Site icon KaltengPos

Langgar Merah Dibangun Tahun 1880, Kini Menjadi Masjid

MASJID TERTUA: Bangunan Masjid Syuhada yang berlokasi di Jalan Baamang 1, Kota Sampit, Sabtu (9/4).

SETELAH mengunjungi Masjid Jami Assalam di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, pada Sabtu (9/4) saya (penulis) berkunjung ke Kecamatan Baamang. Menyambangi masjid tua bernama Masjid Syuhada. Lokasinya tak terlalu jauh dari Masjid Jami Assalam. Kurang lebih 3 kilometer (km).

Hari itu saya menuju Masjid Syuhada dengan mengendarai sepeda motor. Lokasi masjid berada di Jalan Baamang 1, Kelurahan Baamang Tengah. Sama seperti masjid tua sebelumya yang saya kunjungi, lokasi Masjid Syuhada letaknya pun tak jauh dari Sungai Mentaya, sungai terpanjang di Kotawaringin Timur (Kotim).

Dari luar tampak kubah besar berwarna biru dengan motif kekuningan. Ada satu kubah besar dan empat kubah kecil di sekeliling. Arsitekturnya sama dengan masjid-masjid pada umumnya. Bangunan masjid dikelilingi pagar yang didominasi cat hijau.

Saya tiba di masjid menjelang salat Zuhur. Siang itu cuaca cukup terik. Selesai memandang arsitektur bagian luar masjid, saya menuju tempat wudu untuk bersuci. Selesai berwudu, saya bergegas ke dalam masjid. Dinding dan lantai masjid terbuat dari marmer, sehingga membuat suhu dalam ruangan selalu sejuk.

Di dalam masjid terdapat empat tiang besar. Tulisan kaligrafi dengan latar warna hijau mempercantik pemandangan interior masjid. Pada dinding terdapat tulisan surah Yasin dengan latar hijau dan tulisan putih. Tampak jelas huruf-hurufnya dilihat dari jarak 5-10 meter.

Tak lama kemudian, jemaah pun berdatangan untuk menunaikan salat wajib empat rakaat tersebut. Meski sudah cukup lama tinggal di Kota Sampit, ini kali pertama saya ikut salat berjemaah di masjid bersejarah tersebut.

Usai salat, saya menghampiri salah satu jemaah. Lelaki yang mengenakan peci putih dan serban itu ternyata merupakan ketua pengurus Masjid Syuhada. Namanya H Burhanuddin. Salam saya dijawab dengan lemah lembut oleh Amang Eboy -sapaan akrab H Burhanuddin.

Tutur katanya yang lembut dan bersahaja, membuat siapa saja mudah akrab dan senang untuk berbincang dengan lelaki 65 tahun ini. Obrolan kami pun mengalir. H Burhanuddin mulai menceritakan seluk beluk Masjid Syuhada.

“Dahulu sebelum menjadi masjid, menurut cerita orang tua terdahulu, bangunan awal berupa langgar atau musala,” ucap H Burhanuddin mengawali perbincangan.

Bangunan masjid didirikan pertama kali pada tahun 1880 dengan ukuran 4 x 5 meter. “Dahulu sering disebut Langgar Merah,” katanya.

Jadi, lanjut H Burhanuddin, selama kurun waktu empat dekade atau sekitar 38 tahun, jemaah yang beribadah di Langgar Merah semakin ramai. Karena itu, umat muslim yang berada di wilayah Baamang merencanakan untuk membangun tempat ibadah yang lebih luas agar bisa menampung lebih banyak jemaah. Terlebih ketika salat Jumat dan hari raya Idulfitri. “Akhirnya pada  tahun 1918, bangunan musala diperluas, lalu diubah menjadi masjid,” tutur H Burhanuddin.

Sejak itulah (tahun 1918) tempat ibadah yang dahulunya dikenal dengan nama Langgar Merah, berubah nama menjadi Masjid Syuhada. Konstruksi bangunan terbuat dari kayu. Mulai dari tiang, lantai, dinding, hingga atap masjid terbuat dari kayu ulin. “Sejak itu bangunan masjid jadi lebih luas dan mampu menampung banyak jemaah yang datang beribadah,” pungkas H Burhanuddin. (*/bersambung/ce/ala/ko)

Exit mobile version