Bagi Desi, membaca membantunya melatih imajinasi. Dari apa yang dibaca, ia terlatih untuk menggambarkan suasana atau situasi yang terjadi. Baginya, membaca sesuatu yang menyenangkan. Candu itu pun menular ke anak-anaknya.
RIDANI, Palangka Raya
USIANYA boleh menua, tapi semangat membaca masih tetap membara. Itulah yang tergambar dari sosok Desi Yubilate. Perempuan berusia 38 tahun itu menjadi pengunjung rutin perpustakaan di bawah Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispursip) Kota Palangka Raya.
Saat mengunjungi perpustakaan, terkadang Desi membawa serta tiga anaknya. Candu membaca buku pun menular ke buah hatinya. Perpustakaan kota, menurut dia, merupakan tempat yang nyaman. Tak hanya karena banyaknya koleksi buku yang bisa dibaca, tapi juga ada arena bermain untuk anak-anak.
Meski rutin mengunjungi perpustakaan kota untuk membaca buku, ternyata perempuan bergelar magister pendidikan itu juga mengoleksi banyak buku di rumahnya. Mulai dari buku terkait cara mendidik anak dan komunikasi keluarga, buku-buku rohani, buku fisika anak-anak, buku kebijakan publik, hingga buku-buku cerita dan dongeng. Maklum saja, suami dan anak-anaknya juga pencinta literasi.
“Saya mewajibkan anak-anak membaca satu halaman buku sebelum tidur,” ucapnya saat berbincang dengan Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.
Baginya buku merupakan sumber ilmu. Yang ingin dicari bisa ditemukan dengan membaca buku. Buku pun menjadi sumber inspirasi. Menurut Desi, ketika membaca buku, ia selalu menemukan sudut pandang berbeda dari pengalaman orang yang menjadi tokoh cerita dalam buku.
Kegemaran Desi membaca buku telah muncul sejak duduk di bangku sekolah dasar. Orang tuanya, Drs Andres Dehen dan Core S Andung yang mengenalkannya dunia literasi. Ada banyak koleksi novel, komik, dan majalah di rumah orang tuanya. Belum lagi koran yang tiap pagi diantar oleh loper. “Saya penasaran melihat semua itu, akhirnya ketagihan membaca,” ungkap ASN yang bekerja di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Palangka Raya ini.
Hal yang selalu menjadi kebiasaan di keluarga kecilnya adalah selalu meluangkan waktu untuk membaca kala berkumpul di rumah. Menurutnya, gerakan literasi dalam keluarga sangatlah penting. Sebab, keluarga merupakan lembaga pendidikan informal yang memiliki peran penting dalam pengembangan literasi. Keluarga, terutama ibu merupakan wadah pendidikan pertama anak-anak, yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan mereka ke depannya.
Oleh karena itu, alumnus teknik informatika Universitas Pelita Harapan Jakarta tahun 2011 itu sangat menekankan pentingnya menanam dan merawat budaya literasi dalam keluarga kecilnya. Tak heran, ketiga anaknya yang masing-masing berusia 11, 9, dan 6 tahun begitu senang dan menikmati membaca buku. Bahkan mereka punya koleksi buku favorit masing-masing.
“Kalau anak yang nomor dua, selain buku cerita, sekarang lagi suka belajar bahasa Jepang dan Mandarin,” ungkap istri dari Leono Epatha itu. (ce/ram)