Festival Pangan Hutan Se-Kecamatan Kahayan Tengah
Ancaman krisis pangan di masa depan tidak mengada-ada. Banyak pakar mengatakan hal demikian. Kemandirian pangan begitu dibutuhkan. Misal, memanfaatkan pekarangan untuk bercocok tanam. Atau tidak mengunduli hutan yang merupakan “supermarket” pangan.
AGUS PRAMONO, Pulang Pisau
“Ini semua bahannya dari hutan,” ucap ibu-ibu kepada Camat Kecamatan Kahayan Tengah Siswo dan rombongan. Delapan jenis masakan lokal khas suku Dayak dihidangkan pada panci prasmanan persegi panjang berbahan stainless. Ada sayur rebung, umbut rotan, kandas sarai lauk lais, kandas potok lauk behau, tanak saluang, dan pais belida dengan bua lakum.
Para tamu yang datang tak sabar untuk mencicipi. Mengambil piringan kecil di ujung hidangan, di samping termos seukuran galon berisi nasi. Mengambil menu masakan yang diinginkan, lalu menikmatinya dengan lahap. Saya (penulis, red) memilih kandas potok lauk behau. Makanan yang selalu saya rindukan saat pergi ke desa-desa di Kalimantan Tengah (Kalteng). Potok adalah nama lokal dari kecombrang, sedangkan kandas adalah sambal. Diolah dengan tambahan potongan ikan behau.
Aneka makanan lokal itu tersaji di Festival Pangan Hutan Lembaga Pengelola Hutan Desa 2022 se-Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau. Acara digelar di tanah lapang pinggir jalan trans kabupaten yang menghubungkan Palangka Raya-Buntok. Persis di tepi Danau Sabuah, Desa Tuwung. “Saya masak sayur rebung ditambah ikan haruan bakar,” ucap Raya Patmajeni, salah satu peserta festival. “Semuanya enggak ada yang beli, melainkan cari di hutan,” tambah perempuan berusia 40 tahun itu sembari menyodorkan ikan haruan bakar untuk saya cicipi.
Raya menyebut, sampai saat ini hutan di Desa Tuwung masih terjaga. Begitu luas. Kalau untuk soal bahan pangan, tidak akan kekurangan. “Sekalipun ada krisis pangan, kami masih bisa makan,” sebut ibu rumah tangga sekaligus guru olahraga di SDN 2 Tuwung itu.
Lantas bagaimana peran masyarakat, terutama kaum ibu dalam menjaga hutan agar tetap lestari? Lulusan PGSD Universitas Palangka Raya (UPR) tahun 2017 itu menyebut, warga desa begitu memahami bagaimana cara melestarikan bahan pangan yang ada di hutan. Sebagai contoh, tidak sembarangan menebang pohon dan mengambil bahan pangan atau tumbuhan seperlunya. “Ibu-ibu sendiri juga sudah memulai menanam berbagai jenis sayuran di pekarangan,” pungkas ibu tiga anak ini.
Sembari menikmati tanak saluang, Camat Kahayan Tengah Siswo mengapresiasi langkah Lembaga Pengelola Hutan (LPHD) yang menggelar festival pangan hutan. Pria yang diajak merantau dari tanah kelahirannya, Lamongan, sejak berusia 7 tahun itu menyebut, festival pangan hutan ini dimaksudkan untuk membuka mata semua masyarakat, bahwa hutan merupakan lumbung pangan yang wajib dilestarikan. Banyak bahan pangan dan tumbuhan obat-obatan hidup di hutan. “Kalau bukan kita (melestarikan hutan, red), siapa lagi?” ucapnya.
Tak hanya olahan makanan, pada acara yang digelar Kamis (21/7), juga terdapat stan-stan yang menyuguhkan hasil karya kerajinan tangan dari ibu-ibu dan para remaja. Ada kerajinan bunga yang dibuat dari sampah plastik. Ada ukiran dari kayu gaharu. Ada hasil kerajinan dari purun dan rotan. Macam-macam pokoknya. Pengunjung yang hadir juga disuguhi pentas musik dan tarian tradisional yang dibawakan oleh anak-anak desa setempat. Ada juga aksi pantomim dari Abdul Khafidz yang berpakaian serbaputih, sembari membawa cangkul layaknya seorang petani.
Tujuan acara ini digelar untuk mengajak semua masyarakat, khususnya di desa-desa untuk terus melestarikan hutan demi kemandirian pangan.
Untuk diketahui, hutan desa yang ada di Kecamatan Kahayan Tengah sangat luas. Sekitar 14.392 hektare dari 12 desa. Ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.10388/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.O/12/2019. Desa Tuwung sendiri memiliki hutan desa seluas 1.297 hektare.
Ketua LPHD Tuwung Kamison menyebut, festival ini merupakan pertama kali digelar. Meski tampak sederhana, tapi ia meyakini yang dilakukan oleh pengurus dan anggota LPHD se-Kecamatan Kahayan Tengah penuh makna.
Festival ini juga menjadi bukti nyata jika hutan mempunyai banyak potensi yang bisa mendukung kemandirian pangan di tengah ancaman krisis pangan dunia. “Hutan di Kalteng khususnya di Kahayan Tengah menyimpan banyak potensi,” ujar pria berusia 44 tahun itu.
Meski kekayaan hutan masih melimpah, pria yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan tradisional itu mengajak warga desa untuk tidak terus menggantungkan hidup dari hasil hutan. Warga pun memahami pemikiran itu. Buktinya, lanjut Kamison, ada yang sudah mulai membudidayakan ikan. Membudi daya lebah madu. Juga menanam sayur-sayuran di pekarangan rumah. “Itu semua sudah dipraktikkan, bahkan ada yang sudah menghasilkan,” sebutnya.
Di tempat yang sama, Penyuluh Kehutanan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kahayan Tengah Nikolaus Dandy menyampaikan, pihaknya bersama Borneo Nature Foundation (BNF) Indonesia dan pemerintah desa selama ini terus memberikan pendampingan kepada warga dalam hal melestarikan hutan maupun memanfaatkan hasil hutan sebagai pangan.
“Saat ini lebih banyak kegiatan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan, mengajarkan warga bagaimana menanam sayuran, membudi daya lebah, dan memanfaatkan hasil hutan untuk kehidupan sehari-hari tanpa harus merusak hutan,” ungkapnya.
Potensi yang ada di hutan memang begitu melimpah. Warga menyebutnya sebagai “supermarket”. Kebutuhan pangan semua ada di hutan. Warga tak takut kelaparan selagi hutan masih tetap hijau. (*/ce/ko)