KaltengOnline.com-Ingin menekuni hobi menanam, tapi tinggal di perkotaan panas dan enggan ribet? Merawat sukulen seperti yang dilakukan Reza Hutama dan Ruben Pelenkahu bisa jadi opsi menarik.
Cuaca Surabaya siang itu betul-betul panas. Matahari rasanya berada tepat di atas kepala. Apalagi, saat kami menginjakkan kaki di rooftop kediaman Reza. Meski begitu, mata terasa adem melihat koleksi sukulen milik Reza dan Ruben. Reza mulai mengoleksi sukulen sejak 2019. ”Cari hobi yang low-maintenance,” ujarnya. Sementara itu, Ruben lebih lama, sejak 2016. Alasannya, Ruben ingin mencari pelarian dari suntuknya pekerjaan.
”Saya pernah denger quote bahwa kalau kita melihat pertumbuhan tanaman, secara psikologis mereka punya aura menyenangkan,” kata Ruben. Dia memulai hobi dari tanaman berdaun, tetapi sukulen dinilainya lebih menantang dan eksotis.
Ada lebih dari seratus tanaman sukulen dalam berbagai jenis dan ukuran yang ditata rapi di atas meja kayu di rooftop itu. ”Kadang masih ada yang salah kira soal sukulen dan kaktus,” ucap Reza. Sukulen adalah tanaman yang menyerap dan menyimpan air pada batang utamanya. ”Kaktus termasuk jenis tanaman sukulen,” lanjut dia.
Di atas sukulen tersebut ditutupi paranet hitam agar tidak terlalu terik dan tidak terlalu basah terkena hujan. Ada juga yang ditempatkan di bawah meja dan agak keluar. Penempatan sukulen adalah salah satu hal yang penting diperhatikan. Ruben bilang, sukulen tidak suka tempat yang terlalu lembap.
”Lebih suka berangin dan kalau bisa kena panas 10–12 jam. Atau, minimal 4–5 jam. Bergantung jenis sukulennya. Makanya, di rooftop pun cocok,” ujarnya. Untuk jenis kaktus, dia lebih menyarankan untuk menempatkannya di greenhouse. Sebab, kaktus suka sedikit kelembapan.
Merawat sukulen bisa dibilang cukup mudah asal komposisi media tanamnya tepat. Di antaranya, pumice stone atau batu apung, akadama atau tanah vulkanis Jepang, pasir malang, dan sedikit pupuk organik. Persentase elemen berbeda untuk tiap jenis sukulen.
Ruben memberi contoh media untuk tanaman pachypodim. Yakni, 50 persen pumice, 20 persen akadama, 10 persen pasir malang, 5 persen pupuk organik, 5 persen perlite, dan 10 persen sekam bakar. Lantas apakah sukulen juga perlu rajin disirami seperti tanaman berdaun? Menurut Ruben, iya.
Penyiraman bisa dilakukan sekitar tiga hari sekali, bergantung cuaca dan jenis tanamannya. Cukup semprot di semua bagian tanaman. Sukulen sebaiknya tidak ditempatkan indoor. ”Apalagi, kaktus yang basically suka panas dan lembap,” katanya.
Beberapa sukulen bisa melakukan self-polinated. Yakni, dalam satu bunga bisa menghasilkan biji sendiri. Namun, ada juga beberapa jenis yang perlu kawin secara male-female atau putik dengan benang sari. Pengawinan bisa dibantu manusia.
BANTU POLINASI
- Ambil benang sari (jantan) pada bunga dengan menggunakan kuas halus secara hati-hati. Lalu taburkan perlahan di atas putik (betina) bunga lainnya dalam satu tanaman yang sama.
- Bisa juga dengan cara cross-breed, tetapi pastikan genusnya sama.
- Jika berhasil, akan muncul buah yang di dalamnya terdapat biji. Proses itu berlangsung sekitar lima bulan.
- Biji kemudian disemai di media khusus. Komposisi media tanam kurang lebih sama dengan sukulen dewasa, hanya ukurannya lebih halus atau kecil.
- Tunggu biji berkembang sebelum dipindah ke pot mandiri. Prosesnya sangat lama. Ruben menjelaskan, agar sebuah biji tumbuh sekitar 1 sentimeter, dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun.
Misalnya, tanaman Gymnocalcium cactus. Terdapat dua bunga dalam satu tanaman yang bisa dikawinkan. Bisa juga cross-breed, tetapi harus dengan genus yang sama. Contohnya, Dorstenia foetida dengan Dorstenia crispa. ”Kalau beda genus, enggak akan jadi,” kata Ruben. Sukulen bisa dibudidayakan. Namun, pertumbuhannya sangat lambat. ”Nanti yang menikmati cucu, bukan kita lagi,” katanya, lantas tertawa. (jpc)