Secara perlahan siaran televisi (TV) di Kalteng beralih ke digital. Migrasi dari televisi analog ke digital resmi dimulai hari ini (2/11). Hanya perlu menambahkan perangkat elektronik berupa set top box (STB), masyarakat sudah bisa menikmati siaran televisi dengan kualitas gambar yang lebih bagus dan banyak pilihan saluran.
AKHMAD DANI-IRPAN JURAYZ, Palangka Raya
PERALIHAN televisi analog ke televisi digital sudah di depan mata. Mau tidak mau dan suka tidak suka masyarakat mesti menerima dan mengikuti peralihan itu jika ingin tetap bisa menyaksikan siaran televisi. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistika Provinsi Kalteng Agus Siswadi.
Agus mengatakan, ada empat wilayah di Kalteng yang sudah menjalankan peralihan televisi analog ke digital. Yakni Palangka Raya, Katingan, Kotawaringin Timur, dan Pulang Pisau.
Ia memastikan bahwa ada daerah-daerah yang tidak dapat menggunakan televisi analog dengan lancar lagi setelah ditetapkan peralihan ini. Daerah yang dimaksud adalah yang telah masuk dalam jangkauan televisi digital. Wilayah yang telah terjangkau televisi digital tidak dapat lagi menggunakan televisi analog dengan lancar.
“Daerah-daerah itu yakni Palangka Raya, Katingan, Kotawaringin Timur, dan Pulang Pisau. Sebenarnya tetap bisa menggunakan televisi analog, hanya saja tampilan gambarnya seperti semut, itu karena daerahnya sudah migrasi,” tutur Agus saat diwawancarai Kalteng Pos via telepon, Selasa (1/11).
Dikatakan Agus, berdasarkan data yang diterima pihaknya dari kabupaten/kota, pengguna televisi analog di Kalteng sebanyak 87.265 pengguna.
“Itu secara keseluruhan. Kalau sementara ini data usulan untuk yang empat wilayah yang sudah migrasi tadi, Palangka Raya 10.493 pengguna, Kotim 7.065, Pulang Pisau 1.937, dan Katingan 725, itu data sementara berdasarkan usulan dari kabupaten/kota untuk menerima set top box (STB), artinya usulan penerima STB itu sama dengan pengguna televise analog (di daerah itu),” beber Agus.
Set top box merupakan perangkat elektronik yang berfungsi menangkap siaran dari televisi digital ke televisi analog. Dalam migrasi televisi analog ke digital ini, masyarakat yang sebelumnya sudah menggunakan televisi analog dapat menjadikannya televisi digital dengan menggunakan alat tambahan berupa STB.
Dijelaskan Agus, STB disediakan khusus untuk pengguna-pengguna televisi konvensional seperti televisi tabung, televisi plasma, dan televisi LED. Jadi harus menggunakan STB untuk bisa menangkap sinyal siaran dari televisi digital, sehingga televisi analog dapat difungsikan seperti televisi digital.
“Tinggal alat itu (STB, red), lalu beli antena biasa yang kecil di dalam rumah, bisa juga di luar rumah lebih bagus, bagi masyarakat yang ingin beralih sendiri, kisaran biaya yang dikeluarkan untuk membeli STB adalah Rp350 ribu, total STB dan antena itu sekitar Rp500 ribu-an, maka sudah bisa menikmati siaran televisi digital,” ucapnya.
Agus mengungkapkan, pihaknya memiliki peran dalam mendorong agar masyarakat kelas menengah untuk membeli STB yang harganya berkisar Rp350 ribu. Sementara untuk masyarakat miskin, ada subsidi pembagian STB gratis.
“Untuk rumah tangga miskin, kebetulan di Kalteng itu awal tahun 2023 nanti dapatnya, untuk di Kalimantan ini, Kalimantan Selatan lebih dahulu dapatnya yang pembagian gratis dari Kemenkominfo, seharusnya Kalteng dapat, tapi terpangkas karena anggaran terbatas akibat inflasi dan kenaikan BBM,” bebernya.
Terkait plus minus penggunaan televisi digital ini, Agus mengatakan, dari segi kualitas suara dan gambar, televisi digital 10 kali lipat lebih jernih dibandingkan televisi analog. Dari segi penghematan frekuensi, lanjut Agus, penggunaan televisi analog pada gelombang 8 MHz hanya bisa untuk satu saluran (channel) televisi, sementara pada televisi digital dapat digunakan hingga lima channel.
“Jadi lebih efisien sehingga channel-channel frekuensi lain itu bisa digunakan untuk manfaat-manfaat lain, itu dari sisi negaranya ya untuk menyediakan itu, kalau 8 megahertz itu bisa untuk satu televisi, sekarang 8 MHz itu bisa untuk lima televise, sehingga ada banyak space-space kosong nantinya dalam rangka percepatan era digital ini, sehingga frekuensi-frekuensi itu bisa digunakan untuk hal-hal lain,” jelasnya.
Namun karena dilakukan peralihan secara bertahap, tentu tidak semua langsung bisa beralih ke televisi digital. Kendala itu juga karena kurangnya sisi pemahaman masyarakat terkait perangkat elektronik yang diperlukan untuk beralih ke televisi digital.
“Padahal gampang sekali, cukup dengan beli barang itu, tinggal colok, kemudian pasang antena, sudah bisa menikmasti siaran televisi digital,” ucapnya.
Sementara untuk minus atau negatifnya, karena peralihan dilakukan bertahap, maka untuk saat ini hanya empat wilayah yang dapat melakukan peralihan. Selain itu, percepatan yang dilakukan untuk peralihan ini pun bisa mengganggu pemancar di suatu wilayah.
“Misalnya pemancar di wilayah Kotim, pemancar digitalnya harus betul-betul kuat, sehingga bisa menjangkau sampai ke daerah-daerah pelosok. Kalau misalnya penyelenggara televisi digitalnya itu masih kecil pemancarnya, maka bermasalah juga untuk bisa menjangkau daerah-daerah pelosok. Tetapi rata-rata memang sudah dipersiapkan agar bisa menjangkau daerah-daerah pelosok itu,” terangnya.
Agus mengimbau masyarakat Kalteng, terutama yang berekonomi menengah ke atas, agar sesegera mungkin melakukan peralihan dari televisi analog ke televisi digital.
“Untuk masyarakat menengah ke atas, kalau belum punya smart tv, saya piker tidak terlalu memberatkan untuk beli STB seharga Rp350 ribu disertai antenanya,” ucapnya.
Sementara bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, Agus meminta untuk bersabar menunggu hingga awal tahun 2023 untuk mendapatkan STB gratis dari pemerintah. “Untuk masyarakat menengah ke bawah mohon bersabar ya, menunggu sampai awal tahun 2023 nanti, mudah-mudahan suplai dari Kemenkominfo segera sampai,” ucapnya.
Disebutkan Agus, pada dasarnya program peralihan dari televisi analog ke televisi digital ini mengharapkan kemandirian masyarakat. Namun pemerintah juga membantu melalui program pembagian gratis kepada keluarga miskin. Di samping itu, penyelenggara-penyelenggara peralihan televisi digital dari masing-masing stasiun televisi, juga akan membantu membagikan perangkat elektronik kepada masyarakat dalam rangka peralihan ini.
“Suka tidak suka, kita yang hidup di era digital ini memang harus siap untuk menghadapinya, walaupun setiap revolusi atau perubahan itu tentu ada kekurangan-kekurangan, sambil berjalan kita akan benahi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalteng Ilham Busra menjelaskan, analog switch off (ASO) akan tergantung pada lembaga penyiaran masing-masing. Artinya, tidak semua menerapkan total digital, tapi ada juga yang semidigital. Yang dimaksud semidigital yakni ada sebagian channel atau saluran yang masih bisa tayang pada televisi analog.
“Ada stasiun televisi yang menerapkan digital dan ada yang semidigital, artinya televisi analog masih bisa mengakses chanel yang ada. Contohnya Indosiar, total digitalnya hanya berlaku di wilayah Jabodetabek, sedangkan di luar itu bisa menggunakan pola analog dan pola digital,” tutur Ilham.
Sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab dalam mengawasi lembaga penyiaran, Ilham berpendapat bahwa kebijakan pengalihan dari televisi analog ke televise digital merupakan hal yang positif, sekaligus menjalan amanat Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
“Dengan adanya ASO ini memperingan frekuensi-frekuensi yang ada di Kalteng, dari yang awalnya satu frekuensi hanya bisa digunakan beberapa slot, sekarang satu frekuensi bisa digunakan untuk 12 slot, sehingga jaringan 4G di Kalteng bisa masuk lebih cepat,” tegas Ilham.
Ia juga menambahkan, dengan adanya digitalisasi televisi, masyarakat akan mendapat tiga keuntungan. Yakni kualitas gambar lebih bersih, suara lebih jernih, dan teknologi lebih canggih.
Ia juga menghimbau masyarakat menggunakan STB yang standar. Ada 32 spek yang dirilis oleh Diskominfo.
Menanggapi kebijakaan peralihan siaran televisi ini, Lina selaku pemilik Toko Sinar Jaya Elektronik di Jalan S Parman, Palangka Raya mengaku sudah mengetahui soal kebijakan ASO. Dikatakannya bahwa selama ini banyak konsumen yang membeli STB ketimbang televisi digital.
”Lebih banyak yang beli STB ketimbang TV digital, mungkin karena mereka sudah punya TV di rumah, maka dari itu mereka hanya beli STB karena harganya kisaran 200 ribu, kalau TV kan jutaan,” ucap Lina.
Ia membenarkan bahwa televise digital memiliki kulaitas gambar dan suara lebih jelas dan opsi saluran yang lebih banyak. Sedangkan televisi analog tergantung pada kebijakan pemerintah karena memang menggunakan satelit Palapa yang lama. “Sebelum adanya kebijakan ini, masyarakat yang beli STB sudah ada yang mengeluh karena gambar sudah mulai buram,” jelas Lina.
Hal yang sama disampaikan H Suryani, pemilik toko elektronik di Pasar Besar Palangka Raya. Ia menyebut bahwa belakangan ini lebih banyak yang membeli STB.
“Mereka beli STB karena kualitas hampir sama saja dengan televisi digital, kami juga menggunakan STB, kalau beli televisi kan banyak yang mengaku tidak ada uang,” tegas Haji Suryani. (*/ce/ala)