PASIEN kanker menjalani pengobatan dengan sejumlah terapi, seperti kemoterapi, radioterapi, dan juga operasi. Ternyata dari semua terapi yang dilakukan pasien kanker bisa berisiko timbul penyakit bawaan lainnya.
Perkembangan teknologi sebagai terapi pengobatan kanker kini semakin pesat. Menurut penjelasan medis, rupanya ada dampak yang disebabkan kemoterapi yang agresif. Salah satunya menyebabkan pasien kanker berisiko dalam penyakit jantung.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dari Heartology Cardiovascular Center dr. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K) menjelaskan, kelompok yang memiliki risiko tinggi terhadap penyakit jantung tersebut rentan terkena kardiotoksisitas akibat terapi kanker. Namun tak semua pasien kanker mengalaminya.
“Yaitu pasien yang telah memiliki penyakit jantung dan yang memiliki faktor risiko, usia lanjut, serta paparan terhadap agen kardiotoksik multiple,” katanya dalam webinar baru-baru ini.
Gangguan toksisitas yang muncul, kata dr. Ario, meliputi disfungsi ventrikel kiri, hipertensi, iskemia miokard, thrombosis arteri, serta aritmia atau gangguan irama jantung. Dengan demikian, lanjutnya, diperlukan panduan bagi pasien kanker yang telah memiliki penyakit kardiovaskular ataupun yang berisiko terhadap terapi kanker.
“Selain itu, perlu juga dilakukan pengelolaan dengan pendekatan multidisiplin kardio-onkologi, sebagai upaya pencegahan dan pengobatan pasien kanker yang menghadapi masalah jantung yang disebabkan oleh terapi pengobatan kanker (CTRCD – Cancer Therapeutic-Related Cardiac Dysfungsion); di antaranya adalah identifikasi terhadap risiko, deteksi, pencegahan, serta pengobatan kardiotoksisitas,” ujarnya.
Bagaimana mendeteksinya?
Yaitu pasien kanker bisa melakukan pemeriksaan Ekokardiografi. Metode ini menjadi metode pilihan untuk mendeteksi kardiotoksik baik sebelum, selama dan sesudah terapi kanker.
“Pemeriksaan ekokardiografi pada pasien kanker dilakukan dengan memperkirakan risiko terjadi kardiotoksisitas berdasarkan stratifikasi risiko, jenis obat terapi, serta radioterapi,” tambah dr. Ario.
Pemeriksaan ekokardiografi menggunakan metode imaging dapat dinilai secara tepat dan akurat. Frekuensi pemeriksaan ekokardiografi pada pasien kanker pun tergantung pada kondisi pasien serta tujuan terapi.
Apabila dalam kondisi stabil dan pasien menjalani kemoterapi teratur sesuai jadwal, maka pemeriksaan ekokardiografi dapat dilakukan setiap 1 tahun sekali. Namun apabila kondisi pasien memburuk di bulan ke-15 setelah kemoterapi dan diduga berkaitan dengan kardiotoksisitas, maka pemeriksaan ekokardiografi harus dilakukan lebih sering sesuai kebutuhan. “Untuk pemantauan secara klinis, rekomendasi pemeriksaan ekokardiografi bagi pasien kanker wajib dilakukan minimal 1 kali dalam setahun. Pasien juga disarankan menggunakan ekokardiografi 3D sebagai pemeriksaan yang optimal dan akurat untuk mendeteksi CTRCD,” tutup dr. Ario.(jpc)