Site icon KaltengPos

Ulama Menggalang Kekuatan di Masjid untuk Melawan Penjajah Belanda

SUDAH BERUMUR: Tiang kayu ulin Masjid Jami Annur di Kelurahan Monttalat II merupakan sumbangan dari seorang pejuang bernama H Muhammad Sidik. FOTO: ROBY CAHYADI/KALTENG POS

Agama Islam sudah lama masuk dan menyebar di wilayah Barito Utara (Batara). Bahkan sejak abad ke-18 sudah ada masjid yang didirikan di perdesaan. Ulama pun ikut berperang melawan penjajah Belanda. Pada Ramadan 1444 H ini, Kalteng Pos akan menapaktilasi syiar Islam dan perjuangan ulama di daerah aliran Sungai Barito.   

MASIH BERDIRI KOKOH: Masjid Jami Annur di Kelurahan Monttalat II masih berdiri kokoh sampai saat ini, Rabu (22/3). FOTO: ROBY CAHYADI/KALTENG POS

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

 

KABUPATEN Batara menyimpan banyak sejarah tersembunyi. Mulai dari Pangeran Antasari yang dimakamkan di Desa Sampirang, Barito Utara, penenggelaman kapal perang Onrust di Sungai Barito, hingga perjuangan para panglima. Kali ini, Kalteng Pos mengulas kisah tersembunyi dari peninggalan pejuang syiar Islam di Batara.

Bermula dari Kampung Santalar, jaraknya sekitar dua jam dari Kota Muara Teweh, ibu kota Kabupaten Batara. Di dalam Sungai Santalar, terdapat Kampung Santalar. Ketika itu datang seorang ulama bernama Ya’far Siddik yang mensyiarkan Islam di tanah Barito. Ya’far adalah seorang ulama dari tanah Jawa. Ia datang bersama pengikutinya.

Di Kampung Santalar, Ya’far Siddik bersama pengikutnya dibantu penduduk Desa Montallat dan sekitarnya membangun masjid berukuran 9 x 9 meter. Material yang digunakan berupa kayu ulin, meranti, dan lainnya. Untuk atapnya sirap terbuat dari kayu ulin.

Selanjutnya masjid tersebut dikelola oleh Syaid Sulaiman dan temannya berbangsa Hindustan yang bernama Rangganiti. Masjid yang mereka kelola ini diberi nama Masjid Jami Nurul Yaqin. Di masjid ini pula Syaid Sulaiman dan Rangganiti menghimpun kekuatan melawan penjajah Belanda, sekaligus tempat mereka mensyiarkan agama Islam.

Seiring bergantinya waktu, makin banyak penduduk asli Desa Montallat yang merupakan suku Dayak Taboyan beragama Hindu Kaharingan beralih memeluk agama Islam, sekaligus ikut berjuang melawan penjajah Belanda.

Kemudian Masjid Jami Nurul Yaqin dibongkar, lalu dibangun lagi di muara Sungai Montallat. Namanya diubah menjadi Masjid Annur Montallat yang kini terletak di RT 01, Kelurahan Montallat II.

Selain sebagai rumah ibadah, masjid ini juga menjadi tempat belajar ilmu agama Islam.

“Masjid ini punya nilai sejarah yang tidak bisa kita lupakan begitu saja, karena masjid ini warisan dari nenek moyang,” terang pengurus Masjid Jami Nurul Yaqin, Mardiansyah, Rabu (22/3/2023).

Pada tahun 1812, Ulama Ya’far Siddik membangun Masjid Nurul Yaqin yang belakangan menjadi cikal bakal Masjid Jami Annur di Jalan Guru Muhidin, RT 01, Kelurahan Montallat II, Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara.

Mardiansyah menuturkan, masjid itu dibangun sekitar awal abad ke-18/M. Menurut penuturan tokoh-tokoh masyarakat serta orang tua di Kelurahan Montallat II, masjid ini punyai sejarah di masa lampau yang hingga kini masih segar dalam ingatan.

“Masjid Jami Annur di Kelurahan Montallat II adalah peninggalan sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda serta cikal bakal syiar agama Islam di Barito Utara dan sekitarnya, sehingga melahirkan tokoh-tokoh pejuang serta tokoh agama Islam masa lalu dan masa sekarang,” ucap pria yang akarab disapa Mardi ini. (bersambung/ce/ala)

Exit mobile version