Site icon KaltengPos

Ahli: Tipikor Disdik Gumas Masuk Ranah Hukum Administrasi

LUPAKAN KETEGANGAN SIDANG: Terdakwa Ezra bersama kuasa hukumnya usai sidang dengan agenda mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak ketiga terdakwa dugaan tipikor Disdik Gumas, Kamis (16/2/2023). FOTO: AGUS PRAMONO/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Sidang tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus dugaan korupsi di Dinas Pendidikan dan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunung Mas (Gumas) terus bergulir. Sidang menghadirkan dua saksi meringankan (A de Charge) serta keterangan ahli yang dihadirkan oleh terdakwa. Sidang dilaksanakan di Gedung Pengadilan Tipikor, Palangka Raya, Kamis (16/2/2023).

Ketiga terdakwa dalam kasus ini yakni mantan Kadis Disdikpora Gumas Esra MPd serta dua pegawai Disdikpora Wandra dan Imanuel  Nopri hadir langsung dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili SH MH yang juga merupakan wakil ketua Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.

Adapun dua saksi meringankan yang dihadirkan pihak terdakwa masing masing adalah Nopalina dan Erpina. Dalam kesaksiannya kedua saksi ini mengaku ikut membantu mencari dan juga meminjamkan kepada para terdakwa guna membayar uang pengganti kerugian negara dalam perkara ini.

“Saya meminjamkan uang kepada istri terdakwa sebesar Rp300 juta,” ujar salah satu saksi Erpina Yang mengaku kenal dengan istri terdakwa Imanuel Nopri dalam kesaksiannya.

Sementara untuk saksi ahli, pihak terdakwa menghadirkan Ahli Pidana dari STIH Tambun Bungai Palangka Raya, yakni Bernadus Letlora, SH. Dalam keterangannya, Bernadus berpendapat bahwa perkara dugaan korupsi ini seyogyanya masuk ke ranah hukum administrasi dan bukan ranah hukum pidana korupsi.

Bernadus beralasan karena di dalam dakwaannya, jpu tidak saja berpatokan pada UU tindakan pidana korupsi yakni UU nomor 31 tahun 1999 yang kemudian di ubah dengan UU nomor 20 tahun 2001,tetapi ada juga mencantumkan dua aturan regulasi lain yakni Peraturan Presiden ( Pepres) RI nomor 88 tahun 2014 dan UU RI nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang bersifat hukum administrasi.

Sehingga dengan adanya dua aturan tersebut ikut tercantum didalam nota dakwaan, maka Bernadus berpendapat bahwa seharusnya masalah ini masuk ke ranah hukum perdata administrasi.

“Sehingga hemat saya persoalan yang menyangkut hukum administrasi harus diselesaikan sesuai dengan UU nomor 30 tahun 2014,” kata Bernadus dalam keterangannya merujuk pada UU yang mengatur tentang administrasi pemerintahan.

Selain itu Bernadus juga berpendapat bahwa penyelesaian kasus ini seharusnya dilakukan secara aturan hukum perdata administrasi disebabkan karena para terdakwa sendiri berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Saksi ahli yang sering menjadi saksi di persidangan kasus Tipikor ini menyebutkan pula bahwa penyelesaian secara aturan hukum pidana baru dapat dilakukan sebagai jalan terakhir apabila peraturan lain tidak dapat menyelesaikan sebuah permasalahan tersebut.

“Kendatipun memang Pidana memang ada tetapi di situ di dalamnya ada perdata (administrasi) dengan demikian lakukan lah dulu hukum perdata administrasi itu, jika tidak mampu menyelesaikan baru masuk ranah pidana,” ujarnya.

Bernadus juga menyebutkan bahwa meski perbuatan pidana yang dilakukan para terdakwa bisa dianggap oleh jaksa adalah sebuah perbuatan yang dianggap melawan hukum, tetapi jaksa juga harus dapat membuktikan bahwa perbuatan para terdakwa ini berakibat pada kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.

“Jadi perbuatan itu meskipun telah memenuhi unsur unsur delik, tetapi tidak bertentangan dengan hukum tidak tertulis atau yang berlaku dalam masyarakat maka itu harus gugur,” katany.

Sehingga merujuk pada kasus dugaan korupsi ini, Bernadus berpendapat karena seluruh pekerjaan pembangunan sekolah sudah tuntas diselesaikan secara baik oleh para kepala sekolah SMP yang menerima dana DAK dan juga tidak ada laporan Adanya temuan dari Tim Apip yang memeriksa proyek  pekerjaan tersebut, maka dirinya berpendapat perkara ini bukanlah  sebuah tindakan pidana korupsi.

“Jadi logika hukumnya karena pekerjaan ini semuanya sudah selesai berarti apa yang diperoleh di luar uang negara ini adalah uang pribadi,” ucapnya.

“Jadi ahli mengatakan bahwa kontruksi hukum yang dibangun oleh jaksa adalah keliru, begitu ” tanya Tukas Y Buntang ,SH salah seorang penasihat hukum para terdakwa saat bertanya kepada saksi ahli.

“Iya,” jawab Bernadus sambil menganggukan kepalanya.

Sempat terjadi perdebatan sengit antara Bernadus dengan pihak tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gumas yang tampak memperdebatkan pendapatnya tersebut. Namun akhirnya perdebatan tersebut dapat ditengahi oleh ketua majelis hakim. Rencananya sidang kasus korupsi ini akan kembali digelar pada Kamis pekan depan dengan Agenda mendengarkan keterangan dari para terdakwa.

Sementara seusai sidang, JPU yang diminta pendapatnya terkait keterangan ahli dari terdakwa yang menyebutkan bahwa kasus korupsi ini seharusnya diselesaikan secara hukum administrasi perdata menyatakan pihaknya  menghormati pendapat tersebut. “Itu pendapat masing-masing, kita hormati,” ujar Hadiarto SH salah seorang anggota tim JPU.

Namun Hadiarto mengatakan bahwa pihaknya tetap berkeyakinan bahwa perbuatan para terdakwa ini memang masuk sebuah perbuatan tindak Pidana korupsi. Hal tersebut dikuatkan oleh keterangan dari ahli pidana yang mereka hadirkan di persidangan sebelumnya.

“Saksi ahli kami mengatakan bahwa itu perbuatan pidana jadi kami berpegang pada pendapat ahli yang kami hadirkan,” pungkasnya. (sja/ala)

Exit mobile version