Oleh: Akhmad Tantowi
Statistisi Ahli Madya – BPS Provinsi Kalimantan Tengah
DALAM sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (21/09/2021), Presiden Tiongkok, Xi Jinping, telah mengumumkan bahwa Tiongkok akan menghentikan pendanaan proyek batu bara di luar negeri. Kebijakan ini diambil sebagai bentuk komitmen Tiongkok terhadap krisis iklim akibat penggunaan energi kotor. Ini juga merupakan implementasi Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement) yang ditandatangani tahun 2015.
Keputusan Tiongkok ini secara signifikan akan berdampak pada proyek yang sedang dijalankan di luar negaranya, termasuk di Indonesia. Selain sebagai penghasil emisi terbesar di dunia, Tiongkok juga merupakan penyumbang dana terbesar proyek batu bara di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Vietnam, dan Bangladesh. Proyek-proyek ini dilaksanakan dalam rangka pembangunan infrastruktur global di bawah koridor Belt and Road Initiative. Di Indonesia sendiri ada sekitar 71 persen pembangkit listrik energi batu bara terdaftar yang didanai Tiongkok.
Banyak pengamat dan aktivis menilai, langkah Tiongkok menarik pendanaan PLTU batu bara menandakan bahwa industri batu bara telah memasuki masa senjakala. Lalu bagaimana dampak kebijakan baru Tiongkok tersebut terhadap kinerja ekspor batu bara Kalteng ke depan?
Batu bara sebagai komoditas utama ekspor Kalteng
Ekspor, baik ke luar negeri maupun ke provinsi lain, memegang peranan penting dalam perekonomian Kalteng. Pada triwulan II 2021 misalnya, rilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kontribusi ekspor terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kalteng adalah yang terbesar, mencapai 47,96 persen. Artinya naik turunnya ekspor akan mempengaruhi perekonomian Kalteng secara keseluruhan.
Lebih lanjut, data BPS memperlihatkan bahwa ekspor utama Kalteng ke luar negeri berupa hasil tambang, terutama batubara. Sampai dengan Agustus 2021 ekspor hasil tambang mencapai US$1,19 miliar dengan kontribusi mencapai 62,90 persen dari total ekspor. Namun, dari sisi volume terjadi penurunan sebesar 3,15 persen yang berarti ada penurunan permintaan. Peningkatan nilai ekspor lebih disebabkan karena adanya kenaikan harga komoditas.
Kalteng merupakan provinsi dengan cadangan batu bara terbesar nomor empat di Indonesia, setelah Sumsel, Kaltim, dan Kalsel. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 30 Januari 2020 menyebutkan cadangan batu bara Kalteng mencapai 3,43 miliar ton atau 2,32 persen dari total cadangan nasional. Dengan kondisi ini, tidak mengherankan batu bara menjadi salah satu komoditas utama ekspor Kalteng dalam beberapa tahun terakhir.
Dilihat menurut negara tujuan, Tiongkok menempati urutan pertama negara tujuan ekspor Kalteng. Total ekspor Kalteng ke Tiongkok pada tahun 2020 mencapai US$554,70 juta (30,41 persen dari total ekspor Kalteng). Sementara pada Januari-Agustus 2021 nilai ekspor ke Tiongkok sebesar US$642,71 juta atau naik 59,11 persen dibanding periode yang sama tahun 2020. Produk utama yang diekspor ke Tiongkok berupa batubara dan lignit, serta fraksi cair dari RPO.
Adanya kebijakan baru Tiongkok terkait penghentian pendanaan proyek batu bara di berbagai negara di dunia tentu akan berpengaruh terhadap permintaan batu bara Kalteng ke depan. Di sisi lain, Kalteng nampaknya masih akan mengandalkan batu bara sebagai komoditas ekspor pada tahun 2021 ini dan beberapa tahun ke depan. Untuk itu, perlu antisipasi penurunan permintaan batu bara Kalteng ke depan akibat perubahan kebijakan negara-negara tujuan. Selain ekspansi pasar, menggali komoditas-komoditas unggulan baru juga dapat dilakukan.
Menggali komoditas unggulan baru
Kalteng dikenal sebagai provinsi yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Dengan kekayaan alam yang melimpah tersebut, tentunya banyak sumber yang dapat digali untuk mendapatkan produk unggulan ekspor yang baru. Sebagai contoh, hutan di Kalteng memiliki kekayaan biodiversitas yang tinggi, banyak tumbuhan hutan yang berkhasiat dapat diolah sebagai obat yang mempunyai nilai jual.
Ekspor hasil pertanian juga cukup menjanjikan. Meskipun nilainya masih relatif kecil, data BPS menunjukkan ekspor produk pertanian terus tumbuh. Pada periode Januari-Agustus 2021, nilai ekspor produk pertanian mencapai US$101,85 juta, naik 196,51 persen dibanding kondisi tahun 2020 yang tercatat US$34,35 juta. Selain cangkang kelapa sawit (palm kernel shell), produk pertanian yang diekspor berupa hasil perikanan seperti udang dan ikan hias.
Dengan kekayaan alam berupa hutan dan aneka hayati yang tidak dimiliki daerah, bahkan negara lain, pariwisata di Kalteng juga mempunyai potensi menjadi sumber devisa dan penggerak ekonomi. Taman Nasional Tanjung Puting merupakan salah satu obyek wisata yang sudah dikenal hingga mancanegara. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah promosi dan aksesibilitas menuju obyek.
Masih banyak komoditi baru yang dapat digali dari kekayaan alam, budaya, dan adat istiadat masyarakat Kalteng. Langkah inovatif dan penggalian sumber-sumber baru diharapkan dapat mengurangi ketergantungan perekonomian Kalteng terhadap ekspor batu bara di masa depan.