PALANGKA RAYA-Sidang tindak pidana korupsi pengelolaa anggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik di Disdikpora Kabupaten Gunung Mas (Gumas) tahun anggaran 2020 menarik perhatian. Sidang perkara ini masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari sejumlah kepala sekolah (kasek) di berlangsung di Pengadilan Tipikor, Palangka Raya, Kamis (19/1/2023).
Tiga terdakwa dalam perkara ini Esra MPd, Imanuel Nopri dan Wandra hadir langsung di ruangan sidang. Agenda sidang sendiri masih beragendakan mendengar keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gumas.
Dari sejumlah saksi yang sudah memberikan keterangan, untuk pertama kalinya ada saksi dari kepala sekolah yang mengaku tidak ada diminta jatah 10 persen dari anggaran DAK Fisik yang diterima sekolahnya untuk Disdikpora Gumas. Keterangan tersebut disampaikan oleh Kepala SMPN 5 Kurun Cahaya Kristie saat dirinya ditanya oleh ketua majelis hakim yang memimpin sidang tersebut Achmad Peten Sili SH MH.
“Ada enggak setoran ke dinas (Disdikpora)?” tanya ketua majelis hakim yang juga menjabat sebagai wakil ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya ini kepada saksi.
“Tidak ada” kata Kristin menjawab pertanyaan tersebut.
“Kalau permintaan dari dinas?” tanya ketua majelis lagi kepada Kristie.
“Juga tidak ada pak,” ujar Cahaya Kristie.
Mendengar jawaban Kristie yang berbeda dari keterangan para saksi lain yakni kepala sekolah SMP yang dihadirkan di persidangan ini, membuat Ketua mejelis seperti tampak terkejut dan seperti kurang percaya dengan jawaban tersebut.
“Ah yang benar saja, semua kepala sekolah lain diminta kok, masa kepala sekolah?” tanya ketua majelis hakim dengan nada heran.
“Ya kalau kepala sekolah lain memang diminta tapi sekolah saya tidak pernah diminta untuk dana,” kata Kristie mengaku dirinya mengakui tidak mengetahui penyebab kenapa sekolahnya tidak dimintai dana.
Kepala SMPN 5 Kurun ini mengatakan bahwa sekolah nya sendiri menerima total anggaran dana DAK Fisik pembangunan sekolah tahun 2020 tersebut kurang lebih sebesar Rp516.850.000.
“Itu untuk pembangunan lab komputer dan perabotannya,” terang saksi lagi. Ditambahnya bahwa pembangunan lab di SMPN 5 Kurun tersebut dilakukan secara swakelola.
Saat dikonfrontir oleh JPU terkait isi keterangan Kristie di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat proses penyidikan, yang mana didalam BAP tersebut Kristie mengaku dia pernah dihubungi oleh terdakwa Wandra melalui sambungan telepon sebanyak dua kali. Disebutkan juga dalam keterangannya di dalam BAP itu, bahwa dalam pembicaraan telepon dengan Wandra tersebut Kristie mengaku ditanyakan oleh terkait kewajiban penyerahan dana oleh pihak SMPN 5 kepada pihak Disdikpora.
“Saya ingatkan saudara di dalam BAP, bahwa saksi menjelaskan bahwa kemudian saudara mengatakan,”bahwa saya tanggapi apakah ada hitam di atas putih, kalau tidak saya tidak mau,” kata jaksa Okta Ahmad Faisal SH bertanya kepada saksi sambil membacakan keterangan Cahaya Kristie yang di dalam BAP tersebut.
Okta menyebut jika saksi Cahaya di BAP merasa tidak ada ancaman atau paksaan, dan setelah di BAP, cetakan BAP tersebut diserahkan ke saksi Cahaya terlebih dahulu untuk dibaca atau dikoreksi lalu ditandatangani oleh saksi Cahaya.
Namun Kristie tetap kukuh dirinya tidak pernah mengatakan kepada pihak penyidik bahwa dirinya menyampaikan keterangan bahwa ada permintaan dana sebesar 10 persen oleh pihak Disdikpora.
Dalam keterangannya di sidang tersebut, Kristie mengatakan bahwa kepada penyidik saat diperiksa, dia hanya menerangkan bahwa bahwa dalam pembicaraannya dengan Wandra , terdakwa Wandra hanya bertanya kepadanya terkait kewajiban.
“Memang pernah saya ditelepon tapi pak Wandra cuma mengatakan ‘Ibu bagaimana dengan kewajiban’ cuma sampai di situ,” kata saksi yang menambahkan kalau Wandra tidak pernah menyebutkan permintaan dana tersebut sebesar 10 persen .
Kristie sendiri mengaku heran dan tidak tahu bagaimana keterangan tersebut bisa tertulis di dalam BAP. Kepada ketua majelis hakim, Kristie mengaku dirinya sempat mengajukan keberatannya ke pihak penyidik Kejari Gumas. Akhirnya kepala sekolah ini mengatakan kepada ketua majelis hakim bahwa dirinya mencabut isi keterangannya terkait permintaan 10 persen yang tertulis di dalam BAP tersebut.
Dalam keterangan kesaksian, Kristie juga mengaku bahwa pada saat pemilihan tukang untuk pembangunan lab komputer itu, dirinya sempat didatangi oleh tiga orang yang meminta agar pekerjaan pembangunan tersebut diserahkan kepada mereka.
“Tetapi saya tidak menyerahkan karena saya tahu pekerjaan itu swakelola,” terang saksi lagi.
Karena dirinya tidak memberikan pekerjaan tersebut salah seorang dari ketiga orang ini mengatakan bahwa Kristie bisa diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala sekolah, karena memberikan pekerjaan tersebut kepada mereka.
Saat ditanyakan oleh jaksa, siapa tiga orang yang datang meminta pekerjaan tersebut, Kristie mengatakan bahwa salah satu dari orang tersebut diketahui nya sering dipanggil dengan panggilan Unyil.
Nama Unyil seperti yang disebut kepala SMPN 5 Kurun ini sendiri sempat juga disebut sebut oleh beberapa kepala sekolah lain yang hadir sebagai saksi dalam sidang perkara korupsi ini sebelumnya. Keterangan Kristie yang mengaku tidak pernah diminta uang oleh pihak terdakwa dalam kasus ini yakni terdakwa Imanuel Nopri dan Wandra, berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh saksi sebelumnya yang memberikan keterangan di sidang ini Salampak.
Salampak yang merupakan Kepala SMPN Satu Atap 1 Kurun mengakui dirinya memang memberikan uang kewajiban yakni jatah 10 persen untuk Disdikpora kepada terdakwa Imanuel Nopri. Diakui saksi bahwa penyerahan uang jatah Disdikpora tersebut dilakukannya di ruang kerja Imanuel Nopri di kantor Dinas Disdikpora Gunung Mas pada tanggal 23 Desember 2020.
“Saya menyerahkan uang Rp 50 juta,” kata saksi Salampak kepada ketua majelis hakim.
Salampak juga mengatakan bahwa permintaan uang jatah sebesar 10 persen dari anggaran dana DAK yang tersebut juga memang sudah dibicarakan oleh Imanuel Nopri dengan dirinya pada saat awal ketika sekolahnya sudah diketahui mendapatkan anggaran dana DAK fisik tersebut.
Salampak juga membenarkan bahwa penentuan terkait siapa kepala tukang untuk mengerjakan pekerjaan proyek di sekolah nya tersebut di tentukan pula oleh pihak Disdikpora Gumas itu. Seperti biasa Imanuel Nopri sendiri dalam tanggapan terkait kesaksian ini membantah keterangan saksi tersebut.
“Saya tidak pernah meminta uang kepada kepala sekolah,” katanya.
Rencananya sidang kasus korupsi ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis pekan depan.
Sementara seusai sidang salah seorang JPU dalam perkara ini Jaksa Okta mengatakan bahwa dari hasil persidangan ini, makin jelas bahwa memang ada aliran penyerahan dana dari para kepala SMP penerima dana DAK kepada para Terdakwa.
“Memang ada permintaan dana yang diperuntukkan untuk pihak dinas pendidikan dalam hal ini ketiga terdakwa itu,” ujar Okta.
Okta juga mengatakan dari fakta sidang tersebut juga terungkap bahwa setelah kasus dugaan korupsi ini di tangani pihak Kejari Gumas, para terdakwa sempat meminta kepada para kepala sekolah yang menjadi saksi ini untuk tidak mengungkapkan soal adanya permintaan uang dari Disdikpora tersebut saat mereka diperiksa oleh pihak penyidik Kejari Gumas.
“Bahwa memang ada pertemuan di tahun 2022, yang mana pertemuan itu diadakan oleh pak Esra dan ada juga pak Wandra dan pak Nopri disitu dan dalam pertemuan itu para saksi diminta tidak menyampaikan kepada jaksa fakta fakta menyangkut dana DAK itu,” tegasnya. (sja/ala)