Site icon KaltengPos

Jerubu Karhutla Telah Dimitigasi Cuaca

KEHUJANAN: Masyarakat Kota Palangka Raya tengah berjalan-jalan di kawasan Taman Jalan Yos Soedarso, Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, di tengah cuaca hujan, Kamis sore (22/8/2024).

Kekhawatiran Warga Terkait Potensi Munculnya Kabut Asap Terobati

PALANGKA RAYA-Kondisi cuaca di Kalimantan Tengah (Kalteng) pada musim kemarau tahun ini agaknya lebih bersahabat. Kendati pemerintah sudah mewaspadai potensi bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), kondisi cuaca di Kalteng cukup basah beberapa hari terakhir. Keadaan itu mengobati kekhawatiran masyarakat Bumi Tambun Bungai akan potensi munculnya kabut asap karhutla tahun ini.

Masih segar dalam ingatan Roni Sahala Marpaung akan pekatnya asap di Kalteng pada tahun 2015 silam. Kala itu, pria berusia 35 tahun tersebut harus menggunakan masker N95 ketika harus beraktivitas di luar ruangan. Melihat ke jalan pun, masyarakat harus menyalakan lampu motor pada siang hari. Keadaan itu tak pelak menghambat mobilitas masyarakat secara luas.

“Ingat sekali aku itu, indeks pencemaran udara kita waktu itu sampai 2900, masuk kategori sudah sangat tidak sehat,” ungkap Roni kala berbincang-bincang dengan Kalteng Pos, Kamis (22/8/2024).

Pria yang sudah tinggal di Kalteng sejak 1995 itu sudah merasakan betul berjalannya tahun-tahun kemarau di Bumi Tambun Bungai yang hampir selalu diwarnai dengan karhutla. Saat dirinya masih di kelas dua sekolah dasar pada tahun 1997 lalu, karhutla di Kalteng sudah termasuk kategori parah. Lalu terulang kembali di tahun 2007 ketika dirinya duduk di bangku sekolah menengah pertama.

“Setelah tahun 2015 menuju tahun 2019, saya lihat  setiap musim kemarau di Kalteng hampir selalu ada bencana kabut asap. Meski tidak separah di tahun 2015, kabut asap yang terjadi di tahun 2019 cukup terbilang parah,” tutur pria berdarah Batak itu.

Meski demikian, Roni bersyukur sejak tiga tahun terakhir bencana karhutla yang mengakibatkan jerubu di Kalteng mulai mereda. Dengan kata lain, tidak separah seperti yang terjadi di tahun 2015 dan 2019. Lebih-lebih lagi di tahun 2024 ini, yang mana Kalteng sedang memasuki musim kemarau tetapi bencana karhutla yang terjadi tidak menimbulkan jerubu alias abu kebakaran.

“Saat ini kita seharusnya musim kemarau, tapi kondisinya basah, masih ada hujan, karena ada hujan artinya untuk orang yang membuka lahan dengan membakar agak sulit, kesadaran publik soal larangan membakar lahan juga tinggi.” Pria berkacamata itu mengakui bahwa kondisi cuaca yang kemarau basah tahun ini mengobati kekhawatirannya akan kembalinya bencana kabut asap yang sempat melanda Kalteng beberapa waktu lalu.

Meski demikian, dirinya mengingatkan kepada pengambil kebijakan agar jangan terlena hanya karena karhutla yang berhasil diminimalkan cuaca, yang notabene faktor alam. Jika di tahun-tahun kemudian kondisi cuaca kemarau kering, maka sudah seharusnya upaya pencegahan diperkuat agar tidak mengulangi ingatan buruk jerubu di tahun 2015 dan 2019 silam.

“Tahun ini sebagai masyarakat saya bersyukur tidak ada kabut asap, di satu sisi kita tidak terpapar udara buruk, di sisi lain tentu pengeluaran juga tidak sebesar ketika kabut asap terjadi, kalau kabut asap perlu keluar uang untuk membeli masker, tabung oksigen, antisipasi keluarga rentan, kami bersyukur dengan anugerah cuaca kemarau basah tahun ini,” ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Ahmad Toyib menyebutkan, berdasarkan laporan bencana karhutla dari beberapa daerah yang pihaknya terima, kasus karhutla di Kalteng tidak lebih banyak dibandingkan angka kasus karhutla di tahun 2023.

“Jauh sekali kasus yang terjadi kalau dibanding tahun kemarin, hal ini pertama disebabkan oleh perbedaan tipologi musim, karena di tahun kemarin musim panasnya tingkat moderat, tapi tahun ini kemarau basah,” beber Toyib kepada wartawan di Kantor Gubernur Kalteng, Sabtu (17/8/2024).

Hujan yang terjadi dengan intensitas rendah hingga sedang cukup sering mengguyur sebagian wilayah Kalteng. Hal itu berefek mengurangi suhu permukaan tanah. Titik api atau hotspot yang ditimbulkan akibat cuaca tahun ini juga tidak terlalu banyak, sehingga pemicu dari titik api cukup rendah.

“Perkembangan saat terjadi karhutla sedikit terhambat karena banyaknya curah hujan, pembahasan yang terjadi mengakibatkan proses perluasan karhutla terhambat.” Toyib berharap sosialisasi dan partoli yang sudah pihaknya lakukan sejak awal tahun 2024 benar-benar berdampak.

Sementara itu, menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi cuaca umumnya berawan hingga hujan ringan di wilayah Kalteng, hujan sedang hingga lebat di sebagian besar wilayahnya. Suhu udara berkisar antara 23°C – 31°C. Kelembaban udara berkisar antara 65 persen–100 persen. Angin umumnya bertiup dari Timur–Barat Daya dengan kecepatan berkisar antara 5 – 25 km/jam.

Prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas I Tjilik Riwut, Alfandy mengungkapkan, wilayah yang berpotensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai petir/kilat dan angin kencang dalam sepakan ke depan cukup merata di wilayah Kalteng.

“Pada 22-28 Agustus 2024, 14 kabupaten/kota di Kalteng berpotensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat,” ungkap Alfandy kepada Kalteng Pos, Kamis (22/8) sore.

BMKG memberikan peringatan dini kepada masyarakat agar mewaspadai potensi hujan intensitas sedang hingga lebat yang dapat disertai petir/kilat dan angin kencang di wilayah Kalteng.

Ia meminta masyarakat agar mewaspadai potensi hujan lokal intensitas sedang hingga lebat dengan durasi singkat yang dapat disertai petir/kilat dan angin kencang maupun angin puting beliung di wilayah Kalteng.

“Waspada dan berhati-hati terhadap dampak bencana yang ditimbulkan seperti genangan air, banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang, tetapi tetap diimbau kepada masyarakat agar saat ini tidak melakukan pembakaran lahan untuk tujuan apapun,” tandasnya. (ala/ala)

Exit mobile version