Site icon KaltengPos

Peziarah Datu Mangkomot Datang dari Berbagai Penjuru Kalimantan

TAK PERNAH SEPI: Lokasi makam Datu Malik bin Karma dan Datu Sura bin Karma di Desa Benangin I selalu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah. FOTO: HERMAN/KALTENG POS

Datu Malik bin Karma dan Datu Sura bin Karma atau yang dikenal dengan Datu Mangkomot memiliki peran besar dalam syiar Islam di tanah Barito sekitar abad ke-18. Sampai saat ini, kecintaan masyarakat Barito terhadap Datu Mangkomot tidak pernah pudar. Makam keduanya yang terletak di Desa Benangin I selalu ramai dikunjungi peziarah.

HERMAN, Muara Teweh

MAKAM Datu Malik bin Karma dan Datu Sura bin Karma tak pernah sepi dari kunjungan peziarah yang datang dari dalam maupun luar daerah. Selain dikunjungi peziarah dari ibu kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara (Batara), makam yang dikenal dengan makam keramat Datu Mangkomot ini juga sering diziarahi warga dari berbagai penjuru Kalimantan. Ada yang datang dari Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim).

Objek wisata religi ini paling banyak didatangi peziarah saat hari raya Idulfitri dan Iduladha. Makam kedua tokoh ini telah menjadi destinasi wisata religi dan tercatat di Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Batara. Perihal itu dibenarkan Kepala Disbudparpora Batara Hj Annisa Cahyawati, Selasa (4/4).

Disbudparpora Batara sangat menyambut baik dan mengapresiasi yang dilakukan warga Desa Benangin I, yang telah membentuk sebuah yayasan untuk memenuhi persyaratan yang berlaku.

“Tentu ini langkah kemajuan bagi masyarakat Desa Benangin I, karena dengan dibentuknya Yayasan Makam Keramat Mangkomot akan memudahkan pemerintah daerah maupun pihak swasta dalam memberi bantuan terkait persiapan fasilitas penunjang wisata religi ini,” kata Annisa saat ditemui Kalteng Pos di ruang kerjanya, kemarin.

Makam ini merupakan satu dari lima puluhan lebih objek wisata yang sudah tercatat di Disbudparpora Batara. Makam ini dikategorikan dalam objek wisata religi.

Objek wisata ini tentu telah menjadi perhatian pemerintah daerah, terutama pembenahan jalan oleh Dinas PUPR menuju objek wisata.

“Karena itu, dengan dibentuknya yayasan akan mempermudah penyaluran bantuan. Dengan adanya wisata religi ini, akan ada multiefek, terutama untuk pengembangan sektor ekonomi masyarakat sekitar,” jelasnya.

Dikatakannya, tiap tahun warga Desa Benangin, Kecamatan Teweh Timur selalu menggelar acara haulan untuk mengenang dan mendoakan Datu Malik bin Karma dan Datu Sura bin Karma.

Mantan Camat Teweh Timur, Winardi SE menyampaikan bahwa untuk keberlanjutan pelestarian makam keramat Mangkomot, sudah dibentuk yayasan.

“Itu untuk memenuhi ketentuan, sehingga bisa mengajukan permohonan ke pemerintah maupun ke pihak ketiga untuk keberlanjutan pelestarian budaya, sehingga bisa menjadi tempat atau detinasi wisata religi di Barito Utara yang ditunjang dengan akses jalan negara, sehingga memudahkan para pengunjung yang datang berziarah,” tukasnya.

Makam Malik bin Karma dan Sura Bin Karma terletak di Desa Benangin I, dengan jarak tempuh 6 kilometer (km) dari ibu kota kecamatan. Untuk masuk menuju tempat makam keramat Mangkomot, harus menempuh perjalanan sejauh 4 km melalui jalan provinsi yang beraspal, kemudian masuk sejauh 2 km dari jalan provinsi, dengan kondisi jalan sepanjang 1 km sudah cor beton dan sisanya berupa jalan setapak yang bisa dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat.

Makam keramat Mangkomot di Desa Benangin I merupakan salah satu bukti perjuangan penyebaran agama Islam di tanah Barito, tepatnya wilayah pedalaman daerah aliran Sungai Teweh, wilayah Desa Benangin I, Kecamatan Teweh Timur. Mangkomot merupakan salah satu tempat di mana Datu Malik bin Karma memeluk agama Islam, sekitar tahun 1817 Masehi.

Mangkomot merupakan wilayah bebatuan yang membentengi kurang lebih dua hektare wilayah daratan di tepi kiri mudik Sungai Benangin. Konon dahulu dijadikan sebagai tempat perlindungan dari serangan ngayau/kayau.

Menurut para tetua Desa Benangin I, Mangkomot dari sumber lain mengartikan sebagai tindakan atau gerakan merangkak atau merayap. Karena untuk bisa memasuki wilayah Mangkomot, harus dengan cara merangkak atau merayap menyusuri bebatuan. Di sisi lain, dalam bahasa Dayak Bakumpai, sering juga terdengar istilah “tanjung kakaromot/kakarumut”, yang artinya “berjalan lambat/pelan”. (*bersambung/ce/ala)

Exit mobile version