ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mengarahkan perekonomian nasional. Salah satu faktor keberhasilan dalam pengelolaan APBN adalah peran serta masyarakat terutama dalam partisipasi penerimaan dan pembiayaan.
Dari sisi penerimaan kontribusi masyarakat adalah dengan membayar pajak. Kemudian dari sisi pembiayaan peran serta masyarakat dalam pembelian obligasi negara atau surat berharga negara (SBN) baik konvensional (Surat Utang Negara/SUN) maupun berbasis syariah (Surat Berharga Syariah Negara/SBSN/Sukuk).
Untuk jenis SBSN terbagi menjadi dua vers. Yaitu dengan mekanisme project underlying dan project financing, yaitu penerbitan dengan mekanisme project underlying untuk pembiayaan APBN secara umum (general financing), sedangkan project financing secara khusus digunakan untuk membiayai proyek-proyek tertentu yang sudah direncanakan dalam APBN.
SBSN jenis kedua ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, dimana pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur di berbagai daerah guna mengejar ketertinggalan dari negara lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008, pengertian SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Jika dilihat tahun disahkannya undang-undang, maka dapat diketahui bahwa pemerintah menerbitkan SBSN untuk pertamakalinya pada paruh kedua tahun 2008.
Salah satu jenis SBSN adalah surat berharga syariah negara project based sukuk (SBSN PBS). SBSN PBS ini digunakan untuk membiayai kegiatan atau proyek-proyek tertentu yang dilaksanakan K/L. Dana yang diperoleh dari penerbitan langsung digunakan atau dikhususkan untuk membiayai proyek yang telah ditentukan dalam APBN dan tidak dapat digunakan untuk tujuan lainnya.
Sebelum dilakukan pencairan dana untuk sumber dana SBSN, maka ditetapkan pagu anggaran sumber dana SBSN untuk K/L yang mendapatkan alokasi dana SBSN. Untuk tahun 2022 pagu alokasi untuk dana yang bersumber dari SBSN adalah sebesar Rp32,7 triliun dengan realisasi sampai dengan Oktober telah mencapai Rp16,7 triliun atau 51,17%. Pagu SBSN tahun 2022 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan pagu alokasi tahun 2021 yaitu Rp29,3 triliun atau naik 11%.
Alokasi pagu sumber dana SBSN tahun 2022 tersebar pada 11 K/L yaitu Kemeterian Pertahanan (Rp1,5 triliun), Kementerian Pertanian (Rp187,3 miliar), Kementerian Perindustrian (Rp118,4 miliar), Kementerian Perhubungan (Rp7,2 triliun), Kemendikbud Ristek Dikti (Rp2,2 triliun), Kementerian Agama (Rp3 triliun), Kementerian LHK (Rp108 miliar), Kementerian PUPR (Rp16,6 triliun), Polri (Rp308 miliar), BMKG (Rp145 miliar) dan BRIN (Rp1,1 triliun).
Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Tengah alokasi pagu anggaran sumber dana SBSN tahun 2022 adalah sebesar Rp436,5 miliar dengan realisasi sampai dengan bulan Oktober adalah sebesar Rp283 miliar atau 64,8%. Alokasi pagu tahun 2022 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pagu tahun 2021 yang sebesar Rp601,7 miliar. Selanjutnya alokasi pagu sumber dana SBSN wilayah pembayaran KPPN Pangkalan Bun yang meliputi Kotawaringin Barat, Lamandau dan Sukamara untuk tahun 2022 adalah sebesar Rp2,8 miliar.
Realisasi sumber dana SBSN sampai dengan Oktober 2022 adalah sebesar Rp1,4 miliar atau 50% dari total pagu. Satuan kerja yang mendapatkan pagu sumber dana SBSN tahun 2022 adalah Kementerian Agama Kotawaringin Barat. Alokasi dana SBSN tersebut dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur fasilitas penyelenggaraan haji. Kita harapkan dengan tersedianya infrastruktur penyelenggaraan ibadah haji pada Kabupaten Kotawaringin Barat, dapat meningkatkan pelayanan pemerintah dalam penyediaan fasilitas untuk jamaah haji wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat dan sekitarnya.
SBSN PBS merupakan sumber pembiayaan alternatif yang dapat dijadikan pemerintah sebagai andalan untuk membiayai proyek-proyek nasional yang membutuhkan dana besar. Pembiayaan jenis ini dapat juga dilihat sebagai partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional terutama untuk pembangunan infrastruktur selain membayar pajak sesuai kewajiban. Pembiayaan Syariah selanjutnya perlu perhatian khusus pemerintah agar dapat berkembang menjadi lebih besar, mengingat untuk saat ini volumenya masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan yang bersifat konvensional.
Pemerintah harus senantiasa berfokus pada perencanaan dan perisapan proyek-proyek yang dibiayai dengan SBSN. Hal ini dimaksudkan agar ketika nanti sukuk diterbitkan, proyek yang mendapatkan pembiayaan dari sukuk tersebut sudah siap dilaksanakan sehingga penerbitan sukuk menjadi efektif dan efisien. Selain hal tersebut pemerintah harus terus berupaya mendorong dan meningkatkan pangsa pasar keuangan Syariah nasional agar pembiayaan yang bersifat Syariah bisa terus tumbuh. (*)
* Penulis Merupakan Kepala Seksi Verifikasi Akuntansi dan Kepatuhan Internal KPPN Pangkalan Bun