Site icon KaltengPos

Generasi Ketiga Penjaga Nada Kecapi Kalimantan Tengah Tetap Bergema

Ari Krisnanda mencoba memainkan musik Kecapi di kediamannya Jalan Markus Paul 1, Palangka Raya, Sabtu (8/3/2025). FITRI SHAFA KAMILA/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Warisan seni dan budaya Dayak Kalimantan Tengah (Kalteng) tidak boleh redup dan pudar sering perkembangan zaman.

Semua pihak harus bergerak dan berperan aktif untuk menjaga dan mewariskannya kepada generasi mendatang. Sehingga nada-nada musik khas Dayak terus bergema dan dinikmati secara turun-temurun.

Seperti diketahui, Kalteng menjadi provinsi terluas di Indonesia yang memiliki beragam etnik dan budaya. Warisan alam, kebudayaan, kesenian tersebar di tiap daerah.

Sebagaimana alat musik tradisional daerah menjadi warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan, salah satunya adalah alat musik Kecapi.

Kecapi merupakan alat musik petik tradisional khas Dayak Kalteng dengan dua dawai (Induk Nada) dan tiga dawai (Anak Nada) agar musik bisa divariasi.

Bentuk dari Kecapi seperti perahu bertutup, bagian dalam kecapi dibuat berlubang untuk wadah resonansi suara ketika dimainkan dan ditutup dengan bagian atas yang dibuat beberapa bolongan.

Pengrajin Kecapi di Kalteng salah satunya yaitu Ari Krisnanda yang juga merupakan seorang seniman. Ia menjadi generasi ketiga menggeluti bidang pembuatan alat musik setelah kakek dan ayahnya. Untuk bahan pembuatan Kecapi ia peroleh dengan mencari secara langsung ke dalam hutan.

“Masuk ke hutan sekitar satu setengah jam untuk mencari kayu Parupuk berdiameter 20-30 sentimenter kemudian dibelah dua itu bisa menghasilkan 2 kecapi,” ucap Ari Krisnandar kepada Kalteng Pos di kediamannya Jalan Markus Paul 1 Blok B Perum Riski Berkah Mandiri, Palangka Raya, Sabtu (8/3/2025).

Kayu Parupuk menjadi bahan utama dari pembuatan kecapi karena ringan, mudah dibentuk ukiran pahatan motif dan memiliki ketahanan kayu yang kuat dibandingkan kayu lain.

Setelah itu dilakukan proses pembentukan badan kecapi, hingga kepala Kecapi yang bisa dibentuk berupa motif atau paruh burung enggang.

Kecapi bisa digunakan jadi musik instrumental dan pengiring untuk ritual adat, upacara atau sebagai hiburan di kalangan suku Dayak Kalteng.

 

 

Motif pada lukisan atau ukiran di kecapi melambangkan endemik dan flora kalteng seperti Burung Tingang, tanaman Bajakah Kalalawit, krawak antang.

 

Begitu pula pada pewarnaan kecapi memakai 5B sebagai warna khas Kalteng yaitu Baputi, Babilem Bahendang, Bahijau, Bahang; artinya, warna putih, hitam, kuning, hijau dan merah.

 

Nada pada kecapi Dayak Kalteng biasanya minor atau dikenal dengan pentatonis. Pria yang dikenal dengan sebutan Ari Sawung ini mengatakan bahwa kecapi justru belum terlalu banyak dikenal masyarakat sebagai alat musik khas Kalteng, justru Sape yang merupakan alat musik khas Kaltim.

 

 

“Padahal kita punya Kecapi khas adat dayak Kalteng yang sudah lama ada. Disayangkan sekali, orang masih sering keliru mengira sape sebagai alat musik khas Kalteng,” tuturnya.

 

Kecapi khas Dayak bertitinada minor, kini juga dimainkan dengan dikolaborasikan dengan alat musik lain seperti gendang, gong, suling dan rebab. Ari Sawung menjelaskan jika pembeli dari kecapi sendiri tentu dari kalangan seniman dan pemusik, kadang kala dipesan oleh sanggar atau sekolah.

 

Ia sangat berharap bukan hanya dirinya, keluarga dan teman seniman Kalteng yang melestarikan budaya dan alat musik sebagai warisan budaya tapi masyarakat turut berperan menjaga. Dukungan dari kalangan pemerintah seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kalteng serta pihak terkait bisa memberikan ruang dan kesempatan agar budaya Kalteng semakin di kenal oleh khalayak luas.

 

 

“Kalteng ini luas sekali tiap daerah punya budayanya tersendiri, saking kayanya kita justru kurang memberikan perhatian terhadap budaya yang melimpah ini,” ungkapnya.

 

Di akhir, Ari kembali menekankan supaya pihak yang memiliki wewenang bisa terlibat dalam pembangunan budaya sebagai aset dari warisan khusus Kalteng. Dengan demikian, ia yakin baik wisatawan maupun pihak lain akan datang mencari tahu dan mengenali kalteng melalui budayanya. Di samping itu, perekonomian masyarakat juga akan berangsur-angsur meningkat.

 

 

Hari musik Nasional yang diperingati setiap 9 Maret menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi semua pihak dalam menjaga alat musik tradisional Kalteng. Pemerintah sendiri sudah menyusun langkah untuk melestarikan warisan seni dan budaya.

 

 

Pamong Budaya Ahli Muda Disbudpar Kalteng Gauri Vidya Dhaneswara menyampaikan bahwa pemerintah sampai dengan tahun 2045 telah memiliki penyusunan pokok pikiran kebudayaan, di dalamnya tertuang langkah untuk melestarikan dan mempertahankan kesenian, tradisi dan budaya di daerah.

 

 

“Terkait pelestarian alat musik tradisional termasuk bagian dari rancangan pokok pikiran kebudayaan, bekerja sama dengan dinas pertanian, kehutanan balai konservasi untuk penyediaan bahan baku alat musik,” ucap Gauri.

 

 

Di samping itu, pemerintah memfasilitasi baik perorangan ataupun komunitas yang berkecimpung di dalam pembuatan alat musik. Dukungan berupa dana hibah dari pemerintah itulah yang menjadi perputaran ekonomi.

 

 

“Pengerajin di Kalteng sendiri kebanyakan juga memiliki sanggar atau komunitas, nah dana itu disalurkan kepada mereka untuk bisa membeli alat musik sebagai wadah bagi sanggar berkembang,” kata Gauri, Minggu (9/3/2025).

 

 

Pemerintah secara tidak langsung memberikan dana kepada pihak yang bersangkutan untuk dikelola, mengenai bahan baku pembuatan alat musik itu sendiri diserahkan kepada pengerajin alat musik karena secara ilmu dan pemahaman soal alat musik lebih menguasai. (*afa/ala)

 

Exit mobile version