JAKARTA-Kenaikan kasus positif Covid-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Pemerintah didorong untuk cepat mengambil langkah tegas untuk mengurangi laju penularan.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengungkapkan, untuk crash program 14 hari ada sejumlah hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda). Pertama, menerapkan karantina wilayah. Hal ini dinilai efektif untuk membatasi pergerakan orang.
Namun, pemda juga harus siap dengan konsekuensi yang mengikutinya. Salah satunya, soal kewajiban mencukupi kebutuhan logistik warga selama masa karantina seperti yang tercantum dalam pasal 52 Undang-undang Karantina.
“Kalau untuk sesaat bisa efektif, tapi tidak untuk jangka waktu lama,” ujarnya, kemarin (20/6).
Kedua, triage pasien. Menurutnya, pasien dengan gejala ringan atau tanpa gejala tidak perlu dirawat di rumah sakit. Ketiga, tambah alokasi tempat tidur terutama untuk ICU. Terakhir dan yang jadi pamungkas, perkuat program tracing.
Dia menjelaskan, tracing ini sejak awal pandemi hingga saat ini memegang peranan sangat penting. Di sini, fungsinya bukan hanya mencari kasus saja. Tapi, juga containment dengan melakukan isolasi dan karantina. Dengan begitu, mereka yang bergejala ringan ataupun tanpa gejala bisa termonitor walaupun tidak di rumah sakit.
“Kalau nggak ada tracing ya seperti inilah jadinya. Masih jalan-jalan atau tidak mau diswab,” tegasnya.
Sayangnya, tracing semakin kendor. Padahal, sudah semakin banyak mutasi SARS-CoV-2 yang masuk Indonesia. Bahkan, kenaikan kasus saat ini disumbang oleh penularan dari varian baru tersebut.
Padahal, sebelumnya pemerintah pusat sempat gembar-gembor soal menerjunkan tim tracing. “Kita lihatlah, itu tim cuma bolak balik saja tidak jelas,” keluhnya.
Sementara untuk jangka panjang, kata dia, pemerintah harus mengikuti pedoman pengendalian dengan baik. Kemudian, perkuat tracing dan vaksinasi. Sebab, pengendalian pandemi ini harus sistemis tidak boleh asal.
Dia menegaskan, vaksin Covid-19 yang ada saat ini cukup efektif untuk pengendalian kasus Covid-19. Termasuk dalam memerangi masuknya varian baru yang disebut lebih ganas dalam infeksi penularan. “Insya Allah, kalaupun turun (efektivitasnya, red) sedikitlah,” tegasnya.
Disinggung soal rencana pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada Juli nanti, Masdalina meminta agar sekolah tak dibuka untuk wilayah epicentre dan hotspot. Yakni,
25 kabupaten/kota yang memang ditetapkan sebagai zona merah. Sementara sisanya, menurutnya tak jadi masalah asal protokol kesehatan diterapkan secara ketat.
Terpisah, sejumlah kementerian mulai menerapkan 75 persen Work From Home atau bekerja dari rumah bagi pegawai. Salah satunya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Aturan ini berlaku bagi seluruh kantor Kemenaker yang berada di kabupaten/kota berstatus zona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19. Penerapan aturan tersebut setelah memperhatikan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1/14/HK.04/IX/2020 tentang Sistem Bekerja Aparatur Sipil Negara Dalam Tatanan Normal Baru di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Sesuai arahan Menaker, para pegawai yang bekerja pada tiap unit kerja melaksanakan Work From Office (WFO) maksimal 25 persen dari jumlah pegawai dengan pertimbangan berada dalam zona merah,” ujar Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi.
Sementara, bagi yang berada zona kuning atau zona oranye, dapat melaksanakan WFO maksimal 50 persen dari jumlah pegawai. WFO tersebut dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat di lingkungan kantor. Kebijakan ini diambil sebagai upaya pelindungan para pegawai beserta keluarga, dan masyarakat di sekitar lingkungan kerja dari penyebaran Covid-19.
Kendati demikian, Anwar meminta agar dalam menerapkan kebijakan PPKM berbasis mikro ini harus tetap memperhatikan target kinerja unit kerja dan target kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah ditentukan. “WFH itu bukan berarti berarti libur. Jadi target unit, kinerja ASN dan layanan tetap harus dilaksanakan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan ASN agar menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat. Sementara kepada ASN yang melakukan WFH agar tidak melakukan mobilisasi ke daerah lain. “Ketika ASN melakukan WFH jangan bepergian ke luar daerah dulu, kecuali mendesak. Semua orang harus mematuhi protokol kesehatan,” ungkapnya. (mia/han/jpg/ala)