Site icon KaltengPos

15 Ponpes Berizin, Kemenag Pastikan Bukan Radikalisme

grafis kalteng pos

PALANGKA RAYA-Kementerian Agama (Kemenag) Kota Palangka Raya mencatat 15 pondok pesantren (ponpes) yang memiliki legalitas. Setiap aktivitas di lembaga pendidikan Islam tersebut selalu diawasi. Hasilnya, sejauh ini ponpes yang sudah berizin tak satu pun yang menganut paham radikalisme.

Kepala Kemenag Kota Palangka Raya Nur Widiantoro memastikan ponpes berpegang teguh terhadap ahlussunnah wal jamaah. Penegasan ini untuk menyakinkan masyarakat bahwa sejumlah ponpes yang terdaftar itu sudah memenuhi syarat operasi.

“Saya sampai kepada masyarakat kota bahwa ada 15 ponpes yang terdaftar di kami, semuanya ada izin, saya pastikan tidak yang mengajarkan radikalisme, tapi berpegang teguh terhadap ahlussunnah wal jamaah dan tunduk terhadap NKRI,” ucap Nur Widiantoro kepada media, Jumat (2/9).

Yang terdaftar di Kemenag Kota meliputi Ponpes Hidayatul Insan, Jannatun Naim, Raudatul Jannah, Darul Amin, Hidayatullah Palangka Raya, PPS Awafa, PPS Iqro, Manba’u  Darissalam, Pondok Modren Al Mujahidul Amin, Pps Syifa’ul Qulub, Darul Ulum Palangka Raya, Pondok Pesantren Hasanka, Ponpes Busra Chalid, Nurul Ihsan, dan Pesantren Gunung Jati. Ponpes Hidayatul Insan merupakan ponpes tertua di Palangka Raya, didirikan tahun 1989. Sementara Ponpes Jannatun Naim menjadi ponpes termuda, didirikan tahun 2020.

Dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, ada lima syarat yang mesti dipenuhi untuk mendapatkan izin ponpes. Di antaranya ada kiyai atau ustaz, santri mukim atau santri tinggal di ponpes, ada asrama, musala, dan punya kurikulum yang mempelajari Kitab Kuning. Semua ponpes yang terdaftar telah memenuhi syarat, kecuali Ponpes Darul Ulum yang telah dicabut izinnya lantaran tidak memenuhi syarat santri mukim.

“Ponpes Darul Ulum itu baru saja dicabut izin operasional pon-pesnya karena tidak memenuhi syarat santri mukim,” ucapnya.

Setiap bulan ponpes yang terdaftar memasukkan laporan ke Kemenag Kota. Seperti laporan pertanggungjawaban terkait pengggunaan dana maupun laporan jumlah siswa dan ustaz. Pemimpin Kemenag Kota ini juga tidak menapik soal adanya pesantren yang tidak terdaftar pihaknya. Namun ia tidak mau menggubris terkait adanya pesantren tanpa izin tersebut.

“Yang tanpa izin juga banyak, tapi saya tidak mau menggubris itu, seperti pesantren dekat tempat tinggal saya, ngaku pesantren, tapi ustaznya tidak tinggal di situ, kurikulumnya tidak jelas, apabila terjadi apa-apa, kementerian tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

Dalam Kementerian Agama, ada yang membawahi urusan ponpes, yakni Seksi Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren. Nur Widiantoro menegaskan, apabila terdapat ponpes yang tidak memenuhi syarat dan melakukan pelanggaran, pihaknya tidak akan segan untuk mencabut izin operasional ponpes bersangkutan.

“Seperti kemarin kejadian di TPA ada pencabulan, dan kami akan lakukan hal serupa terhadap ponpes apabila ada kejadian seperti itu, kami tidak segan-segan mencabut izin dan memberikan sanksi,” tegasnya.

Terkait dengan Darul Ulum yang masih beroperasional meski telah dicabut izin ponpesnya, menurut Nur Widiantor, bukan sebagai ponpes, tapi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. (*irj/ce/ala)

Exit mobile version