Site icon KaltengPos

Bermula dari Bajakah, Bentuk CBSO untuk Membina Ratusan Anak Didik

SMAN 2 UNTUK KALTENG POS

Siswa-siswi SMAN 2 Palangka Raya telah mengharumkan nama bangsa. Empat medali emas dibawa pulang dari ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Kota Seoul, Korea Selatan (Korsel). Di balik kesuksesan siswa-siswi SMAN 2 itu, ada kontribusi guru pembimbing bernama Herlita.

IRPAN JURAYZ, Palangka Raya

SALAH satu penemu obat kanker dari bajakah adalah guru biologi di SMAN 2 Palangka Raya. Namanya Herlita. Kini ia telah mengepalai sebuah perkumpulan khusus untuk peserta didik tingkat SD, SMP, dan SMA yang berminat dengan inovasi dan penelitian di bidang sains dan lingkungan. Semenjak bajakah viral tahun 2019 lalu, Herlita mendapat banyak permintaan dari orang-orang terdekat dan para orang tua murid. Herlita pun tergerak untuk membagikan pengetahuan dan keterampilannya kepada para peserta didik, selain di sekolah tempatnya mengabdi.

Herlita

Perkumpulan itu memang dibentuk agar bisa menampung peserta didik dari berbagai sekolah yang ada di Palangka Raya. Dibentuk tahun 2020 dan diberi nama Central Borneo Scientific Organization (CBSO). Kini Herlita menangani ratusan anak bina. Antusiasme untuk berkreasi terus bertambah tiap tahun, membuatnya merasa bangga.

“Karena saya yakin masih ada banyak siswa di Palangka Raya yang memiliki minat dan bakat untuk berkreasi di bidang sains,” tutur Herlita saat diwawancarai jurnalis Kalteng Pos di ruang guru SMAN 2 Palangka Raya, Selasa (15/8).

Rumah perkumpulan itu berpusat di Jalan RTA Milono Km 7 yang merupakan rumah pribadinya. Lulusan pascasarjana Universitas Palangka Raya itu mengaku dengan membentuk perkumpulan itu, makin luas akses yang didapatkan. Penelitian bisa dilakukan dengan memanfaatkan barang yang ada di sekitar. Seperti baru-baru ini, ia memanfaatkan kulit bawang yang dikombinasikan dengan jeruk nipis dan serai. Hasilnya efektif untuk membasmi kutu.

“Kadang kami menggunakan bahan yang ada di sekitar, seperti limbah atau buah yang beracun. Saat ini kami sedang mengeksplor bahan kearifan lokal, terutama bahan obat-obatan seperti bawang dayak,” sebut Herlita.

Kini ibu dua anak itu tengah membuat produk berupa bajakah. Juga sudah ada pengecekan dari pihak BPOM. Namun yang menjadi kendala adalah biaya untuk memenuhi syarat administrasi.

Bahkan produk yang digunakan sudah banyak digunakan masyarakat luas. Saat pandemi Covid-19 melanda Kalteng, Herlita pernah membuat ramuan herbal dari bajakah kuning untuk menekan virus tersebut. Lalu, baru-baru ini Herlita berhasil membawa anak didiknya mengikuti event di Korea Selatan. Ada empat tim yang berhasil mendapatkan medali emas.

“Dua tim kesehatan dan dua tim lingkungan, kami presentasikan inovasi kami, salah satunya produk olahan mi berbahan dasar bawang lemba, kami olah bawang itu menjadi mi sehat, puji syukur kami berhasil menyumbangkan empat emas,” ungkapnya.

Inovasi itu termotivasi dari celetukan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran yang menginginkan adanya mi berbahan dasar kearifan lokal. Alhasil Herlita dan anak binaannya berhasil menciptakan mi berbahan dasar bawang dayak yang dipresentasikan pada ajang WICO di Korea Selatan.

Prestasi internasional yang didapatkan bukan hanya di Korea, tetapi juga di Malaysia, Romania, Jepang, Amerika Serikat, India, Thailand, Taiwan, Nigeria, Turkey, Singapura, Kroasia, Inggris, dan Polandia.

Selama melakukan uji coba, Herlita sering menggunakan laboratorium Universitas Lambung Mangkurat dan Universitas Udayana Bali. Biayanya dari kantong pribadi. Karena itu, ia berharap ke depannya ada perhatian dari pemerintah.

“Contohnya peserta Jatim, mereka berangkat ke Korea itu dilepas oleh gubernur. Setelah mendapat penghargaan, mereka disambut oleh pemerintah daerah. Namun di Kalteng tidak ada seperti itu,” kata Herlita.

Salah satu yang tergabung dalam CBSO adalah Kezia Kasinta Tumon. Ia bergabung sejak pertengahan 2022.

“Awalnya saya disarankan oleh guru biologi, karena saya ingin mengembangkan minat di bidang sains. Saya dapat info bahwa mengikuti KIR ke depannya akan berguna untuk cita cita saya, terutama sertifikat yang didapat dari mengikuti event-event, itu merupakan sertifikat resmi (karena sering diselenggarakan oleh badan resmi), makanya saya termotivasi untuk ikut,” tutur Kezia.

Siswi SMAN 2 Palangka Raya ini mengaku telah melakukan empat kali penelitian. Penelitian terbaru adalah mi herbal bebas radikal yang terbuat dari tanaman khas Kalimantan.

“Kami belajar banyak hal, seperti meneliti suatu hal dengan abstrak yang rinci, mengolah produk, mempresentasikan hasil penelitian menggunakan bahasa Inggris yang mana membuat speech saya makin bagus, serta menambah banyak teman dari berbagai pulau bahkan negara,” ungkapnya. (*/ce/ala)

Exit mobile version