DIBANDING usia harapan hidup kita yang rata-ratanya 71,4 tahun (Badan Pusat Statistik tahun 2019), koran Jawa Pos telah melampaui batas umur itu. Java Post, yang kelahirannya dibidani The Chung Shen 72 tahun lalu, kini menjadi satu dari tiga koran era kemerdekaan yang panjang umur, yang lainnya adalah Kedaulatan Rakyat (Jogjakarta) dan harian Waspada (Medan).
Resep umur panjangnya sederhana saja: integritas, independensi, dan gaul terhadap zaman. Meminjam istilah komedian asal Jombang Asmuni, Jawa Pos tetap sehat wal andong.
Sehat dan umur panjang sungguh sesuatu yang ”wow” sekarang ini. Disrupsi akibat digitalisasi di semua bidang, disusul pagebluk ”njebluk” Covid-19, membuat siapa pun bisa tiba-tiba menghilang bahkan untuk selamanya. Begitu banyak sudah koran mendadak pamit untuk tidak lagi terbit. Menutup edisi cetaknya, lalu mengumumkan kepindahannya ke online.
Hidup baru? Ya.
Kesulitan baru? Ya!
Begitulah trennya. Jumlah koran makin sedikit, jumlah media online membeludak. Dalam catatan Dewan Pers, sekarang ini ada tidak kurang dari 43 ribu perusahaan media online di Indonesia yang berebut hidup di antara jutaan penambang medsos.
Kabar menggembirakannya, berdasar rilis AC Nielsen per triwulan satu tahun 2021, readership koran Jawa Pos tumbuh 53 persen dibanding tahun sebelumnya. Dan resep jurnalisme sehat yang kami terapkan pada media online Jawa Pos, yaitu jawapos.com, berhasil membawa koran Jawa Pos versi maya ke peringkat 11 media online versi Alexa, dan urutan 16 website Indonesia, dari 43 ribu perusahaan media online yang ada (data Alexa per 30 Juni 2021).
Akhir Desember tahun ini jawapos.com menargetkan diri masuk ranking 10 besar. Syarat agar tahun depan, 2022, ada dalam kompetisi untuk meraih posisi podium media online Indonesia seperti halnya Jawa Pos edisi cetaknya.
Media online akan terus berkembang, Jawa Pos koran kian bertambah rasa percaya dirinya. Kepercayaan diri yang didapat setelah sepuluh tahun terakhir ditempa gelombang panjang.
Apa itu?
Gelombang opini.
Bahkan, orang-orang koran yang telah lempar handuk dari industri media cetak pun berkesimpulan: koran akan mati, ayo cepat pergi!
Menghadapi gulungan gelombang opini sekaligus ganasnya gelombang Covid-19, sekarang ini, sungguh sangat aduhai beratnya. Ciamik soro, kata orang Surabaya.
Bersyukur, enam bulan terakhir suasananya menjadi berbeda. Imun meningkat. Ya, tumbuhnya readership koran Jawa Pos yang dibarengi melonjaknya jumlah pembaca harian Kompas, juga naiknya pembaca koran legendaris dari Bandung Pikiran Rakyat, versi AC Nielsen di awal tahun 2021 –lanjutan dari tren positif triwulan sebelumnya– adalah sinyal kuat untuk kembali bergairahnya industri surat kabar. Sebab, tumbuh bareng-bareng adalah syarat mutlak bagi sebuah industri untuk hidup dan berkembang.
Sebuah industri akan selalu menyerupai pujasera. Ia tidak akan hidup manakala hanya satu brand atau satu tenant saja yang dikunjungi pembeli. Semakin banyak tenant ramai, semakin hiduplah pujasera.
Tumbuhnya readership Jawa Pos, Kompas, Pikiran Rakyat, dan beberapa brand koran lain tak hanya menjadi harapan baru industri media cetak. Lebih penting dari itu, koran akan terus ada sebagai pemenuhan atas kebutuhan penting hidup bermasyarakat.
Menandai usia kami yang ke-72 tahun, Jawa PosTV akan hadir menjawab tantangan industri televisi digital yang oleh Undang-Undang Cipta Kerja harus sudah berlaku serempak pada 2 November 2022 mendatang. Hari-hari ini hingga tiga bulan ke depan adalah hari sibuk buat newsroom Jawa Pos di gedung Graha Pena Surabaya. Ruang redaksi yang oleh Asosiasi Surat Kabar Dunia (WAN-IFRA) diberi penghargaan sebagai newsroom paling keren itu sekarang dalam perombakan total. Diubah menjadi ruang redaksi multiplatform, rumah berita satu atap bagi Jawa Pos koran, jawapos.com, dan Jawa PosTV untuk bekerja secara sinergis guna memproduksi aneka konten.
Yang paling gres memang kehadiran Jawa PosTV. Menyambut era televisi digital menggantikan era televisi terestrial yang analog switch off (ASO)-nya tidak lama lagi. Akan ada start baru di bidang pertelevisian Indonesia. Zaman baru bidang media yang secara penampakan akan lebih glowing setelah terjadi lompatan teknologi.
Terus, Jawa PosTV akan menjadi TV berita atau TV hiburan?
Jawa PosTV akan menjadi TV Jawa Pos!
Ya, konsep Jawa PosTV adalah ”ke-ayu-an” yang dibentuk dengan daya tarik nilai-nilai etik dan norma. Sikap independen dari pribadi-pribadi berintegritas, fun, antusias, dan respek pada sesama.
Selain tak cukup ongkos buat glowing-glowing-an instan, jujur saja, kami agak kagok untuk bertatap muka dengan Anda semua bila pigmen kulit harus berubah. Sebagai media, kami sealiran dengan Gwyneth Paltrow –aktris ayu yang posternya banyak dipajang di toko obat, bukan di salon kecantikan: beauty is about being comfortable in our own skin….
Penting bagi media untuk terus membangun rasa sayang pada diri yang kita semua miliki. Juga hal-hal arif, tak terkecuali kelokalan di sekeliling kita. Jawa PosTV akan berusaha merepresentasikan keberagaman Indonesia sesungguh-sungguhnya, seperti Jawa Pos koran.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya, 1 Juli kali ini adalah kali kedua kami menutup pintu kunjungan semua sahabat ke ruang redaksi. Doa kami untuk kesehatan kita bersama di tengah pandemi.
Terima kasih yang tak terhingga kepada pembaca setia, mitra, relasi, dan seluruh stakeholder. Dalam situasi apa pun, bersama Anda semua, Jawa Pos akan Selalu Ada Yang Baru! (*)