Site icon KaltengPos

Harapkan Keselamatan dan Kebahagiaan Sepanjang Tahun

RITUAL: Seorang bhante memimpin proses ritual tolak bala yang dilaksanakan di Vihara Avalokitesvara, Jalan Tjilik Riwut Km 9, Palangka Raya, Selasa (24/1/2023). FOTO: ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

Umat Buddha di Palangka Raya melaksanakan ritual tolak balak memasuki Imlek 2574 Kongzili. Dalam ritual itu dipanjatkan doa untuk keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Vihara Avalokitesvara.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

 

MOMENTUM Imlek menjadi waktu yang tepat bagi umat Buddha untuk membersihkan diri. Ritual dilaksanakan di Vihara Avalokitesvara, Jalan Tjilik Riwut Km 9, Palangka Raya, Selasa (24/1). Beberapa umat Buddha mengikuti ibadah chau tu atau dengan nama lain doa kebahagiaan dan keselamatan.

Dua orang bhante (biksu) memimpin ritual itu. Dimulai dengan menyalakan dupa dan menyiapkan beberapa jenis makanan di altar. Ritual yang diikuti kaum bapak, ibu, remaja, dan anak-anak ini berjalan khidmat.

Di pertengahan ritual, salah satu biksu memercikkan air ke atas kepala umat dan beberapa percikan lagi ke arah teras vihara.

“Itu air berkah, karena air itu dianggap suci, bertujuan untuk menjernihkan pikiran di saat umat membaca doa, dengan harapan air berkah ini dapat memberikan keberkahan kepada seseorang yang mendapat percikan, sehingga bisa menyadari kekurangan dan kesalahan,” ucap Bhante Nyanavira saat dibincangi usai ritual.

Ia mengatakan, ritual keagamaan di awal tahun baru ini sangat penting, bertujuan untuk melantunkan doa keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan menjalani kehidupan setahun ke depan. Umat Buddha disarankan melaksanakan puja bakti atau berdoa, memberikan penghormatan kepada makhluk-makhluk yang dianggap suci yang melakukan perbuatan yang baik.

“Maka kami patut meniru dan menghormati beliau-beliau itu dengan melaksanakan ibadah ini,” tuturnya.

Rangkaian ibadah diawali dengan penghormatan kepada para Buddha dan mahluk suci yang dianggap luar biasa baik. Selanjutnya mempersembahkan makanan, dalam arti manusia dengan kemurahan dan kelengkapan dianjurkan untuk dapat berbagi.

“Ada enam macam makanan, di antarannya nasi, sayur, dan air, tidak boleh memberikan persembahan dalam bentuk daging, dalam artian makanan dari hasil membunuh,” kata pria 45 tahun ini.

Doa yang dipanjatkan dalam ritual itu, lanjutnya, berbeda dengan doa sehari-hari. Doa yang dilantunkan dalam ritual ini adalah doa dan harapan untuk setahun ke depan. Dengan harapan mendapatkan kekuatan perilaku dan kebaikan melalui pikiran dan badan sehingga memberikan dampak positif ke depannya.

“Kami selalu menjernihkan dan menyucikan pikiran ke arah yang baik. Bagaimana caranya sampai akhir tahun bisa menjaga itu tetap baik,” ungkap pria yang mengaku sudah 20 tahun menjadi biksu.

Ibadah dilaksanakan dua kali, yakni pagi dan siang. Selepas ibadah, umat mengikuti ritual mandi bunga yang dimandikan secara langsung oleh biksu. Dengan mandi air kembang umat Buddha yakin bahwa segala bentuk kotoran, keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin bisa berkurang.

“Mandi bunga ini untuk menyucikan diri, walaupun kita adalah manusia tidak sempurna, tapi kita tetap berusaha menjadi yang lebih baik,” ucap pria asal Padang itu.

Untuk ritual mandi ini, umat Buddha menggunakan semua peralatan serbabaru. Begitu pun usai mandi. Mereka akan menggunakan pakaian baru.

“Dengan memanjatkan doa dan menggunakan pakaian baru, ada suatu keyakinan dan harapan mendapatkan keselamatan jiwa,” tutupnya. (*/ce/ala)

Exit mobile version