“Sembilan Kali Beradu Visi Misi”, itu judul promotif koran lokal Kalteng Pos tanggal 15 Juli 2022. Calonnya ada 13 kok adu visinya Cuma Sembilan kali,,tapi jangan diseriusi karena memang paparan visi misi calon pada 9 momen yang sudah disiapkan. Tulisan di halaman depan koran Kapos dan cukup banyak kolom terpakai, menampilkan visi misi tiap calon rektor UPR sebanyak 13 orang, ya tiga belas, yang mungkin bisa jadi rekor MURI kalo diajukan, karena jarang calon bisa sebanyak itu. Dan semuanya sedang berjalan menyampaikan visi misi. Kegelisahan untuk menulis terus muncul, dan kebiasaan buruk saya, tidak akan tenang kalau tidak diwujudkan, sehingga jadilah tulisan ini. Tidak ada maksud apapun selain semacam refleksi, harapan dan mimpi dari penulis seorang masyarakat UPR dan sekaligus masyarakat Dayak Kalimantan Tengah pada institusi pendidikan tinggi tertua dan mungkin terbesar di Kalimantan Tengah. Tulisan inipun dibuat ringan-ringan saja biar para calon dan mas Menteri Nadiem juga bisa santai membacanya sambil menikmati seruput kopi dan renyahnya camilan pelengkap mereka sambil mempersiapkan diri untuk tahapan berikutnya.
Berbicara visi misi yang ditampilkan beragam, dan semua bagus. Itu penting, tapi menuangkannya dalam program tahun ke tahun nantinya yang akan kita nantikan. Walau kadang kita harus jujur, program yang diusung calon sebaik apapun belum tentu menjadi juara alias pemenang pilrek.
Sedikit Kilas balik
Universitas ini didirikan oleh pada tokoh pendidikan Dayak dan beberapa dari luar yang punya visi yang kuat kedepan untuk pembangunan di Kalimantan Tengah. Dengan segala keterbatasan mereka para pendahulu berani memulai sesuatu, mendirikan Universitas Palangka Raya pada Tahun 1963. Ya, UPR ini sudah setua IPB yang sudah jadi BHMN. Sayangnya sepanjang saya tahu belum ada yang mecoba menulis sejarah UPR ini. Pun mungkin Statuta Pendirian UPR ini entah sudah dimana. Yang saya milikipun hanya copi arsipnya saja yang saya dapatkan dari Badan Arsip Nasional di Jakarta.
Para pendahulu itu menginsiasi pendirian UPR, tentu dengan harapan akan menjadi lembaga yang berperan dalam mendidik SDM di Kalimantan Tengah dan juga memberikan peran dalam pembangunan daerah lainnya. Lalu apakah cita-cita pendiri universitas ini sudah bisa tercapai? Kita bisa berdebat panjang untuk hal ini, tapi sudah seharusnya porsi jumlah mahasiswa dan juga beasiswa bagi anak-anak Kalimantan Tengah yang belum baik nasibnya juga diberikan dalam prosi yang lebih banyak. Saya adalah pelaku langsung yang merasakan bagaimana peran dan dukungan beasiswa (atau bisa diterjemahkan sekarang dalam bentuk UKT rendah) dalam keberhasilan pendidikan, karena memang minim dari segi biaya pendidikan.
Saya masuk lembaga UPR ini tahun 1987 dengan segala semangat seorang dosen muda. Sekarang tidak terasa 34 tahun sudah bekerja di UPR dan tentu sebagai orang dalam akan melihat-merasakan pasang surut aktivitas di UPR. Apakah UPR maju? Ya, cukup banyak kemajuan yang sudah dialami UPR. Siapapun rasanya akan mengatakan demikian. Apakah itu cukup? Saya hanya sering menganalogikan ini dengan perlombaan. Karena terus berlatih seorang pelari mengalami kemajuan pesat dalam kecepatan larinya, tapi beberapa pelari lain tentu melakukan hal yang sama dan ternyata kemajuan mereka lebih baik. Dalam satu grup di lingkungan kerja bahkan saya tuding pemimpi, seorang kolega yang punya target sejajarkan UPR dengan 2 universitas BHMN, kartena tentu merekapun akan mengembangkan diri bahkan lebih cepat dari UPR. Karena itu lah tetap saja saya berpandangan bahwa kita UPR harus lebih cepat berbenah dan disitulah peran pemimpin.
Pada suatu kesempatan di kantor Bank Swasta di Palangka Raya, saat menunggu dilayani petugas, seorang pejabat tinggi bank tersebut mengajak saya mengobrol dan begitu tahu bahwa saya dari UPR dengan santai nya dia bercerita tentang kursi kuliah yang masih sama dengan jaman beliau kuliah, Jlep, jantungku sempat berdegub gelisah. Tapi saya berusaha tenang dengan melanjutkan bahwa saya juga sedih, karena setiap mengajar, mahasiswa harus berebut proyektor LCD, bahkan ada juga dosen yang membawa proyektor LCD sendiri ke ruang kuliah, sementara di SMA tertentu di Palangka Raya saja gurunya tinggal tekan tombol on off.
Program apa yang harus dilakukan?
Saya kira semua kandidat rektor akan menawarkan program yang bagus-bagus, sama saja dengan iklan kecap yang semua menyebut kecapnya nomor satu. Lalu apa sebaiknya program apa yang sebaiknya dilakukan? Tentu tidak mudah menjawab itu, membuat dan menyusun skala prioritas menjadi penting.
Tidak bisa dipungkiri, dijaman sekarang peran IT, menjadi sangat penting, dan harus menjadi prioritas. Saat pandemi yang lalu, hal ini terasa sekali dan kreativitas dunia pendidikan berbasis digital melaju kencang. Generasi muda kebanyakan bisa berlari ikut jaman, generasi X seperti saya tertatih-tatih mengikuti, namun ada juga yang tidak mau ikut arus zaman, tetat diam-diam beraktifitas offline. Saking leletnya urusan IT, ada saja yang saat diminta mengirimkan artikel berbasis web pun menyerah.
Lalu bagaimana kondisi IT di UPR? Jujur saya katakan ada kemajuan, tapi sekali lagi berbenahlah terus dan jadikan ini sebagai super prioritas kedepan. Karena semuanya menjadi kewajiban berbasis IT. Siakad, PDDikti, sister, dll yang kesemuanya berbasis IT. (Walaupun dipusat untuk kami dosen-dosen ini, banyak proyek-proyek pengembangan berbasis IT ini masih gatot alias gagal total). Ini satu contoh saja ditempat lain. Suatu saat saya memerlukan transkrip akademik di tempat studi saya. Setelah mencoba menghubungi beberapa unit di universitas tersebut saya diberi tahu kalau saya harus melalui online store! Ya, memohon transkrip lewat online store, klik sana klik sini, bayar 30 pound pakai kartu kredit. Itu saja gambarannya, hal sederhanapun sudah berbasis IT. Email, jurnal nilai wah semua deh termasuk akses jurnal online dikelola oleh universitas. Oh ya, anda sebagai penulis artikel ilmiah sekarang, cukup duduk di depan komputer saja, artikel bisa di dapatkan, beda dengan jaman dulu yang harus datang ke perpustakaan dan bahkan bisa tidur dan makan di perpustakaan. Di tahun 2000-an saat masih studi, dua doktor IT disebelah ruang kerja kami dari pagi sampai sore kerjanya cuma memelototi komputer untuk mengelola info di jurusan ya, hanya jurusan. Jadi tidak pernah ada keluhan internet down, memikirkan bagaimana nasib jurnal yang sedang akreditasi karena internet dsb.
Kedua, penataan ruang kampus perlu terus dilakukan, dan rasanya itu sudah ada dalam rencana induk kampus, yang lebih banyak diarahkan pada sebelah barat jalan yang masih rawan, karena padatnya arus kendaraan, yakni jalan Keminting. Pada suatu pemberitaan Dishub Kota Palangka Raya, dengan segala argumen menyebutkan belum memenuhi syarat untuk dibuat lampu atau sejenisnya. Mudahan saja tidak ada korban dulu baru kemudian ada tindakan. Harus dicatat perilaku berkendaraan sebagian masyarakat kota Palangka Raya memang agak sembrono dan cenderung tidak mengikuti aturan. Jadi kalau basis pengambil keputusan semata hanya mengandalkan frekwensi kendaraan dan mengabaikan perilaku berkendaraan bisa jadi keutusannya belum layak.
Kehijauan kampus tetap perlu, karena itu sebaiknya wilayah berpohon harus ditata, mana yang dikelola dgn menyisakan pepohonan yang menyejukkan dan mana yang dibangun fasilitas pelengkap. Mudah saja menebang pohon, tapi belum tentu anda bisa menanam dan menumbuhkan pohon. Namun kehijauan bukan berarti rerumputan di kiri kanan jalan poros kampus dibiarkan tanpa penataan, sehingga ada banyak petani peternak memanfaatkan kebun rumput di kampus sebagai sumber pakan ternak mereka. Kampus UPR memang luas, iya kalau tidak salah terluas kedua di Indonesia.
Lain lagi menyangkut penataan ini, yang istimewa di kampus ini, kita bisa parkir kendaraan sampai didekat tempat tujuan. Pada kampus yang maju, suatu saat pernah saya dapati bahwa untuk mahasiswa hanya sepeda yang bisa masuk kawasan kampus. Untuk mobil termasuk dosennya harus mendapat pas masuk khusus.
Penataan keindahan untuk tahap sekarang saya harus katakan bahwa penataan rektorat sudah sangat bagus dan itu menarik, sehingga bangga rasanya berada disana, termasuk di zaman sekarang senang juga memposting foto dengan background rektorat. Dan langkah selanjutnya ditunggu di level faklutas dan jurusan untuk menata kawasannya. Termasuk mungkin semacam wilayah untuk para sivitas menikmati suasana santai atau serius di halaman. Boleh bangun gazebo atau menata tempat duduk di bawah pepohonan rindang. Langkah pengamanan kampus juga menjadi penting karena itu dapat membuat sivitas beraktivitas dengan nyaman dan tenang. Tidak harus mengunci portal kampus, tapi mungkin dengan patroli rutin kampus membuat kampus bisa jadi aman.
Reward dan Punishment
Salah satu penggerak dalam kita berkegiatan adalah motivasi. Kita tidak perlu memaksa-maksa orang untuk melakukan sesuatu apabila dalam diri kita sendiri sudah tertanam motivasi. Namun disisi lain saya kira motivasi harus didukung oleh lingkungan luar. Salah satunya adalah penghargaan (reward) bagi yang berpretasi dan sebaliknya memberikan sangsi (punishment) bagi yang tidak memberi manfaat atau bahkan merugikan. Lah kalau suasananya anda berprestasi atau tidak sama saja, logika sederhana akan mengatakan lebih baik biasa saja. Tidak sedikit SDM UPR malah digunakan fihak luar karena merasa lebih dihargai. Namun sekarang kinerja staf UPR yang mampu menyumbangkan karyanya dengan fihak lain melalui kerjasama akan memberikan nilai tambah. Tapi tetap saja dalam pandangan saya memanfaatkan tenaga potensial di kampus dan memberikan kesempatan berkiprah di dalam UPR dengan penghargaan bila berprestasi adalah salah satu caranya meningkatkan kemajuan UPR. Perlu dicatat, bahwa penghargaan tidak selalu dalam bentuk materi.
Program pengembangan SDM juga menjadi kunci kemajuan kampus. Masih lumayan kalau zaman sekarang dalam suasana terbatas banyak kegiatan dilakukan dengan online, termasuk seminar atau pelatihan. Pada zamannya sangat sulit kalangan sivitas mengikuti kegiatan pengembangan diri dalam bentuk seminar, workshop dll, karena keterbatasan anggaran yang dialokasikan untuk itu. Bisa jadi malas untuk mengajukan surat tugas mengikuti kegiatan karena hampir pasti mendapatkan jawaban diujungnya sama, tidak ada anggaran perjalanan. Selektif, ya, tapi sebaiknya dengan parameter yang terukur misalkan menjadi pembicara, membuat laporan dsb dan bukan hanya sekedar menjadi pendengar pasif.
Pengembangan Sarana Pembelajaran
Kalau sempat saya singgung urusan di dalam ruangan seperti LCD dan bangku plus mungkin saja internet aktivitas pembelajaran, mungkin itu baru sebagian. Jangan sampai mahasiswa dan dosen misalkan harus membeli kuota kalau pembelajaran dengan sistim hybrid misalnya.
Sarana lain seperti laboratorium dan laboratorium lapangan, misalkan kebun percobaan, saya kira masih harus menjadi perhatian utama rektor mendatang. Alat-alat masih banyak yang ketinggalan kalau tidak mau dibilang kuno, sehingga tidaklah mungkin dosen memghasilkan data dan publikasi bagus bila sarana lab nya saja terbatas atau bahkan harus mengeluarkan uang banyak ke laboratorium di Jawa atau bahkan ke luar negeri. Tentu saja kalau kita bicara laboratorium, tidak terlepas juga dengan SDM pengelola laboratorium dan laboratorium lapangan.
Dari 13 calon rektor UPR, itu 12 orang saya kenali dengan baik, dan tentu mereka punya kelebihan masing-masing. Salah seorang Profesor di UPR dalam komunikasi pribadi berpendapat bahwa bahwa dengan asumsi setiap orang punya kelebihan dan potensi memajukan UPR, alangkah baiknya nanti setelah pesta usai, mereka berangkulan untuk bekerjasama memajukan kembali UPR, memasuki era baru kemajuan UPR. Selamat berjuang para calon pemimpin terbaik di kampus tertua dan katanya terbesar di Kalimantan Tengah.
Pada Bapak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, kutitipkan juga mimpi ini karena suara Bapak sangat berpengaruh dan dengan segala kebanggaan pada upaya terobosan beliau, tiliklah calon dengan program terbaik dan track record baik agar UPR bisa berpacu lebih maju dan cepat. Karena kami sedang menuju BLU sehingga kami perlukan pemimpin yang akan membawa kami dalam perahu BLU yang mumpuni agar harapan perubahan itu bisa tercapai. Karena kami UPR lah yang unggul dalam aspek DAS dan gambut sesuai PIP tapi masih kurang menukik ke arah PIP nya sendiri. Kalau bukan pilihan terbaik, dan harapan kemajuan UPR tidak dipenuhi masa depan, bisakan kami juga menunjuk bahwa suara menteri telah menyumbang pada kesalahan itu. (*)
Penulis adalah Dosen di UPR