PALANGKA RAYA-Kasus bullying atau perundungan yang terjadi di sekolah dasar negeri (SDN) unggulan di Jalan Damang Leman tengah ditangani Polresta Palangka Raya. Korban dan orang tuanya sudah dimintai keterangan. Kasus yang tengah ramai menjadi sorotan ini, mendorong Pemko Palangka Raya melalui instansi terkait ikut turun tangan.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBP3APM) Palangka Raya Sahdin Hasan mengatakan, pada Jumat (24/3) lalu, pihaknya telah turun ke sekolah bersangkutan untuk melakukan investigasi dan bertemu dengan pihak sekolah.
“Besok (hari ini, red), kami akan melakukan tindak lanjut kedua, berupa pendampingan kepada korban dan pelaku, karena anak-anak ini kan sudah dipanggil oleh polisi, otomatis secara psikologis ada trauma, oleh karena itu perlu diberi pendampingan,” beber Sahdin kepada Kalteng Pos via telepon WhatsApp, Minggu (26/3).
Dalam pertemuan dengan pihak sekolah, kepala sekolah langsung mempertemukan orang tua korban dan orang tua pelaku, membahas soal pendampingan. Belajar dari kasus bullying ini, peran pihak sekolah dan orang tua murid sangat penting.
“Pihak sekolah harus aktif melakukan monitoring terhadap aktivitas anak murid selama di lingkungan sekolah, maksimalkan peran monitor CCTV di sekolah untuk memantau aktivitas anak-anak,” tegasnya.
Tak bisa dimungkiri, lanjut Sahdin, perundungan yang terjadi ini dialami murid sekolah dasar, yang mana masih tergolong anak-anak. Karena itu perlu pengawasan serius dari pihak sekolah selama anak-anak berada di lingkungan sekolah.
Sekolah bagaikan rumah kedua bagi anak-anak. Karena itu lingkungan sekolah harus mendukung perkembangan karakter, sikap, dan intelektual anak-anak didik. Hal itu juga tercermin dari kurikulum sekolah yang mengakomodasi pendidikan karakter, sehingga bisa menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari perundungan.
Sahdin menyebut, para guru harus menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan aman untuk anak-anak murid. Guru harus proaktif mencegah perilaku perundungan di sekolah. Kepala sekolah juga harus mendorong guru-guru untuk turut serta melakukan monitoring aktivitas anak didik di sekolah untuk mencapai tujuan itu.
“Peran orang tua juga penting di sini, mereka bisa mengajarkan anak-anak karakter dan budi pekerti yang baik, seperti tidak berlebihan saat bermain, apalagi mempermainkan kawan, karena itu menjadi pemicu tindakan bullying juga, orang tua harus selalu memonitor perkembangan karakter dan kepribadian anak-anak,” jelasnya.
Menurut Sahdin, kejadian perundungan ini tidak boleh lagi terulang di lingkungan mana pun, khususnya lingkungan sekolah sebagai wadah tumbuh kembang anak-anak. Ia menekankan peran penting dan fungsi edukasi pihak sekolah dan orang tua dalam memberi teladan kepada anak-anak.
“Peristiwa ini tidak boleh terulang lagi ke depannya, di lingkungan mana pun, entah di sekolah, rumah tangga, ataupun masyarakat. Karena itu edukasi amat sangat penting dilakukan oleh orang tua maupun guru-guru di lingkungan sekolah,” tandasnya.
Sementara itu, psikolog anak Gerry Olvina Faz MPsi mengatakan, pihak sekolah dapat melakukan intervensi melalui aktivitas kelas. Misalnya, jika berhubungan dengan anak-anak yang suka berkelompok dan suka mem-bully, maka pastikan dalam kegiatan kelas mereka dipecah. Hal ini dilakukan agar anak-anak didik mendapat pengalaman secara individu dalam berinteraksi dengan teman-teman.
“Di kelas, kuasa tertinggi itu ada pada guru, maka penting bagi guru memainkan peran di sana, memastikan relasi kuasa antarsiswa tidak terlalu timpang. Manfaatkan pula BK sekolah untuk mendorong kekompakan kelas. Setahu saya juga ada kegiatan sekolah anti-bullying, seperti Roots yang dibuat oleh Unicef, itu bisa dipraktikkan di sekolah,” kata Gerry kepada Kalteng Pos via pesan WhatsApp, Minggu (26/3).
Untuk diketahui, perundungan merupakan tindakan yang berpola, terdapat relasi kuasa, serta berulang. Jika terjadi kekerasan terus-menerus secara fisik maupun psikis, lalu ada pola hubungan relasi kuasa yang timpang dialami oleh seseorang, maka hal itu dapat disebut bullying. Bentuk kuasa atau power ini beragam untuk tiap kasus. Bisa jadi kuasa berhubungan dengan jumlah massa, kekuatan fisik, atau kekuatan finansial.
Terkait diseretnya kasus bullying ini ke ranah hukum, wanita yang menjabat sebagai Wakil Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Kalteng ini mengatakan, anak di bawah usia 12 tahun tidak dapat diadili. Biasanya akan diserahkan kepada orang tua untuk dididik. Tentu dipersilakan kepada pihak keluarga korban jika ingin mengakses informasi hukum yang berlaku.
Terkait kasus ini, Dosen Program Studi (Prodi) Bimbingan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Palangka Raya itu menyebut bahwa langkah terbaik adalah pencegahan. Namun, jika telanjur terjadi, pihak sekolah harus segera menangani. Jangan disepelekan.
“Komunikasi sangat penting antara sekolah dan keluarga, karena ada anak-anak yang menunjukkan perilaku berbeda saat di sekolah dan di rumah. Orang tua dari pihak-pihak yang terlibat harus dipanggil agar ada penguatan, tidak hanya melalui intervensi sekolah, tapi juga penguatan dalam keluarga. Yang harus kita ingat, saat ada persoalan semacam ini, fokuslah pada upaya bagaimana agar anak-anak ini dapat terbangun pada kondisi mentalitas yang lebih baik,” tandasnya. (dan/ce/ala)