PALANGKA RAYA– Sidang kasus pidana korupsi terkait proyek pengadaan kontainer untuk lapak PKL pada Dinas Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Palangka Raya tahun anggaran 2017 kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya.
Agenda sidang yang dipimpin oleh hakim Ketua Majelis Achmad Peten Sili dan dua hakim anggota yakni Irfanul Hakim dan hakim adhoc Muji Kartika Rahayu mendengar keterangan saksi ahli yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati Kalteng. Saksi ahli itu adalah Muliani Sulya Fajarianti.
Muliani sendiri yang diketahui menjabat sebagai Kasubdit Pelaksana dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Wilayah 3 sekaligus Kasubdit Wilayah Daerah Barang Milik Daerah di kantor Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah. Memberikan keterangan melalui daring dari Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.
Tiga orang yang menjadi terdakwa H Akhmad Gazali (rekanan), Yoneli Bungai (kuasa bendahara umum daerah Pemko Palangka Raya) dan Sonata Firdaus Eka Saputra (pejabat PPK) hadir langsung dengan didampingi para penasihat hukumnya masing-masing.
Dalam sidang, Muliani diminta keterangannya terkait tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah serta juga terkait dari isi keterangannya di dalam BAP.
Dalam keterangannya, Muliani mengatakan bahwa pihak yang memiliki kewenangan terkait suatu pencairan anggaran APBD adalah pejabat bendahara keuangan daerah. Ada beberapa dasar hukum yang mengatur. Di antaranya Permendagri 13 tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005.
“Apa saja tugas kuasa pejabat bendahara umum daerah?” tanya Achmad Peten Silli.
Menjawab pertanyaan itu, Muliani menyebutkan isi Permendagri Nomor 13 tahun 2006 terkait Tugas Bendahara Daerah. Tugasnya antara lain menyiapkan anggaran kas, menyiapkan SPD, menerbitkan SP2D , menyimpan seluruh bukti kepemilikan kekayaan daerah, memantau penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank atau lembaga keuangan yang ditunjuk, dan lain-lain.
Muliani kemudian dicecar dengan berbagai pertanyaan terkait keterangannya yang dituangkan di dalam BAP. Di antaranya yang menyebutkan bahwa di dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah, kuasa bendahara umum daerah selaku pihak yang melakukan pembayaran tidak bisa melakukan pengalihan pembayaran ke rekening pihak lain yang bukan merupakan pihak pelaksana dari proyek pengadaan kontener ini.
Di dalam BAP, Muliani menyebutkan bahwa hal tersebut bertentangan dengan ketentuan yang ada peraturan yakni Permendagri Nomor 13 tahun 2006 Pasal 206 ayat 2.
“Bisa saudara sebutkan bagaimana bunyi ketentuan itu, sebab di dalam keterangan saudara di BAP ini tidak dicantumkan isi ketentuan itu,”kata Achmad Peten Silli.
Menjawab pertanyaan tersebut, Muliani mengakui bahwa ketentuan terkait larangan bagi bendahara umum untuk melakukan pengalihan pembayaran ke rekening selain pelaksana proyek yang dimaksud memang tidak spesifik diatur di dalam Pasal 206 Ayat 2 yang dia maksud seperti dalam keterangannya di BAP.
“Memang tidak secara spesifik tapi pada saat itu kita lebih mendalami aturannya,” ujar saksi ahli ini lagi.
Ketua Majelis kemudian menanyakan lagi bahwa di dalam keterangan di poin yang di dalam BAP, Muliani mengatakan bahwa pengalihan pembayaran kepada pihak lain bisa dilakukan bila terjadi kondisi yang yang luar biasa yang diatur dalam perjanjian.
Ketika ditanyakan pendapatnya terkait kasus korupsi ini yang mana dikatakan ketua majelis hakim bahwa dalam kasus ini rekening bank milik pelaksanaan kegiatan proyek kontener tidak bisa diakses lagi (ditutup) sehingga bendahara umum daerah mengalihkan pembayaran ke rekening milik orang lain.
Muliani kemudian mengatakan kondisi situasi di dalam kasus ini tidak jelas. Menurutnya, sebuah kondisi yang luar biasa harus dinyatakan terlebih dahulu oleh pihak pemerintah daerah sebagai pihak yang melakukan pembayaran.
“Kalau tidak ada penjelasan oleh pemda kami tidak tahu itu termasuk atau tidak, jadi harus lebih spesifik,” ujar Muliani seraya menambahkan bahwa yang dimaksud dengan kondisi force majeure di antaranya kondisi bencana alam dan bencana sosial.
Seperti kurang puas dengan keterangan tersebut, Achmad Peten Silli kemudian menjelaskan lagi kepada saksi bahwa di dalam kasus ini, bendahara umum terpaksa melakukan pembayaran karena rekening pembayaran milik pelaksana proyek ditutup oleh pihak bank.
“Pertanyaan saya di dalam kasus ini, rekening bank close by system dan sepertinya rekening itu tidak bisa lagi digunakan karena uang tidak bisa masuk. Itu menurut pendapat ahli kejadian luar biasa atau tidak?” kejar Achmad Peten Sili meminta ketegasan saksi.
Diketahui dalam perkara ini, terdakwa Yoneli Bungai yang merupakan pejabat bendahara umum daerah pemko melakukan pembayaran termin ketiga untuk pembayaran proyek pekerjaan pengadaan kontener tidak ke rekening milik PT Ihyamulik Bengkang Turan selaku pemenang proyek. Melainkan kepada rekening bank milik H Akmad Ghazali. Ini dikarenakan rekening bank milik PT Ihyamulik Bengkang Turan ditutup oleh bank.
Menjawab pertanyaan ketua majelis hakim, saksi mengatakan bahwa untuk mengatasi kejadian ini seharusnya semua pihak yang berkepentingan dengan pembayaran kontrak harus melampirkan surat keterangan yang menjelaskan adanya perubahan kejadian ini (addendum).
“Jadi harus ada surat dulu ya, panjang sekali prosesnya supaya dinyatakan ini sebagai kejadian yang luar biasa,” kata ketua majelis hakim yang mengatakan bahwa keterangan saksi ahli ini tidak jelas.
Ketika ditanyakan oleh anggota majelis hakim, Irfanul Hakim yang menanyakan implikasi terkait pembayaran yang sudah dilakukan bendahara umum daerah terkait proyek ini, Muliani mengatakan bahwa pembayaran oleh bendahara umum kepada pihak ketiga tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum. “Pembayaran itu tidak sah,”ujar Muliani yang menyebutkan bahwa pembayaran tersebut bisa menjadi sebuah kerugian negara.
Keterangan ahli ini sendiri mendapat tanggapan dari salah seorang terdakwa yakni, Sonata Firdaus Eka Putra. Pria yang diketahui merupakan PPK dalam proyek pengadaan kontainer ini mengatakan bahwa dari pengalamannya sebagai PPK di sejumlah proyek pengadaan barang yang pernah dia kerjakan, belum pernah dia menghadapi permasalahan pembayaran seperti kasus ini.
“Ini baru pertama kalinya sepanjang saya menjadi ASN ada permasalahan pembayaran seperti masalah ini,” kata Sonata yang menyampaikan harapannya kepada pihak pimpinan di pusat maupun di daerah untuk membuat aturan yang lebih jelas terkait permasalahan seperti kasus ini.
Untuk diketahui, dalam dakwaan terhadap Akhmad Gazali, disebutkan oleh JPU bahwa terdakwa selaku pihak kontraktor dengan meminjam PT Iyhamulik Bengkang Turan dari direktur perusahaan tersebut Muhamad Sidik mengikuti pelelangan proyek pekerjaan pembangunan pembuatan container lapak PKL Taman Yos Sudarso Ujung tersebut.
Setelah memenangkan pekerjaan Disperkim Kota Palangka Raya tahun anggaran 2017, Ahmad Gazali kemudian mengerjakan pekerjaan proyek pembuatan 50 kontainer dengan nilai total Rp2 milliar. Diketahui kemudian nilai spesifikasi pekerjaan pembuatan kontainer yang dikerjakan oleh terdakwa Akhmad Gazali ini tidak sesuai dengan spesifikasi standar yang harus dikerjakan.
Terdakwa membuat 50 unit kontainer dengan harga masing-masing per unit hanya sebesar Rp29.000.000 dari harga kontrak yang tidak sesuai dengan spesifikasi per unit sebesar Rp63.000.000. Selisih nilai kontrak tersebut tidak dikembalikan oleh terdakwa Akhmad Gazali ke kas negara. Akibat atas pekerjaan yang tidak sesuai dengan sebagaimana diperjanjikan didalam kontrak yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp1.286.127.300.(sja/ram)