Pemerintah Kota Palangka Raya melalui dinas pertanian dan ketahanan pangan membentuk program kelompok wanita tani (KWT) di beberapa titik wilayah ibu kota provinsi ini. Salah satunya KWT Tunas Mekar Putri di Jalan Tjilik Riwut Km 10, Kota Palangka Raya.
ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
HAMPIR tiap sore, sekelompok ibu-ibu berkumpul di sebidang tanah berplang Kelompok Tani Tunas Mekar Putri, Jalan Dunis Tuwan, Jalan Tjilik Riwut Km 10 Kota Palangka Raya. Beberapa kali saya (penulis, red) melewati jalan itu dan melihat keaktifan ibu-ibu yang tengah membersihkan lahan, panen, ataupun sekadar menyiram tanaman.
Kamis sore (9/2), saya singgah di lahan seluas 600 meter persegi (m2) itu. Menyapa ibu-ibu yang tengah menyiram seledri. Beberapa ibu lagi tampak mencabut rumput di sela-sela tanaman bawang merah. Mereka tengah menjalankan rutinitas pengelolaan program pekarangan pangan lestari (P2L). Program yang dicanangkan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Kota Palangka Raya, yang oleh KWT ini sudah dimulai sejak pertengahan 2021 lalu.
Puluhan polybag yang tertanam seledri terlihat begitu cantik. Tumbuh subur. Daun-daunnya begitu hijau dan segar. Begitu pun tanaman bawang merah yang terhampar memanjang pada sepetak tanah. Beberapa polybag yang ditanami cabai rawit mempercantik susunan tumbuhan yang ditata pada rak tanaman milik KWT ini.
Pemandangannya memang tidak secantik sebelum panen beberapa waktu lalu. Biasanya terlihat puluhan labu putih menggelantung tak beraturan di anjang-anjang, tempat tumbuhan itu menjalar. Dalam waktu dekat, KWT ini akan menanam mentimun pada anjang-anjang yang baru saja dibersihkan usai panen labu putih.
“Kami sudah panen beberapa waktu lalu, anjang-ajang itu sebelumnya untuk menjalarnya tanaman labu putih, dalam waktu dekat kami akan menanam timun,” kata Ketua KWT Tunas Mekar Putri Sahidah Ida saat dibincangi Kalteng Pos.
Perempuan yang akrab disapa Ida itu mengatakan, program P2L merupakan upaya pemerintah memberdayakan ibu-ibu rumah tangga untuk memanfaatkan lahan di sekitar rumah. Kebetulan ada sebidang tanah yang tidak dimanfaatkan di Jalan Dunis Tuwan, lalu dijadikan KWT oleh ibu-ibu RT 02, Kelurahan Petuk Katimpun.
“Tujuan program ini untuk membantu pemenuhan kebutuhan ibu rumah tangga, khususnya kebutuhan pangan keluarga, jumlah anggota sekitar 30 orang, diprioritaskan ibu rumah tangga yang tidak bekerja,” ucapnya.
Pada awal pembentukan KWT ini, pemerintah mengucurkan dana Rp55 juta. Dana itu digunakan untuk membangun demplot, pembelian bibit sayuran dan alat-alat pertanian, sekaligus modal kelompok selama lima tahun ke depan.
“Dana itu tidak habis terpakai, masih disimpan oleh bendahara, karena dana itu untuk kebutuhan KWT selama lima tahun ke depan, beberapa waktu lalu kami dapat lagi bantuan Rp15 juta dari pemerintah,” ucap perempuan yang lahir di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat ini.
Saat panen tiba, anggota mendapatkan sayuran untuk kebutuhan pangan di rumah. Sebagian lagu dijual kepada pemasok. Selain mendapatkan sayuran hasil panen, anggota juga mendapatkan uang. Namun uang itu dibagikan tiap enam bulan sekali.
“Hasil panen kami kelola, tiap enam bulan akan ditotal, lalu dibagikan kepada anggota, Sebagian lagi digunakan untuk membeli bibit serta pupuk, meski sudah ada anggaran yang bisa digunakan sampai lima tahun ke depan,” jelasnya.
Artinya, dalam setahun ada dua kali pembagian. Pembagian pertama ditetapkan saat hari raya Idulfitri. Anggota mendapatkan uang dan sembako, hasil pengelolaan panen yang dirupakan menjadi sembako.
“Dengan adanya KWT ini, ibu-ibu rumah tangga yang tergabung menjadi anggota tidak hanya mendapatkan sayur, tetapi juga keuntungan finansial, meski tidak banyak,” ujar perempuan yang lahir 12 Mei 1975.
Melalui KWT ini, lanjut Ida, anggota yang sebelumnya tidak bisa bercocok tanam, kini mulai memahami cara mengolah tanah, menanam, hingga merawat tanaman. Bahkan, setiap anggota diarahkan memanfaatkan pekarangan rumah masing-masing untuk bercocok tanam, minimal menanam di polybag.
“Pada program ini, bibit yang sudah disemai, sebagian memang dirawat di demplot untuk program KWT, sebagian dibagikan ke anggota untuk dirawat, dikelola dan dimanfaatkan oleh anggota, khususnya cabai,” tegas ibu dua anak ini.
Sesuai anjuran dari pihak pemerintah, tanaman yang diprioritaskan untuk ditanam di demplot maupun di rumah anggota adalah cabai. Untuk tanaman lain, bebas. Seperti labu putih, terung, kacang, seledri, bawang, timun, bayam, kangkung, dan lainnya.
“Beberapa waktu lalu kami juga mendapat bantuan 50 kilogram bawang merah, sudah kami semai dan sudah ditanam. Dengan adanya KWT ini cukup membantu, terlebih ketika harga kebutuhan pokok naik beberapa waktu lalu,” tuturnya.
Setiap panen, tambah perempuan berusia 48 tahun ini, hasilnya bervariasi. Tergantung jenis tanaman dan harga di pasar. Pernah saat panen mendapat uang Rp400 hingga Rp500 ribu. Program yang sudah hampir berjalan dua tahun ini cukup berhasil menyatukan ibu-ibu di wilayah ini. Meski dari total 30 orang anggota, ada beberapa yang jarang aktif karena punya kesibukan lain.
“Melalui aktivitas rutin kami, meski tidak setiap hari, tetapi cukup sering dan dapat mengikat tali silaturahmi dan keakraban sesama ibu-ibu,” jawabnya.
Tanaman yang dikelola dilarang menggunakan bahan kimia. Hanya dibolehkan menggunakan pupuk kandang dan menyiramnya dengan air biasa. Pemerintah melalui dinas terkait pun aktif memantau dan memberikan pembinaan.
“Beberapa kali dinas terkait datang dan beberapa kali juga kami diundang mengikuti pelatihan, setiap KWT juga memiliki pembina, sehingga pelaksanaan program ini dapat dikatakan bisa berjalan dengan baik dan betul-betul memberikan manfaat kepada anggota,” ungkapnya.
Salah satu anggota KWT, Eka Ratnawati mengaku program ini sangat bermanfaat baginya dan keluarga. Yang awalnya tidak bisa bercocok tanam, kini sudah mampu. Selain aktif di demplot, ia juga aktif mengelola lahan pekarangan rumahnya yang memang tidak besar, tetapi cukup membantu untuk kebutuhan pangan keluarga.
“Memenuhi memang tidak, tetapi setidaknya dapat membantu. Kalau perlu cabai, seledri, kacang, atau lainnya, tinggal petik saja. Uang yang seharusnya untuk beli cabai bisa digunakan untuk beli yang lain, karena cabai sudah ada di pekarangan rumah,” katanya.
Terpisah, Mualim selaku pembina KWT mengatakan, KWT Tunas Mekar Putri dibentuk karena ada penujukan dari dinas pertanian di wilayah Petuk Ketimpun.
“Kami bentuk KWT ini dengan mendatangi ibu-ibu secara door to door, mendata dan mencari 30 orang ibu untuk ikut bergabung,” singkat dia.
Ia menyebut, KWT Tunas Mekar Putri memanfaatkan tanah atau lahan milik warga yang tidak dikelola, tapi telah mendapatkan izin dari pemilik. Pihaknya menilai semangat anggota menjalankan program cukup tinggi.
“Melalui kegiatan ini dapat menjalin keakraban, yang sebelumnya tidak ada alasan bertemu, kini memiliki alasan bertemu tetangga,” kata penyuluh pertanian di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palangka Raya. (*/ce/ala)