Mengenal Piet Johanes Dadie, Penyusun Kamus Bahasa Dayak Ngaju Disertai Tata Bahasanya
Berawal dari keprihatinan terhadap penggunaan bahasa Dayak Ngaju yang sudah mulai memudar, pensiunan PNS berhasil mengisi hari tuanya dengan menciptakan kamus bahasa Dayak Ngaju, lengkap dengan tata bahasanya.
ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
DUA buku karya Piet Johanes Dadie, Qamus Quatek Dayak Ngaju-Bahasa Indonesia dan Ximpun Qutaek Dayak Ngaju, menjadi kado spesial untuk peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-77 kemerdekaan RI tahun 2022. Kamus bahasa Dayak Ngaju dan tata bahasanya itu disusun Piet selama 12 tahun lamanya.
Menjelang pensiun pada 2010 lalu, Piet terpikirkan untuk mempelajari bahasa Dayak Ngaju. Keinginan itu muncul setelah pengamatannya bahwa bahasa Dayak Ngaju tidak lagi dilafalkan secara murni, tapi sudah bercampur dengan bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Banjar.
Rasa kepeduliannya terhadap bahasa Dayak Ngaju mendorongnya makin bersemangat untuk mempelajarinya. Dua tahun kemudian, pria kelahiran Buntok yang mengabdi di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Lamandau itu memasuki masa purnatugas. Hari-harinya setelah pensiun ia gunakan untuk lebih memperdalam dan mencoba menciptakan kosa kata bahasa Dayak Ngaju yang tidak ada sebelumnya.
Dua buku ini tidak dapat terpisahkan. Qamus Quatek Dayak Ngaju-Bahasa Indonesia merupakan kamus bahasa Dayak Ngaju-Indonesia yang berisikan 7.954 suku kata, lengkap dengan contoh-contohnya. Sementara Ximpun Qutaek Dayak Ngaju merupakan buku yang memuat tata bahasa, yang terdiri dari enam bab.
“Kedua buku ini tidak terpisahkan, karena merupakan satu kesatuan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” kata Piet saat ditemui Kalteng Pos di kediamannya, Jalan Temanggung Tilung, Palangka Raya, belum lama ini.
Piet menyebut bahwa kedua buku tersebut sudah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan sudah dikeluarkan surat pencatatan ciptaan pada 11 April 2022 lalu. Dengan demikian, Piet telah mengantongi hak cipta atas kedua buku tersebut.
“Buku ini merupakan hadiah untuk saya di tahun ini, pada HUT ke-77 kemerdekaan RI, saya berhasil mencatatkan karya saya melalui dua buku, yakni kamus bahasa Dayak Ngaju dan tata bahasanya ini,” ucapnya.
Kamus ini diciptakan berbeda dengan kamus-kamus pada umumnya. Tak seperti kamus bahasa Indonesia-Inggris atau sebaliknya. Pada umumnya kamus disusun berdasarkan alfabet. Namun kamus karya Piet ini justru disusun berdasarkan kelompok.
“Misal, kelompok kedokteran, maka di dalam kamus ini akan dibeberkan istilah-istilah dan bahasa yang ada di kelompok kedokteran, seperti penyakit, alat-alat yang berkaitan dengan dunia kedokteran, dan lainnya,” katanya.
Pria kelahiran tahun 1953 itu menyebut tidak mudah baginya menyusun kamus bahasa Dayak Ngaju dan tata bahasa. Lantaran dalam beberapa tahun pertama mempelajari bahasa Dayak Ngaju, ia tidak menemukan bahasa baku dari bahasa Dayak Ngaju.
“Itulah yang jadi kendala saya, bagaimana saya bisa menciptakan kosa kata Dayak Ngaju yang sebelumnya tidak ada, sehingga bahasa Dayak Ngaju bisa disusun menjadi kalimat tanpa ada campuran dari kosa kata bahasa lain,” tegasnya.
Ia pun akhirnya mempelajari ilmu estetika untuk menciptakan sebuah kosa kata. Tidak sembarangan. Namun memang boleh menciptakan bahasa menggunakan ilmu estetika. Meski latar belakang pendidikannya adalah ilmu administrasi negara, tapi Piet punya semangat untuk mempelajari ilmu demi menghasilkan kamus bahasa Dayak Ngaju ini.
“llmu estetika itu apa yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan dirasa, pantaskah, baikkah, itulah yang saya gunakan. Ilmu estetika ini boleh digunakan untuk menciptakan kosa kata,” ujar Piet.
Selama proses penyusunan, ia juga melakukan survei ke daerah-daerah dan mengikuti sejumlah kegiatan. Pada beberapa kesempatan ia juga mempelajari bahasa-bahasa yang digunakan dalam pertemuan orang-orang Dayak Ngaju. Penyusunannya pun bertahap. Mulai dari mencatat, mengetik menggunakan mesin tik, hingga menginput menggunakan laptop.
“Awalnya saya mencatat, kemudian mulai menggunakan mesin tik, karena dahulu belum ada komputer, tapi lama-lama mulai menginput kata demi kata menggunakan laptop,” kata pria berusia 69 tahun ini.
Piet berharapan dengan adanya kamus ini dapat memberikan pengetahuan dan ilmu kepada generasi muda suku Dayak Ngaju. Diharapkan pula generasi penerus dapat menggunakan bahasa Dayak Ngaju dalam berkomunikasi sehari-hari, sehingga bahasa Dayak Ngaju tetap lestari alias tidak punah.
“Dengan buku ini, harapan saya generasi muda mengetahui bahasa Dayak Ngaju, saya ingin kenalkan bahasa Dayak Ngaju versi Piet, ada kamus lengkap dengan tata bahasanya,” tegasnya.
Bukunya masing-masing sudah dicetak 100 eskemplar pada cetakan pertama. Beberapa sudah terjual di kalangan orang-orang terdekat. Piet berharap ke depannya buku karyanya ini makin dikenal luas dan dapat diperjualbelikan, meski ia sadar bahwa itu memerlukan waktu yang cukup lama. (*/ce/ala/ko)