SAMPIT, KALTENGONLINE.COM–Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) M Abadi dipanggil pihak kepolisian dari Polres Kotim, Rabu (31/3). Wakil rakyat tersebut dipanggil sebagai saksi tindak pidana penggelapan dana. Akan tetapi yang bersangkutan tidak hadir pada hari pemanggilan itu.
M Abadi dipanggil polisi untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan penggelapan dana oleh Ketua Koperasi Garuda Maju Bersama (GMB), yang saat ini diketahui tengah bersengketa dengan PT Karya Makmur Abadi (KMA) terkait pengadaan lahan plasma. Saat dikonfirmasi Kalteng Pos, Abadi menjelaskan bahwa ketidakhadiran dirinya memenuhi pemanggilan pihak Polres Kotim karena sedang mengikuti kegiatan rapat banmus dan rapim DPRD.
“Saya sudah sampaikan ke penyidik bahwa saya tidak ada niat melawan hukum, perihal pemanggilan itu sudah saya sampaikan juga kepada Ketua DPC PKB, hal itu dimaksudkan supaya tidak menimbulkan polemik internal pengurus partai,” ujarnya saat dibincanggi usai rapat, kemarin.
Perihal pemanggilan dirinya juga sudah ia sampaikan kepada unsur pimpinan DPRD Kotim. Bahkan ia meminta petunjuk terkait permasalahan ini, karena ia tak ingin masalah yang dihadapinya mencoreng nama baik lembaga DPRD Kotim.
“Jika merujuk pada Surat Kapolri Nomor:B/566/1/2017/BARESKRIM tertanggal 31 Januari 2017 perihal prosedur tindakan kepolisian terhadap pejabat negara, maka pemeriksaan terhadap anggota DPRD perlu ada persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri,” tegasnya.
Dalam surat itu tertuang sejumlah arahan bagi kepolisian dalam hal penyidikan terhadap pejabat negara. Terhadap anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota, harus memedomani Surat Menteri Dalam Negeri Nomor:331/9914/0TDA tanggal 14 Desember 2016. Isinya; di dalam ketentuan Pasal 409 huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pada saat UU ini mulai berlaku maka Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai dengan Pasal 412, Pasal 418 sampai dengan Pasa 1421, Pasal 418 sampai dengan Pasal 421 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pengaturan terkait penyidikan bagi anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota tidak lagi dimuat pengaturannya dalam UU tersebut. Dengan demikian, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD tidak perlu lagi mendapatkan persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri untuk anggota DPRD provinsi dan persetujuan tertulis gubernur untuk anggota DPRD kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan penyidikan terhadap anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, kapolda/wakapolda selaku penyidik mengirimkan surat pemberitahuan kepada ketua DPRD provinsi atau ketua DPRD kabupaten/kota dan Badan Kehormatan DPRD Provinsi atau Badan Kehormatan DPRD Kabupaten/Kota.
Penyidik mengirimkan laporan proses penyidikan perkara yang melibatkan anggota DPRD provinsi atau anggota DPRD kabupaten/kota kepada Kabareskrim Polri, tembusan Karowassidik Bareskrim Polri.
“Kemudian pada Pasal 245 UU RI Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga sangat jelas tertera,” bebernya.
Disebutkan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Sedangkan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan harus mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Sementara itu, Kapolres Kotim AKBP Abdoel Harris Jakin melalui Kasatreskrim AKP Zaldy Kurniawan membenarkan adanya pemanggilan oleh pihaknya terhadap salah satu anggota DPRD Kotim untuk bersaksi terkait kasus tindak pidana penggelapan dana.
“Iya betul, kami melayangkan surat panggilan kepada yang bersangkutan, dan pemanggilan sudah sesuai dengan prosesur yang berlaku,” ujarnya.
Menurut AKP Zaldy, pemanggilan penyidikan terhadap seorang anggota DPRD tidak perlu lagi memerlukan izin gubernur. Hal itu sudah sangat jelas tertuang dalam surat Menteri Dalam Negeri dan Kabareskrim. Juga terdapat dalam UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (bah/ce/ala)