PALANGKA RAYA-Orang utan, beruang madu, beragam jenis burung, serta tenggiling merupakan satwa liar yang mendiami hutan Kalimantan. Sayangnya, makin gencar perburuan dan maraknya perdagangan ilegal, membuat beberapa jenis satwa dilindungi terancam punah. Salah satunya bisnis gelap penjualan sisik tenggiling yang berhasil diungkap oleh aparat penegak hukum.
Ditreskrimsus Polda Kalteng berhasil membongkar kasus perdagangan sisik tenggiling yang terjadi di Bumi Tambun Bungai. Total ada empat tersangka yang ditangkap dari tempat kejadian perkara (TKP) di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Kotawaringin Barat (Kobar). Keempat tersangka itu merupakan penjual dan pengumpul sisik tenggiling.
Dari tangan para pelaku, polisi juga menyita barang bukti berupa sisik tenggiling yang telah dikeringkan dengan total berat mencapai 22,64 kilogram (kg). Barang bukti ini memiliki nilai jual ratusan juta rupiah. Keberhasilan polisi mengungkap kasus perdagangan gelap sisik tenggiling ini disampaikan Kapolda Kalteng Irjen Pol Dedi Prasetyo melalui Dirkrimsus Polda Kalteng Kombespol Bonny Djianto SIK, dalam press release yang digelar di markas Ditreskrimsus Polda Kalteng, Senin (1/11).
“Dalam kasus ini kami berhasil mengamankan empat tersangka, satu tersangka diamankan pada 7 Agustus, satu tersangka 16 September, dan 2 tersangka lain sama-sama ditangkap pada 27 Oktober, yang satu di Kobar yang satu lagi di Kotim,” ucap Bonny yang saat itu didampingi Kasubdit IV/Tipidter Dirkrimsus Polda Kalteng AKBP Hardinata.
Bonny mengatakan, pelaku pertama yang berhasil diamankan anggota berinisial AS, yang ditangkap pada 7 Agustus 2021 di Jalan Tjilik Riwut Km 26, Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotim, dengan barang bukti 0,3 kg sisik tenggiling kering. Pelaku kedua merupakan pria berinisial K yang ditangkap pada 16 September 2021 di Jalan Pancasila, Madurejo, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kobar, dengan barang bukti sisik tenggiling kering seberat 5,9 kg.
Sedangkan dua tersangka lainnya yang ditangkap anggota Ditkrimsus Polda Kalteng pada 27 Oktober lalu berinisial FS dan B. Tersangka FS diringkus di Jalan Hasanudin, Kelurahan Mendawai, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kobar. Dari tangan FS, petugas menyita barang bukti sisik tenggiling dengan berat mencapai 11,880 kg.
Sedangkan dari tersangka berinisial B yang ditangkap di Jalan A. Yani, Kelurahan Mentawa Baru Hulu, Kecamatan Mentawa, Kabupaten Kotim, petugas menyita 4,5 kg sisik tenggiling.
Bonny menyebut bahwa keberhasilan polisi mengungkap kasus perdagangan sisik tenggiling ini tak lepas dari informasi yang disampaikan masyarakat.
“Kalau dari mereka (tersangka, red), mengaku baru satu kali melakukan perbuatan ini,” ujarnya.
Meski demikian, Bony menduga para tersangka bukanlah pemain baru dalam perdagangan ilegal satwa dilindungi ini. Alasannya, modus operandi para tersangka dalam aksi penjualan sisik tenggiling ini sangat rapi dan hati-hati. Menunjukkan bahwa para tersangka sudah biasa dalam bisnis jual beli sisik tenggiling.
Dari hasil pemeriksaan terhadap para tersangka, diketahui bahwa sisik tenggiling itu diperoleh dari masyarakat yang menemukan tenggiling secara sengaja maupun tidak sengaja. Kemudian satwa langka ini dibunuh untuk diambil sisiknya, lalu dijual ke para pengepul. Harga jual sisik tenggiling bisa mencapai Rp6 juta/kg.
“Jika dihitung dengan harga Rp6 juta per kilogram, maka total harga dari 22 sisik tenggiling ini mencapai Rp168.022,360,” ujar Bonny seraya menambahkan bahwa harga tersebut bisa meningkat sampai empat atau lima kali lipat bila berhasil diekspor ke Singapura dan Tiongkok.
Dikatakannya juga, saat ini sisik tenggiling banyak dicari, karena dipercaya masyarakat bisa digunakan sebagai bahan untuk mencampur obat-obatan. Salah satunya sebagai bahan baku utama pembuatan narkotika jenis sabu-sabu.
Bonny menuturkan, jajaran kepolisian di wilayah hukum Polda Kalteng tak henti-hentinya memberi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait keberadaan satwa dilindungi seperti tenggiling.
“Kami selalu beri edukasi kepada masyarakat melalui babhinkamtibmas untuk memberi perlindungan terhadap satwa dilindungi seperti tenggiling, itu sudah kami lakukan,” kata Bonny menjawab pertanyaan wartawan.
Terhadap para pelaku ini, dikenakan Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat 2 huruf F Undang-Undang (UU) RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. “Mereka teracam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta,” pungkasnya. (sja/ce/ala)