Site icon KaltengPos

Aktif dalam Kegiatan Kemanusiaan, Ingin Jadi Spesialis Kandungan

dr Adelia Hanny Tiara

 

 

 

Adelia Hanny Tiara sudah diambil sumpah dokter pasa Kamis (19/1) bersama dengan 26 orang dokter muda lain. Ia mendapatkan nilai tertinggi sehingga lulus dengan nilai terbaik. Selain pintar, anak sulung ini sangat suka menjelajah desa-desa memberikan penyuluhan dan ikut kegiatan kemanusiaan.

 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

 

JAS putih terpasang rapi di badannya. Menutupi kebaya biru tua yang dipakai oleh para dokter muda dalam acara pengambilan sumpah dokter saat itu. Adelia salah satunya. Perempuan yang lahir tahun 1999 itu kini resmi menjadi seorang dokter usai sumpah dokter diambil. Bersama-sama dengan 26 orang dokter muda lain yang juga rekan seangkatannya itu. Tampak gurat wajah bahagia usai ia bersama kawan-kawannya mengikuti prosesi sumpah dokter yang berlangsung khidmat itu.

Akhirnya perjuangan tiga tahun berkuliah di fakultas kedokteran (FK) yang kemudian dilanjutkan dengan kuliah profesi dokter selama dua tahun demi meraih gelar dokter usai juga. Yang membanggakan,  Adelia meraih IPK tertinggi, yakni 3,73 dengan predikat sangat memuaskan.

Perjuangan berat lulus dari bangku perkuliahan yang penuh dengan beragam tugas yang memeras pikiran dan berjilid-jilid praktikum yang menguras tenaga akhirnya sudah sampai di penghujungnya. Tinggal mempraktikkan ilmu yang didapat itu untuk kemaslahatan bersama demi mewujudkan visi kemanusiaan. Begitulah pemikiran yang terlintas dalam benak Adelia usai mengikuti prosesi sumpah dokter.

 

“Rasanya senang dan bangga menjadi lulusan terbaik dengan IPK tertinggi pada sumpah dokter,” ungkap putri dari pasangan Rahmadi dan Sri Winarsih itu kepada Kalteng Pos usai acara sumpah dokter.

 

Melakukan kilas baik selama zaman perkuliahan, wanita dengan nama lengkap Adelia Hanny Tiara itu mengaku sudah banyak hal yang ia lalui bersama teman-temannya di FK Universitas Palangka Raya (UPR). Meski tidak selalu manis, kadang ada ributnya, dari situlah, kada Adelia, ia bisa dapat mengerti arti dari pertemanan dan perbedaan dalam pendapat.

 

Rasa lelah yang selama ini ia lewati bersama kawan-kawannya sudah sangat terbayarkan. Namun, perempuan yang berulang tahun setiap 20 Mei itu mengaku tidak ingin tenggelam dalam euforia kelulusan semata. “Karena ilmu yang saya pelajari selama perkuliahan itu akan segera saya implementasikan dalam program internship (magang) selama setahun nanti,” sambungnya.

Nantinya, usai menjalani magang selama enam bulan, Adelia mengaku ia akan menghadapi ujian yang sesungguhnya. Yaitu terjun ke masyarakat untuk mengimplementasikan ilmu yang sudah didapatkan sebelumnya. “Setelah selesai internsip kami dokter-dokter akan menjalani ujian yang sesungguhnya di dalam masyarakat,” tuturnya.

Perjalanannya dalam berkuliah kedokteran sangat dinamis. Apalagi waktu mengikuti ujian KOAS selama dua tahun untuk meraih gelar dokter selama menjalani pendidikan profesi dokter. Adelia mengaku saat itu bisa menjadi seperti “dokter sungguhan” kendati belum menyandang gelar dokter. Dapat bertemu dengan berbagai pasien dengan latar belakang yang berbeda dari masing-masing daerah ketika ia mengikuti KOAS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Doris Sylvanus. “Itu mungkin salah satunya ya, tapi sebetulnya ada banyak lagi,” ucap wanita yang gemar membaca buku pengembangan diri itu.

 

Selama berkuliah, wanita berparas ayu itu aktif dalam berbagai kegiatan kemanusiaan. Salah satunya dengan bergabung menjadi tim bantuan medis Menteng yang mana dalam organisasi itu bersama rekan-rekannya melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan dan memberikan pemeriksaan kesehatan gratis kepada masyarakat.

 

“Sering juga ke desa-desa kemudian saya juga mengikuti organisasi Asian Medical Students Association (AMSA) FK UPR, organisasi yang aktif mengadakan pertemuan ilmiah dan kegiatan-kegiatan kemanusiaan juga,” jelasnya.

Adelia juga pernah mengikuti proyek-proyek penting di dunia kesehatan sehingga itu bermakna lebih bagi dirinya sebagai dokter. Pada tahun 2017, mengikuti pemilihan Duta Generasi Berencana (Genre) 2017 yang dilaksanakan oleh BKKBN. Keputusan mengikuti pemilihan duta genre itu karena ia ingin menambah relasinya serta ingin menambah kebermanfaatan kepada orang lain. Ia juga melihat berbagai peluang yang bisa didapatkan ketika masuk dalam forum tersebut, dan yang paling utama, bisa mendapatkan dan menerapkan ilmunya di dunia perkuliahan.

“Dalam genre itu saya bisa menerapkan ilmu yang saya pelajari, di genre kan kami aktif melakukan penyuluhan dan kegiatan seperti kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja, dalam genre ini juga berfokus di hal-hal tersebut,” tuturnya.

Dalam mengikuti perkuliahan kedokteran beserta pelajaran-pelajaran yang dihadapi, wanita berusia 23 tahun itu mengaku tertarik untuk mendalami ilmu kebidanan. “Dari berbagai stase atau bidang-bidang yang saya lewati saya lebih menyukai di spesialis ilmu kebidanan,” ucapnya.

dr Adelia Hanny Tiara

Wanita itu berencana setelah cukup pikiran dan tenaga menjalani profesi dokter nantinya akan melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu dengan mengambil pendidikan dokter spesialis obstetric dan gynecology atau dikenal juga Obgyn serta dokter kandungan. “Semoga nantinya saya bisa melanjutkan pendidikan spesialis yang sesuai bidang, tapi tentunya banyak hal yang harus saya siapkan dan pelajari sebelum masuk ke sana,” jelas anak dari seorang ayah asli Banjar dan ibu asli Dayak itu.

Memilih berkuliah di fakultas kedokteran tidak asal pilih. Anak seorang instalator farmasi di Dinkes Kalsel itu mengaku ingin menjadi dokter merupakan cita-citanya sejak masih kecil. Peran ayahnya sebagai tenaga kesehatan bergelar sarjana kesehatan masyarakat (SKM) membuat anak tunggal itu ingin mengikuti jejak sang ayah dengan menjadi dokter.

Motivasi menjadi dokter juga karena nilai kemanusiaan yang tinggi. Wanita itu mengaku senang berinteraksi dengan banyak orang karena menurutnya banyak hal yang bisa ia pelajari dari banyak insan manusia. “Menjadi dokter bisa lebih memungkinkan saya untuk belajar banyak dari orang lain,” tambahnya.

Belajar di FK UPR, Adelia mengaku bertemu dengan banyak tenaga pengajar serta dokter-dokter yang bepengalaman di bidangnya. “Dari mereka saya belajar banyak, semua dokter dan dosen pengajar di UPR saya kagumi karena masing-masing dari mereka punya cara mengajarnya tersendiri yang unik,” ungkapnya.

Seluruh dosen dan dokter yang pernah mengajarinya selama ini memberi arti penting baginya untuk ke depannya agar dapat menjadi dokter yang baik. Tak lupa dukungan penuh dari kedua orangtuanya yang tak pernah henti ada di setiap langkahnya. “Saya sangat berterima kasih kepada kedua orangtua saya karena sangat mendukung setiap langkah yang saya ambil dalam rangka menimba ilmu di FK di UPR,” imbuhnya.

 

Ia berpesan kepada adik tingkatnya yang menimba ilmu di FK agar selalu menimba ilmu sebanyak mungkin dan sering-sering bertanya kepada dokter-dokter, dosen pembimbing, kakak tingkat, perawat, bidan, apoteker, atau pihak-pihak lainnya yang berperan penting dalam proses belajar selama menempuh pendidikan kedokteran.

“Pokoknya jangan malu bertanya kepada siapa pun yang ingin kita tanya dan yang kita butuhkan,” tuturnya.

Ia juga berpesan kepada lulusan SMA yang ingin berkuliah di FK agar dipikirkan matang-matang dan menyiapkan mental karena akan banyak hal sulit yang dipelajari dan sangat menyita waktu.

“Di FK ada banyak hal yang perlu dikorbankan dalam masa muda kalian, karena setelah kita lulus dan menjadi dokter yang kita hadapi adalah manusia sesungguhnya atau pasien dan keluarga pasien juga, yang mana keluarga pasien itu berharap bahwa keluarganya itu sembuh di tangan kita,” jelasnya.

Mengenai langkah selanjutnya, usai sumpah dokter, Adelia mengatakan ia akan magang di rumah sakit yang ada sesuai dengan domisili di KTP-nya yaitu Kalimantan Selatan. “Tapi saya nggak bisa memilih kerja di rumah sakit mana, atau puskesmas mana yang bisa saya ikuti, karena nanti akan diikuti oleh sistem,” ujarnya. (*)

Exit mobile version