Site icon KaltengPos

Menghafal Al-Quran tanpa Paksaan, Rahma Bercita-Cita Ingin Menjadi Ustazah

Rahma Fitriani santri di Pondok Pesantren Hidayatul Insan Fii Ta’limiddin, Palangka Raya yang bercita-cita untuk menjadi ustazah agar dapat membantu banyak orang untuk menghafal Al-Qur'an, Rabu (5/3/2025). DHEA UMILATI/KALTENG POS 

Jauh dari rumah bukan menjadi penghalang bagi Rahma Fitriani, diusia yang masih muda sudah mampu menghafal 5 juz Al-quran. Santri asal Katingan itu, kini menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Insan Fii Ta’limiddin, Palangka Raya. 

 

MUTOHAROH, Palangka Raya 

GADIS yang masih berusia 12 tahun yang kini duduk di kelas 6 itu telah menghafal lima juz Al-Qur’an, sebuah pencapaian luar biasa di usianya yang masih muda.

Meskipun harus tinggal di pondok pesantren dan jarang pulang, Rahma mengaku sudah terbiasa dengan lingkungan pondoknya saat ini.

Jika rindu dengan keluarga, ia lebih memilih menelepon orang tua untuk mengobati rasa rindunya.

“Enggak juga (terlalu sering pulang), tapi kalau lagi kangen sama orang tua, ya telepon aja,” ujar Rahma saat ditemui di pondok pesantren.

Menghafal Al-Qur’an bukan perkara mudah, dan Rahma pun merasakan tantangan dalam proses tersebut.

Ia mengakui bahwa ada kalanya menghafal terasa sulit, terutama ketika ia sedangkan asyik bermain bersama teman-temannya.

“Yang bikin susah itu kadang asyik main, jadi suka lupa,” katanya jujur.

Namun, ia juga telah menemukan momen-momen yang membuat hafalan terasa lebih mudah.

Seperti menghafal saat pagi hari, baginya menghafal saat pagi terasa jauh lebih mudah, suasana yang tenang dan damai menjadikannya lebih fokus dalam menghafal ayat-ayat Al-quran

“Paling enak menghafal itu pas pagi, kalau menghafal di pagi hari kayak mudah aja,” ujarnya.

 

Selain menghafal, gadis kelahiran tahun 2012 itu lebih suka mengulang hafalan (murajaah) bersama teman-temannya, atau dilakukan secara berjamaah.

Ayat demi ayat dilantunkan bersama teman-teman sekelasnya. Membuat suasana kelas menjadi lebih menenangkan saat semua melantunkan ayat-ayat Al-quran.

“Kalau murajaah bareng-bareng jadi rame, nggak sendirian, misalnya kita tentukan ayat berapa, halaman berapa, terus kita baca sama-sama,” jelasnya.

 

Saat tiba waktu setoran hafalan, Rahma biasanya berada di urutan pertengahan. Namun, ia juga pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi yang pertama menyetor hafalan.

Baginya setoran hafal pertama terkadang membuatnya gugup akan tetapi terkadang membuatnya lebih tenang karena sudah menuntaskan targetnya dalam menghafal.

“Kadang senang kalau bisa jadi yang pertama setoran,” ujarnya sambil tersenyum.

Bagi Rahma, menghafal Al-Qur’an bukanlah sebuah paksaan dari orang tua, melainkan keinginan yang muncul dari dalam dirinya sendiri.

Bahkan, keputusan untuk masuk ke pondok pesantren pun datang dari dirinya sendiri, setelah melihat sang kakak yang lebih dulu menuntut ilmu di tanah Jawa.

“Masuk sini juga karena kemauan sendiri, bukan karena orang tua, dulu awalnya aku bilang ke orang tua kalau aku mau mondok aja,” kenangnya.

 

Di pondok pesantren, ia juga merasa senang karena ditemani oleh adiknya yang juga menuntut ilmu di tempat yang sama. Dia merasa senang, karena bersama hal yang sulit akan menjadi lebih mudah.

 

Saat ditanya tentang cita-citanya, Rahma mengungkapkan harapannya untuk menjadi seorang ustazah. Ia berkeinginan bisa bermanfaat untuk orang banyak, salah satunya bisa mengajarkan orang lain cara menghafal Al-Qur’an.

 

“Kalau besar nanti pengen jadi ustadz, karena pengen bisa ngajarin orang biar bisa menghafal juga,” katanya penuh semangat.

 

Perjalanan Rahma masih amat panjang untuk mencapai cita-citanya. Meski begitu Ia juga memiliki impian besar untuk menuntaskan hafalannya hingga 30 juz.

Dukungan pun juga datang dari keluarga, meski saat ini berada jauh dari rumah, Rahma mengaku kerap mengaji bersama sang ayah saat sedang pulang ke rumah.

 

“InsyaAllah, pengennya bisa selesai sampai 30 juz,” ujarnya dengan penuh tekad.

 

Rahma Fitriani adalah salah satu contoh inspiratif bagaimana anak muda, di usainya yang masih belum memiliki tekad yang kuat dalam menuntut ilmu agama.

Dengan semangat dan dukungan dari keluarga, impian Rahma untuk menjadi seorang hafizah dan ustazah bukanlah hal yang mustahil. (bersambung/ala)

 

Exit mobile version