JAKARTA– Kepastian terkait jadwal dan tahapan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 mulai menemukan titik terang. Rapat konsinyering tim kerja bersama (TKB) antara pemerintah, Komisi II DPR RI, dan penyelenggara sudah bersepakat soal sejumlah isu mendasar.
Hari H pemungutan suara pemilu adalah Rabu, 28 Februari 2024. Sedangkan coblosan pilkada disepakati digelar pada Rabu, 27 November 2024.Sementara itu, untuk start tahapan pemilu, rapat konsinyering menyepakati dilaksanakan selama 25 bulan sebelum pemungutan suara. Sehingga akan dimulai pada Maret 2022.
Rencana tersebut lebih pendek daripada usul KPU RI yang mencanangkan 30 bulan. Selain itu, disepakati hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 akan dijadikan dasar pencalonan pilkada.
Perolehan suara dan kursi DPRD di Pileg 2024 menjadi basis penghitungan syarat ambang batas pencalonan. Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengakui adanya kesepakatan rapat TKB pada Kamis malam (3/6) itu.
Namun, dia menyebutkan, kesepakatan itu belum final. ”Sifatnya (masih, Red) sementara,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (4/6).Menurut Pram (sapaan Pramono Ubaid Tanthowi), keputusan resmi akan diambil melalui forum rapat konsultasi (RDP) bersama DPR. ”Saat KPU mengajukan rancangan peraturan KPU tentang tahapan, program, dan jadwal,” ucapnya.
Pram menambahkan, yang dibahas pada rapat terakhir itu baru sebagian kecil isu. Rencananya, dilaksanakan beberapa kali rapat konsinyering untuk membahas hal-hal lainnya.Wakil Ketua Komisi II Luqman Hakim menambahkan, selain membicarakan tahapan, TKB membahas masa jabatan para penyelenggara pemilu.
Perlu diketahui, akhir masa jabatan KPU daerah berbeda-beda bulan dan tahunnya. ”Sebagian menganggap hal itu akan mengganggu pelaksanaan tahapan pemilu,” lanjut politikus PKB tersebut.Untuk sementara, ada dua opsi yang dipikirkan. Yakni antara memperpanjang masa jabatan hingga 2025 atau memajukan proses rekrutmen menjadi 2022.
Sementara itu, peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai pembahasan melalui TKB tidak menguntungkan penyelenggara. ”Penyelenggara terperangkap dengan dibentuknya tim kerja bersama. Seolah-olah semua harus melalui tim kerja,” ujar dia.Sebetulnya, lanjut Hadar, KPU sebagai penyelenggara memiliki kewenangan untuk memutuskan berbagai hal teknis tahapan pemilu.
Otoritas ada pada KPU. Dengan cara kerja seperti sekarang, Hadar menilai kerja penyelenggara akan lambat. Sebagai contoh, TKB yang terbentuk Februari lalu itu menargetkan kerja mereka tuntas pada Mei. Namun faktanya, kerja TKB baru dimulai Mei. Jika hal teknis dibahas secara matang oleh KPU secara mandiri, Hadar yakin prosesnya akan lebih cepat. Tinggal bagaimana KPU meyakinkan ke DPR dan pemerintah atas isu teknis yang telah disiapkan.
”Karena kita kan inginnya cepat. Supaya pelaksanaan bisa betul-betul siap dengan kebutuhannya,” tutur dia. (far/deb/c9/bay/jpg/ala)