PALANGKA RAYA-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan status 15 hutan adat (HA) seluas ± 68.326 hektare (ha) di Kabupaten Gunung Mas (Gumas). Dengan adanya penetapan tersebut, kini Gumas tercatat sebagai kabupaten yang memiliki hutan adat terluas se-Indonesia.
15 hutan adat tersebut diserahkan kepada masyarakat hukum adat (MHA) Rungan, MHA Dayak Ngaju Lewu Tehang Manuhing Raya, MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Bahanei, MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Malahoi, MHA Dayak Ot Danum Himba Atang Ambun Liang Bungai, dan MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Hatung.
Selain itu ada MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Kuayan, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Anoi, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Mahuroi, MHA Dayak Ot Danum Lowu Lawang Kanji, MHA Dayak Ot Danum Lowu Karetau Sarian, MHA Dayak Ot Danum Lowu Karetou Rambangun, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Maraya, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Posu, dan MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Marikoi.
“Penetapan 15 hutan adat di Gunung Mas merupakan salah satu capaian positif dalam rangka memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia yang dirayakan tiap tanggal 9 Agustus,” ujar Wakil Menteri LHK Alue Dohong saat penyerahan salinan SK Penetapan Status Hutan Adat di Gumas kepada Bupati Gumas Jaya S Monong, didampingi Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto di Jakarta, Selasa (8/8).
Alue menyampaikan, penetapan hutan adat itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memberi manfaat yang nyata kepada masyarakat saat ini dan kemudian hari.
Masyarakat hukum adat dengan segala dinamikanya saat ini makin mengemuka dalam tata kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia.
“Kearifan lokal dan pengetahuan lokal yang selama ini dijaga, dihayati, dan dijalankan oleh masyarakat hukum adat merupakan penyeimbang dari globalisasi dan modernisasi yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi geografis, budaya, maupun sosial dari suatu wilayah, termasuk masyarakat adat di wilayah Gunung Mas,” imbuhnya.
Dirjen PSKL Bambang Supriyanto mengatakan, berbagai upaya percepatan dalam rangka pengakuan masyarakat hukum adat dan penetapan status hutan adat terus dilakukan.
“Salah satunya melalui kerja sama antara tim terpadu KLHK dengan kementerian dan lembaga terkait, pemprov, pemkab, termasuk civil society organisation (CSO) atau pendamping,” ungkapnya.
Tim terpadu dimaksud bekerja berdasarkan arahan Menteri LHK, Wakil Menteri LHK, dan supervisi dari Direktur Jenderal PSKL.
Hasil kerja tim terpadu tersebut menjadi rekomendasi bagi Bupati Gunung Mas untuk menetapkan 15 SK pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat sebagai dasar Menteri LHK untuk menetapkan status hutan adat dengan luas keseluruhan ± 68.326 ha.
Sementara itu, CEO BNF Indonesia Juliarta Bramansa Ottay mengatakan, pendampingan yang dilakukan BNF Indonesia kepada masyarakat hukum adat Rungan untuk pengusulan menjadi MHA agar mendapatkan penetapan, berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Selain itu, kami juga mengucapkan selamat kepada masyarakat hukum adat Ot Danum Lowu Tumbang Anoi dan lainnya atas ditetapkannya menjadi masayarakat hukum adat. Proficiat juga kepada Pemerintah Kabupaten Gunung Mas dan KLHK yang telah berupaya keras untuk membantu ditetapkannya 15 hutan adat,” ujarnya.
Arta juga sangat antusias karena masyarakat hukum adat di Gumas merupakan yang terbesar di Indonesia. Lebih menarik lagi dengan adanya masyarakat hukum adat Rungan yang merupakan gabungan dari dua desa dan satu kelurahan.
“Tantangan sebenarnya adalah setelah penetapan ini seperti apa pendampingannya, tentunya hutan adat jadi bagian dari pengelolaan kolaborasi jangka panjang, bisa untuk hutan penelitian atau hutan desa,” ungkapnya.
Harapan terbesar dalam pengelolaan hutan adat adalah agar masyarakat mendapatkan manfaat sebagai pengelolanya. Tentunya manfaat yang bersifat jangka panjang untuk masyarakat, mitra, maupun pemerintah. (ram/ce/ala)