SAMPIT-Petani asal Kabupaten Seruyan, M Abdul Fatah, dibebaskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sampit setelah ditersangkakan oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya.
Kini gugatan perdata yang turut diajukan M Abdul Fatah kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya dikabulkan. Dalam amar putusan, majelis hakim PN Sampit yang diketuai Darminto Hutasoit mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan M Abdul Fatah melalui kuasa hukumnya, Rendra Ardiansyah.
Saat dikonfirmasi, Rendra membenarkan terkait putusan tersebut. Ia mengatakan bahwa Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) sebagai dasar legalitas lahan milik kliennya dengan luas 12 hektare di Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan dinyatakan sah dan berharga oleh hakim.
“Adapun SPPT itu terdiri atas tiga SPPT atas nama Abdul Hadi, Basori, Nurlaila, dan Misliati. Sehingga dengan dinyatakan sah SPPT itu, area yang selama ini dianggap sebagai kawasan hutan oleh tergugat terbantahkan,” ujar Rendra.
Ia menyebut, poin penting dalam pertimbangan majelis hakim sehingga mengakui hak ulayat atas kepemilikan area tersebut, karena dari fakta yang terungkap dalam persidangan, lahan itu dikuasai secara turun-temurun selama 20 tahun.
Rendra pun mengaku puas atas putusan tersebut, karena SPPT diakui secara hukum oleh majelis hakim. Sehingga anggapan lahan itu sebagai area hutan bisa ditepis. “Namun, ketika diberi waktu untuk menyatakan sikapnya, tergugat justru menyatakan upaya hukum banding,” tutur Rendra, Selasa (28/9).
“Saat ini kami menunggu memori banding, setelah itu akan mengajukan kontra memori yang mana pada pokoknya tetap mengacu pada putusan pengadilan, jawaban, dan pleidoi dalam perkara itu,” ucap Rendra.
Dalam isi gugatan itu, penggugat mengalami kerugian yakni membeli tanah tersebut sebesar Rp87.650.000, biaya pengelolaan lahan, dan biaya penanaman kepala sawit sebesar Rp100.000.000, sehingga kerugian materiel yang timbul akibat perbuatan tergugat adalah Rp187.650.000
Bahwa kerugian imateriel yang timbul akibat perbuatan tergugat yang melawan hukum sebagaimana Pasal 30 huruf (b) Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan; yang melakukan penangkapan, hingga penahan serta penetapan penggugat sebagai tersangka adalah kerugian moril, dan penderitaan serta pelanggaran hak asasi manusia, bahwa apabila dinominalkan sebesar Rp1.500.000.000.
“Jika kasus gugatan perdata itu terus berlanjut, kami juga memohon kepada ketua Pengadilan Negeri Sampit atau majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, untuk kiranya juga menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5.000.000 per hari yang harus dibayarkan oleh tergugat,” tutupnya. (bah/ce/ala)