Menjadi seorang petani bukanlah profesi rendahan. Suroso bisa membuktikan bahwa menjadi petani itu keren. Omzet yang didapatkan cukup menggiurkan. Pria 43 tahun ini bisa menjadi inspirasi bagi para petani milenial, karena berhasil menyulap lahan gambut menjadi agrowisata. Lokasi perkebunan tersebut dinamai Kebun Buah Larosa.
ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
KEBAKARAN hutan dan lahan (karhutla) di Kalteng masih terus terjadi. Terlebih Kalteng memiliki tanah gambut yang mudah terbakar. Berbagai cara sudah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari pembuatan peraturan hingga penegakan hukum. Namun, pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ini juga harus didukung dengan kepedulian masyarakat.
Suroso salah satunya. Membangun kebun buah dengan mempertimbangkan banyak hal. Kebun buah yang ia kembangkan terletak di Jalan Mahir Mahar Lingkar Luar, Palangka Raya. Lahan seluas delapan hektare itu 100 persen bergambut. Namun bisa disulapnya untuk menghasilkan puluhan varian buah dengan berbagai macam jenis.
Ia mengklaim bahwa tanah gambut bisa dimanfaatkan jika dikelola dengan cara yang benar. Berdasarkan pengalamannya, justru buah kelengkeng yang ditanam di lahan gambut lebih manis buahnya dibandingkan kelengkeng yang ditanam di tanah mineral.
Motivasinya membangun kebun buah ini untuk mengurangi karhutla yang sering terjadi di Kota Palangka Raya, sekaligus mengedukasi dan mengenalkan masyarakat tentang tanamam buah. Ia juga ingin memberi motivasi kepada generasi muda agar mau mengembangkan bisnis buah dan menjadi seorang petani profesional.
“Lahan seluas ini mau dibuat apa? Jika dibiarkan begitu saja tiap tahunnya, akan membebani negara karena karhutla, saya tergerak menanam buah di lahan delapan hektare ini, saat ini memang yang dikelola masih enam hektare dan dua hektare lagi dalam poses pengembangan,” katanya saat diwawancarai di Kebun Buah Larosa, belum lama ini.
Diungkapkannya, sebelum menjadikan lahan ini sebagai kebun buah untuk wisata, terlebih dahulu ia memahami pengelolaan lahan gambut. Awalnya secara autodidak, tapi tidak berhasil. Kemudian ia mencari bimbingan dari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMP). Alhasil ia bisa mengelola lahan gambut untuk pengembangan tanaman buah.
“Memang awalnya ada tantangan untuk mengelola lahan gambut ini, tapi pada akhirnya berhasil, kami melakukan percobaan tanam pada beberapa tanaman dan berhasil,” bebernya kepada Kalteng Pos.
Suroso mulai membangun kebun wisata ini pada 2019 lalu. Dan pada awal 2021 sudah mulai aktif dibuka. Ia tergerak untuk mengembangkan bisnis wisata buah dengan pertimbangan melihat wilayah Kalteng yang sangat luas dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah.
“SDA kita ini melimpah, harusnya Kalteng ini tidak hanya swasemba pangan, tapi juga seluruhnya, bahkan swasembada buah,” ucapnya.
Ia pun ingin agar yang dilakukananya ini memotivasi generasi muda Bumi Tambun Bungai ini agar tergerak untuk bergelut di bidang pertanian. Jangan sampai menganggap petani itu sebagai profesi rendahan atau pekerjaan kelas bawah. “Generasi muda harus mengubah pola pikir, makmurnya sebuah negara itu pangkal tolaknya dari para petani,” tegasnya.
Kini pihaknya sudah bermitra dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Palangka Raya agar kebun buahnya menjadi agrowisata unggulan di Kota Palangka Raya. Melalui agrowisata buah ini pihaknya ingin mengedukasi generasi muda di Kalteng tentang tanaman buah, yang bisa digunakan untuk pembelajaran anak-anak sekolah.
“Konsepnya nanti dari pintu gerbang wisata ini akan disediakan kereta dan anak-anak sekolah akan berkeliling melihat dan mempelajari setiap spot,” beber pria kelahiran 1 Agustus ini.
Banyak varian buah dengan berbagai macam jenis yang ditanam di wisata ini. Mulai dari jambu dengan berbagai jenis, pepaya, markisa, anggur, lemun, jeruk, alpukat, kelengkeng, pisang, dan lainnya. Saat ini memang sedang panen raya buah jambu kristal. Pohon jambu ditanamnya dengan jumlah banyak. Akan terus dipanen setiap hari, karena sudah dilakukan pemetaan penanaman buah jambu.
“Semua buah memang sudah panen, tapi ada yang sesuai musim, sedangkan untuk jambu selalu ada, kami sudah menanam empat ribu pohon jambu, sekitar dua ribu pohon sudah panen,” ucapnya.
Mengingat fasilitas belum memadai, ia membuka kebun wisata buah itu untuk umum tanpa menarik biaya dari pengunjung yang datang. Pengunjung dipersilakan memetik buah sesuai keinginan.
“Boleh petik sendiri, boleh mencicipi di tempat, tidak perlu bayar, memang untuk masuk ke wisata ini sementara ini belum dipungut biaya, pengunjung hanya membayar buah yang ia petik dan yang mau dibawa pulang,” ujar Suroso.
Tapi ada beberapa buah yang harus ada pendampingan saat pemetikan, karena perlakuan memanen buah juga berbeda. Misalnya memanen jambu kristal, tidak perlu memencet buah, hanya dilihat dari warna dan kondisi buah sudah bisa dipanen, atau seperti kelengkeng yang susah dibedakan antara yang mentah dan matang.
“Fasilitas yang kami siapkan ada gazebo, bisa untuk berbagai macam acara, ada karaoke, ada juga kedai yang bisa dipakai pengunjung untuk memasak sendiri di lokasi,” sebutnya.
Wisata buah ini memang dibuka di tengah kondisi pandemi. Justru masyarakat antusias mengonsumsi buah. Namun saat diberlakukan PPKM, pihaknya membuat pembatasan untuk kegiatan-kegiatan keramaian seperti hiburan. “Minat pembeli juga berkurang saat pemerintah menerapkan PPKM,” ujarnya.
Suroso menyebut bahwa ia tak hanya mengelola tanaman buah yang dijadikan wisata, tapi juga mengelola bibit unggulan yang bisa dibeli oleh masyarakat. Awalnya bibit unggulan dipesannya dari Pulau Jawa. Kemudian ia kembangkan. Justru banyak diminati masyarakat lokal.
“Yang datang mengambil bibit itu ada dari Muara Teweh, Sampit, hingga Palangkalan Bun, mereka menilai bahwa kualitas bibit di sini bagus, sehingga tidak perlu lagi mengambil dari Pulau Jawa,” pungkasnya. (*/ce/ala)