jika ketemu orang utan yang telantar atau ketemu anak orang utan yang diperjualbelikan dan sebagainya, segera laporkan ke call center BKSDA Kalteng agar bisa ditangani segera,” tambahnya.
Di tampat yang sama, Ketua Pengurus BNF Juliarta Bramansa Ottay menyebut, melalui kegiatan ini diharapkan berbagai pihak, khususnya generasi muda, dapat lebih mengenal orang utan dan mencintai keberadaannya.
“Kita investasi ke generasi muda, anak-anak, untuk mulai mengenal orang utan, kenapa itu dianggap penting, karena mudah-mudahan dengan makin mengenal, ke depannya mereka punya bentuk hubungannya sendiri dengan orang utan,” ucapnya.
Sementara itu, talk show bertajuk Ngobrolin Alam (Ngobral) pada acara Hajatan Orangutan 2022 dihadiri Ketua Tim Penggerak PKK Kalteng sekaligus pemerhati satwa Ivo Sugianto Sabran sebagai salah satu narasumber.
Dalam kesempatan itu Ivo membeberkan jumlah taman nasional yang ada di Kalteng beserta populasi orang utan di dalamnya.
“Ada tiga taman nasional, kalau salah mohon koreksi ya, yakni Taman Nasional Sebangau, Taman Nasional Tanjung Puting, dan Taman Nasional Bukit Raya yang mana memiliki populasi orang utan terbesar di Indonesia. Terdapat 23.000 individu, bukan ekor. Karena orang utan ini masuknya ke dalam kera, bukan monkey, jadi kita sebutnya bukan 23.000 ekor, tapi 23.000 individu,” bebernya, disambut tepukan tangan peserta kegiatan.
“Jadi, karena itulah Kalteng punya populasi orang utan terbesar di Indonesia. Tentu sudah wajib hukumnya sebagai masyarakat Kalteng turut melestarikan keberadaan orang utan ini, supaya terhindar dari kepunahan, supaya ke depan anak cucu kita nanti, bapak ibu sekalian, adik-adik sekalian, masih bisa melihat orang utan asli Kalteng,” tambahnya.
Mengenai pentingnya orang utan bagi manusia dan mengapa segenap pihak harus menjaganya bersama-sama, Ivo menjelaskan, dengan eksistensi orang utan, keseimbangan alam dapat terjaga. Apabila orang utan punah, maka bisa berpengaruh pada kestabilan ekosistem. “Sebenarnya bukan hanya dilihat dan juga untuk tujuan wisata, karena eksistensi orang utan ini sebenarnya untuk menjaga kestabilan alam, untuk menjaga ekosistem. Kalau misalnya sudah punah, akan sangat berbahaya, berpengaruh pada keseimbangan ekosistem,” tuturnya.
Meski TP-PKK Kalteng tidak memiliki keterkaitan langsung dengan pelestarian satwa, Ivo memastikan bahwa organisasi ini turut berperan dalam upaya pelestarian orang utan. (*/ce/ala/ko)