Site icon KaltengPos

Jatah Fee Proyek Mengalir ke Disdikpora Gunung Mas

SIDANG TIPIKOR: Suasana sidang Tipikor DAK Fisik Disdikpora Gumas dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (1/12/2022). FOTO: AGUS PRAMONO/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Sidang dugaan Tipikor pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) fisik di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gumas kembali bergulir. Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili SH MH. Sidang dilaksanakan di Pengadilan Tipikor, Palangka Raya, Kamis (1/12/2022).

Tiga terdakwa yang terjerat dalam perkara ini Esra MPd (Kadisdikpora), Wandra SPd MM (Kabid Pendidikan dan Pembinaan Ketenagaan) dan Imanuel Nopri SSos ( PPTK) hadir langsung di ruangan sidang. Para terdakwa didampingi tim Penasihat hukumnya yang dipimpin Pua Hardinata SH.

Agenda persidangan sendiri berupa pembuktian dari pihak penuntut umum, melanjutkan mendengarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gumas. Empat saksi yang dihadirkan adalah Kepala SMPN Satu Atap 2 Tewah Alloysius Gadut, Sumardi Kepala SMPN 2 Kurun, Mulyanto dan Masmiri (SMPN 4 Kurun).

Seyogyanya keempat orang saksi ini telah di sumpah untuk memberikan keterangan di pengadilan pada sidang sebelumnya. Namun karena keterbatasan waktu, ketua majelis hakim memerintahkan agar keempat orang ini baru memberikan kesaksiannya pada sidang minggu ini.

Keempat orang saksi ini memberikan keterangan  yang hampir sama, yakni adanya permintaan fee atau biaya sebesar 10 persen dari anggaran DAK Fisik pembangunan sekolah yang diterima pihak sekolah, jatah tersebut diserahkan kepada Disdikpora Gumas dalam hal ini kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang dijabat oleh Imanuel Nopri.

Saksi Alloysius Gadut yang merupakan Kepala SMPN Aatu Atap 2 Tewah dan mendapat giliran pertama memberikan kesaksian mengatakan, pada tahun 2020 sekolahnya memperoleh anggaran dana DAK Fisik sebesar Rp465 juta. “Dana Rp465  juta itu digunakan untuk merehab tiga ruang kelas yang ada di sekolah,” terang Alloysius.

Dia juga mengatakan bahwa pemilihan untuk tukang yang mengerjakan rehab tiga ruangan kelas di sekolahnya tersebut dilakukan oleh Disdikpora Gumas.

“Sekolah hanya menunjuk guru-guru yang masuk dalam tim P2S, tapi untuk tukang dan kepala tukang ditunjuk dari Dinas,” ujarnya lagi sambil menyebutkan nama Imanuel Nopri sebagai orang yang menunjuk kepala tukang untuk pekerjaan di sekolahnya.

Untuk pekerjaan rehab ruang kelas di SMPN Satu Atap 2 Tewah itu sendiri, baru dilakukan oleh tukang setelah penyerahan pembayaran tahap pertama dilakukan pihak sekolah.

“Satu Minggu setelah itu diserahkan semua tukang datang, juga material banyak material datang baru tukang bekerja,” ujarnya.

Alloysius mengatakan bahwa pada saat terdakwa Wandra dan Imanuel Nopri melakukan kunjungan ke sekolahnya untuk melihat pekerjaan rehab ruang kelas tersebut, Wandra mengatakan agar kepala sekolah menyerahkan uang sebesar 10 persen dari nilai Anggaran DAK fisik yang diterima sekolah kepada pihak Disdikpora.

“Pak Wandra bilang begini ke saya, pak Alloy nanti kalau pembayaran tahap 3 sudah cair, kewajiban untuk 10 persen kepala sekolah untuk dinas itu diserahkan langsung oleh kepala sekolah,” kata Allloysius lagi yang kemudian menanyakan kepada Wandra kepada siapa uang tersebut akan diberikan.

Wandra kemudian menyuruh Alloysius untuk menyerahkan uang jatah dinas tersebut kepada Imanuel Nopri.

Alloysius mengatakan bahwa pihak sekolahnya akhirnya menyerahkan uang Rp40 juta kepada Disdikpora Gumas. Penyerahan dana itu sendiri diserahkan oleh Efron Tuah yakni kepala tukang yang mengerjakan pekerjaan rehab di SMPN Satu Atap 2 Tewah.

Alloysius juga mengakui bahwa ada anggaran sebesar 5 persen dari anggaran dana Dak Fisik yang diterima sekolah khusus diberikan untuk pihak sekolah dari penerima dana Dak  tersebut.

“Itu disampaikan oleh pak Nopri pada waktu penanda tanganan MoU sekitar tanggal 6 April 2020,” ujar saksi.

Anggaran sebesar 5 persen untuk sekolah itu sendiri diakui Alloysius telah dikembalikan kepada negara. Pengembalian dana tersebut dilakukan setelah pihak Kejari Gumas menyuruh para kepala sekolah penerima dana DAK tersebut untuk mengembalikan dana tersebut.

“Kepala kejaksaan yang dulu (pejabat lama) bilang pokoknya kalian harus kembalikan yang 5 persen,” kata Allloysius ketika ditanyakan oleh ketua majelis hakim Achmad Peten Sili alasan para kepala sekolah mengembalikan dana tersebut.

“Enak sekali kerja kalian kenapa kalian juga tidak jadi tersangka, sudah menerima bisa ngembali tapi tidak jadi tersangka, ada yang bisa menerima juga ngembali tapi malah jadi tersangka, suka suka dong siapa yang mau jadi tersangka, gitu ya,” kata ketua majelis hakim kepada saksi ini.

“Gak tahu saya,” jawab saksi menanggapi perkataan ketua majelis hakim.

Proyek pekerjaan rehab ruang kelas di SMPN Satu Atap Tewah itu sendiri dikatakan Alloysius telah selesai seratus persen dan ruang kelas itu bisa digunakan sampai saat ini.

Sementara Sumardi yang merupakan kepala sekolah di SMPN 2 Kurun juga membenarkan adanya permintaan uang yang dilakukan oleh Imanuel nopri.

“Saya ada menyerahkan uang Rp81 juta kepada pak Nopri,” kata Sumardi yang terdengar gugup ketika memberikan kesaksiannya. Sumardi mengatakan bahwa penyerahan uang tersebut dilakukan pada akhir bulan Desember 2020. Uang sebanyak itu merupakan uang jatah 10 persen yang diminta oleh pihak dinas Disdikpora kepada pihak sekolah SMPN 2 Kurun untuk proyek pekerjaan pembangunan ruang kelas dan ruang laboratorium IPA di sekolah tersebut.

Selain itu ada juga dana sebesar Rp9 juta yang juga diserahkan saksi kepada Imanuel Nopri yang disebut saksi merupakan jatah 10 persen untuk dinas untuk proyek pekerjaan ruangan WC sekolah.

Majelis hakim sempat  bertanya kepada saksi terkait proses penyerahan dana sebesar   Rp81 juta kepada Imanuel Nopri tersebut.

“Kapan dan dimana itu penyerahan nya masih ingat,” tanya ketua majelis hakim kepada Sumardi.

“Untuk tanggalnya kurang ingat tetapi yang pasti habis natal dan sebelum 31 Desember,” Jawab saksi lagi yang menambahkan pada saat  penyerahan uang tersebut dirinya membawa seorang saksi yakni Wilhan, kepala tukang yang mengerjakan proyek pekerjaan di sekolahnya.

Ketika didesak oleh majelis hakim dengan Pertanyaan jika uang Rp81 juta tersebut tidak diserahkan kepada pihak Disdikpora Gumas, akan digunakan untuk keperluan apa    uang tersebut, Sumardi menjawab bahwa uang tersebut akan digunakan untuk keperluan pekerjaan pembangunan di sekolahnya.

Ketua majelis hakim juga mencecar dengan pertanyaan bagaimana cara Sumardi bisa menyisihkan anggaran Rp81 juta yang seharusnya digunakan untuk biaya pembangunan sekolah tetapi pekerjaan tetap bisa selesai.

“Kami cuma mengikuti saja,” ujarnya lagi yang akhirnya ada mengakui kalau dana tersebut diambil dari pemotongan anggaran upah tukang yang mengerjakan proyek pekerjaan tersebut.

Ide cara pemotongan anggaran upah tukang dan pos anggaran lain untuk disisihkan untuk anggaran dana 10 persen ke dinas itu sendiri dikatakan saksi berdasarkan instruksi dari terdakwa Imanuel Nopri sendiri.

“Mereka yang bilang anggaran itu bisa diambil dari pos yang ini, ini, ini,” kata saksi menjawab pertanyaan tersebut.

Hal itu menjawab pertanyaan dari penasihat hukum terdakwa, Pua Hardinata yang menanyakan asal ide pemotongan upah tukang tersebut.

Sumardi juga mengakui kalau dirinya ada mendapatkan uang sebesar Rp7 juta yang diberikan Wilhan kepadanya. Dikatakannya kalau uang Rp7 juta tersebut merupakan uang biaya pulang pergi ke kota Kuala kurun mengurus proyek pekerjaan tersebut.

Dikatakan saksi ini pula kalau uang sebanyak Rp7 juta itu sendiri sudah dia kembalikan kepada pihak Kejari Gumas. Begitu juga dengan seluruh dana sisa anggaran DAK fisik untuk pembangunan disekolah SMPN 2 Kurun juga sudah dikembalikan ke pihak Kejari Gumas.

Sama seperti seperti saksi sebelumnya, Sumardi juga ditanyakan terkait proses pencairan DAK Fisik dan juga penunjukan tukang yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek pekerjaan di sekolahnya tersebut. Sumardi juga membenarkan kalau penujukan kepala tukang dilakukan oleh pihak Disdikpora sendiri.

“Semuanya diatur oleh pak Nopri,” kata saksi menujuk kepada terdakwa Imanuel nopri.

Saat diberikan kesempatan untuk menanggapi keterangan para saksi, Imanuel Nopri sendiri dengan tegas membantah dirinya ada menerima uang tersebut.

“Tidak benar saya ada menerima uang, pak,” kata Imanuel Nopri menyanggah keterengan saksi. Nopri menyanggah dirinya ada memberikan berbagai arahan kepada saksi.

Ketika ditanyakan hakim terkait sanggahan Imanuel Nopri tersebut, saksi Sumardi sendiri menyatakan tetap pada keterangannya. Rencananya sidang kasus korupsi ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis pekan depan dengan agenda masih mendengar keterangan saksi yang diajukan penuntut umum. (sja/ala)

Exit mobile version