PALANGKA RAYA-Persoalaan di PT Mineral Palangka Raya Prima (MPP) menjadi perhatian sejumlah kalangan, termasuk Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng. Para pegiat lingkungan ini mendesak pemerintah untuk mengevaluasi segala perizinan perusahaan yang bergerak pada sektor pertambangan pasir kuarsa itu. Saah satunya evaluasi terkait izin perusahaan dalam mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA).
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas N Hartono menegaskan, kendati pihaknya belum turun langsung ke lokasi perusahaan di Desa Lahei, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, tapi pihaknya meminta pemerintah dan lembaga terkait untuk segera mengambil tindakan tegas.
“Segera evaluasi perizinan mereka (PT MPP, red), baik izin administrasi maupun izin mempekerjakan TKA. Berikan sanksi apabila mereka beroperasi tanpa izin,” kata Dimas kepada Kalteng Pos, Kamis (22/7).
Dimas menegaskan, mesti dilakukan perbaikan tata kelola sumber daya alam (SDA) secepatnya, karena pengelolaan yang diberikan ke investor atau korporasi ternyata berdampak buruk terhadap lingkungan di Kalteng.
“Jadi memang penting dilakukan evaluasi kembali atas izin-izin perusahaan. Evaluasi ini tentu bukan hanya di wilayah Bartim, tapi semua perusahaan yang ada di Kalteng,” tegasnya.
Apabila kondisi seperti ini dibiarkan terus terjadi, tutur Dimas, maka akan berpengaruh besar terhadap keberlajutan sumber daya alam yang ada. Perlu ada sinergi antara pemerintah dengan semua pihak terkait untuk menangani persoalan-persoalan seperti ini. Mesti dibarengi dengan keseriusan.
Sementara itu, Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Palangka Raya memeriksa secara intensif para TKA yang bekerja di PT MPP. Jika terbukti melanggar aturan keimigrasian, belasan pekerja asing di perusahaan tambang pasir kuarsa tersebut terancam dideportasi dari Indonesia.
Kepala Seksi Teknologi Informasi Keimigrasian (Kasi Tikim) Imigrasi Kelas I Non TPI Palangka Raya Rizki Fajar Ernanda menegaskan, apabila nantinya berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan adanya pelanggaran peraturan keimigrasian, maka Kantor Imigrasi Kelas I Palangka Raya akan melakukan deportasi sekaligus pencekalan terhadap para pekerja tersebut untuk masuk kembali ke Indonesia.
“Kasus ini masih dalam pengembangan penyelidikan, apabila terbukti mereka melanggar peraturan, maka akan dideportasi dan dicekal untuk masuk lagi ke Indonesia,” kata Rizki kepada Kalteng Pos di Kantor Imigrasi Kelas I Palangka Raya, Rabu (21/7).
Sedangkan mengenai kecelakaan kerja di PT MPP yang menjadi awal terkuaknya berbagai permasalahan di perusahaan tersebut, saat ini sudah ditangani pihak kepolisian.
Kasus lakakerja yang menewaskan warga lokal bernama Albar dan melukai tiga orang TKA asal Tiongkok itu kini sudah naik dari penyelidikan menjadi penyidikan. Artinya, dalam kasus lakakerja ini akan muncul nama dari pihak perusahaan yang bakal dijadikan tersangka.
“Kasus lakakerja di PT MPP sudah naik ke penyidikan. Saat ini ditangani oleh Satreskrim Polres Kapuas,” ucap Kapolda Kalteng Irjen Pol Dedi Prasetyo melalui Dirreskrimsus Kombes Pol Bonny Djianto kepada awak media, Senin (19/7).
Didampingi Kabidhumas Kombes Pol Kismanto Eko Saputro, Bonny menyebut bahwa para saksi sudah diperiksa. Mulai dari saksi-saksi di lokasi kejadian, penanggung jawab lapangan, hingga pimpinan perusahaan.
“Saksi dari perusahaan bisa jadi tersangka. Siapa? Kita lihat saja hasil pemeriksaan sesuai peran masing-masing saksi yang diperiksa,” bebernya.
Disinggung terkait izin perusahaan, mantan Dirresnarkoba Polda Kalteng itu menyebut sedang didalami pihaknya.
“Tapi kalau terkait urusan legal tidaknya tenaga kerja asing, bukan kewenangan kami menyampaikan, silakan ke pihak Imigrasi,” tutupnya. (nue/ce/ala)