Selepas Ayah H Muhammad Qurthubi wafat, jemaah Tarekat Junaidiyah berembuk untuk menentukan lokasi makam almarhum. Ada rencana dimakamkan di Bengaris. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, rencana itu diurungkan. Begitu pun dengan lokasi lahan di Marang.
IRPAN JURAYZ, Palangka Raya
SALAH satu murid Ayah Qurthubi, Shaleh menceritakan bagaimana proses pencarian lokasi yang bagus untuk makam gurunya. Kala itu rapat digelar selepas salat Subuh. Dalam rapat itu, salah satu jemaah bernama H Muhsin memberi saran agar jenazah Ayah dimakamkan di samping masjid di kompleks Pondok Pesantren Raudhatul Jannah.
“Karena tanah itu direncanakan untuk tempat makam keluarga, kami pun menemui H Matran selaku pemilik tanah itu, dan beliau menyambut baik permintaan kami,” kata Shaleh.
Padahal semasa hidup Ayah Qurthubi pernah membeli tanah di Kelurahan Marang, Km 22, dengan luas 5 hektare (ha). Ayah punya cita-cita untuk membangun pondok pesantren di atas tanah itu, sekaligus menjadi tempat makamnya setelah wafat. Keinginan tersebut juga pernah disampaikan Ayah kepada sang istri, Umi Norjannah.
Shaleh mengaku, tiap minggu Ayah Qurthubi selalu ramai dikunjungi peziarah, karena Ayah merupakan sosok karismatik di mata para jemaah. Makam Ayah pernah dua kali dikunjungi oleh Habib Luthfi.
“Kini lantai makam sudah dipasang marmer dan batu nisan, sesuai pesan Habib Luthfi saat pertama kali berziarah ke makam Ayah. Saat Habib Luthfi berziarah kedua kalinya, kondisi makam sudah sesuai permintaannya,” tutur Sholeh.
Shaleh merupakan murid Ayah Qurthubi sejak tahun 1993, bersama dengan murid angkatan tertua yang ada di Palangka Raya.
Ia menjelaskan, makam Ayah Qurthubi kini ada di dua tempat. Hal ini terjadi karena ada ketidaksepahaman yang terjadi antara pihak keluarga yang menginginkan makam Ayah dipindahkan dengan pihak jemaah Tarekat Junaidiyah yang tua-tua, termasuk dirinya.
“Iya, terkait pemindahan makam itu baru-baru saja terjadi, sekitar tahun 2022, dan itu mendapat penolakan dari beberapa murid Ayah, karena alasan pemindahan makam tidak termasuk syarat dalam Islam untuk memindahkan makam, jadi kami menentang itu,” tegasnya.
Adanya niat pemindahan itu dikarenakan pada saat itu ia menjelaskan, bahwa makam dari Ayah dilarang oleh pemilik lahan untuk dijadikan tempat ziarah. Padahal Shaleh menjelaskan dilarang hal tersebut karena kala itu masih zaman Covid-19.
Umi Norjannah selaku mantan istri sekaligus murid Ayah menyebut bahwa rencana pemindahan makam oleh pihak keluarga karena ingin memenuhi keinginan almarhum. Karena setelah sekian tahun berjalan, akses jalan yang melewati tanah milik Ayah di Marang pun makin baik, bahkan kini sudah diaspal. Sejak 2008, lahan tersebut mulai dibersihkan dan dibenahi bertahap. Kemudian tahun 2010 dibuat parit, lalu 2011-2012 dibuat jembatan, pondok, dan aula.
Tahun 2013, badal Madyan Asih wafat dan dimakamkan di samping aula. Dua tahun kemudian dibangun kubah makam Madyan Asih. Kemudian pada 2020 dibangun musala dan tempat riyadhah. Setahun berikutnya (2021), dibangun kubah Ayah Qurthubi.
Umi Norjannah dan Abi Agus (suami Umi saat ini) bermaksud melaksanakan wasiat terkait makam Ayah Qurthubi. Terlebih Umi dan Abi sudah mendapat pesan secara rohani dari Ayah Qurthubi. “Sudah aku pindah, tolong buatkan makamku,” ucap Umi menirukan pesan Ayah Qurthubi.
Dengan adanya pesan itu, dan setelah segala sesuatu yang dibutuhkan siap, seperti batu nisan, atang (kijing), izin pemerintah setempat, dan persetujuan tertulis dari para ahli waris H Matran, maka pada bulan Sya’ban lalu (sekitar Maret 2022) pemindahan jasad Ayah Qurthubi dilaksanakan.
“Namun menjelang hari pelaksanaan, ada tujuh orang datang ke Dairuth Thariqah menemui Abi Agus dan Umi Norjannah. Di antaranya ada unsur pimpinan Ponpes Raudhatul Jannah dan murid Junaidiyah sendiri. Ketujuh orang itu menolak rencana pemindahan makam,” kata Umi.
Bahkan saat penjemputan jasad Ayah dari makam yang berada di kompleks Ponpes Raudhatul Janah, rombongan keluarga dihadang oleh penghuni ponpes. Bahkan pada proses berlangsung, MUI Kota Palangka Raya turut mengeluarkan surat keputusan (SK) yang berisi larangan untuk pemindahan makan Ayah Qurthubi.
Sebelumnya MUI Kota Palangka Raya sempat mencoba menyelesaikan sengketa ini. Pengurus MUI datang ke Dairuth Thariqah untuk tabayun. Setelah itu mereka berjanji untuk melakukan mediasi. Namun mediasi tak kunjung dilakukan. Dengan adanya penolakan tersebut, maka rencana pemindahan makam diurungkan. Peti dan batu nisan yang sudah disiapkan di lokasi pun disimpan kembali.
Memasuki bulan Ramadan, jemaah Junaidiyah di berbagai daerah mengadakan majelis Khotam 17 Ramadan. Demikian juga di markas Dairuth Thariqah di Palangka Raya. Sebelum Khotam dimulai, mereka melaksanakan tadarus Al-Qur’an. Di tengah-tengah tadarus, Umi didatangi oleh sosok Ayah Qurthubi.
“Dalam penglihatan itu, Ayah berpesan; Besok ya petiku masukan (liang lahat yang ada di Marang) batu nisanku ditancapkan, pasangkan kubahku, karena kalian dihalangkan untuk menjemputku (jasad), maka aku akan pindah sendirinya,” pesan Ayah sebagaimana diceritakan Umi.
Pada proses pemakaman, lanjut Umi, turun hujan yang begitu lebat. Dimulai dari pengantaran peti hingga dikuburkan di liang lahat. Namun setelah dibacakan doa, hujan langsung reda.
Umi juga menjelaskan, sebagai orang yang pernah hidup bersama HM Qurthubi, ia mempersilakan jemaah Tarekat Junaidiyah dan masyarakat untuk berziarah ke makam suaminya itu. Baik makam yang berada di Pondok Pesantren Raudhatul Janah maupun makam yang berlokasi di Kelurahan Marang. (*/ce/ala)