PALANGKA RAYA-Kejahatan siber di Kalimantan Tengah (Kalteng) dikhawatirkan makin tinggi. Kondisi ini mendorong pemerintah daerah bersama stakeholder terkait mengambil langkah antisipasi. Salah satunya dengan membentuk tim tanggap insiden siber yang dinamai KaltengProv-Computer Security Insident Response Team (CSIRT).
Tim ini bertugas melakukan pengawasan keamanan terhadap sistem elektronik pemerintah daerah. Resmi di-launching oleh Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo mewakili Gubernur H Sugianto Sabran. Launching KaltengProv-CSIRT ini dilaksanakan di salah satu hotel di Jalan RTA Milono, Kota Palangka Raya, Jumat (22/10).
Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Wagub H Edy Pratowo mengatakan, kejahatan siber di Kalteng terus bertambah dan makin tinggi jumlahnya. Apabila tidak diambil langka antisipasi, dikhawatirkan akan merugikan pemerintah daerah, terutama dalam upaya pengamanan data dan lainnya.
Pemprov Kalteng mengapresiasi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang telah bertugas sebagai fasilitator pembentukan tim KaltengProv-CSIRT.
Wagub berharap kerja sama dengan BSSN terus terjalin intens, sehingga kualitas sumber daya manusia (SDM) keamanan siber di Provinsi Kalteng dapat ditingkatkan lagi, yang didukung dengan kemajuan teknologi informasi saat ini.
Seiring kemajuan zaman, banyak hal dapat dilakukan dengan mudah dan praktis tanpa perlu menghabiskan banyak waktu. Makin mudah dalam berkomunikasi dan mencari informasi. Banyak pula tersedia layanan-layanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Karena itu kita harus lebih adaptif dalam memanfaatkan perubahan dan perkembangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah pusat terus mendorong percepatan transformasi digital melalui Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, dengan maksud untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui sistem elektronik,” tambahnya.
Berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, lanjutnya, setiap pemerintah daerah diminta untuk melakukan antisipasi, persiapan, dan menyusun perencanaan yang matang untuk transformasi digital.
Dengan diterapkannya sistem pemerintah berbasis elektronik, ada pula sisi gelap yang mengintai. Sehingga menimbukan sebuah tantangan baru, yaitu munculnya ancaman terhadap keamanan sistem elektronik yang dimiliki.
“Ini adalah waktu yang tepat untuk membentuk sebuah tim yang akan bertugas melakukan pengawasan keamanan siber terhadap sistem elektronik yang dimiliki pemerintah daerah. Selain bertugas sebagai pengawas, tim ini juga akan melakukan penanggulangan dan pemulihan, sehingga diharapkan insiden siber yang terjadi tidak akan pernah terulang kembali, atau setidaknya dapat diminimalkan tingkat ancamannya,” harap Edy.
Setelah di-launching tim tingkat provinsi, diharapkan tim serupa segera terbentuk di tingkat kabupaten kota. Untuk itu, perlu persiapan sumber daya manusia yang mumpuni yang bisa mengimbangi kecanggihan teknologi.
“Ini juga sesuai dengan visi dan misi saya bersama Bapak Gubernur H Sugianto Sabran, yakni untuk menjawab tantangan menuju era 4.0. Karena itu, persoalan digitalisasi menjadi perhatian kami,” tuturnya.
Ditambahkanwagub, kemajuan tehnologi sangat berdampak positif terhadap peradaban manusia. Namun pada sisi lain, kemajuan teknologi juga memberi dampak negatif bagi kalangan tidak mampu. Kemajuan teknologi kadang dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk melakukan kejahatan di dunia maya.
Pengumpulan data secara masif melalui berbagai sistem elektronik, kadangkala dijadikan kesempatan bagi pihak tak bertanggung jawab untuk mencuri dan menjualbelikan data, guna mendapatkan keuntungan pribadi, kelompok, lembaga, bahkan negara tertentu.
Hal seperti itu tentunya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Harus ada upaya perlindungan dari segala bentuk kejahatan baru, terkhusus perlindungan terhadap data dan sistem. Karena itulah negara membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang bertugas menangani insiden siber dan sandi.
Sementara itu, Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengatakan, banyak potensi wilayah yang harus bermigrasi ke digitalisasi.
“Makin banyak yang menggunakan digitalisasi akan berbanding lurus dengan kemungkinan kerawanan dan ancaman kejahatan dunia maya. Jika membangun digitalisasi, maka harus membangun juga security-nya, sehingga sumber daya manusia menjadi fokus. Jadi, walaupun sudah dilakukan launching, tapi kami akan tetap melaksanakan pelatihan-pelatihan penting yang dapat membantu meningkatkan kemampuan SDM,” tegasnya.
Program nasional ini akan terus ditingkatkan, di mana pada 2024 mendatang harus sudah membangun 121 CSIRT. “Sebenarnya provinsi juga bisa menerapkannya di tiap kabupaten/kota, dan itu akan dibantu oleh pusat, tapi untuk saat ini diprioritaskan dahulu di tingkat pusat dan provinsi,” pungkasnya. (nue/ce/ala)