Site icon KaltengPos

Ombudsman Kalteng Soroti Kelangkaan Elpiji Subsidi di Palangka Raya

OPERASI PASAR: Pemko Palangka Raya melaksanakan operasi pasar elpiji 3 kg di halaman Masjid Al-Kausar, Jalan Simpei Karuhie, Kelurahan Palangka, Senin (12/6).FOTO : ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

 

 

PALANGKA RAYA-Masalah kelangkaan elpiji bersubsidi atau elpiji tiga kilogram di Palangka Raya mendapat sorotan dari banyak pihak.

Pemerintah daerah (pemda) bersama PT Pertamina selaku perseroan pemerintah yang menangani penjualan gas elpiji bersubsidi, diminta selalu proaktif melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pangkalan dan agen, bahkan pengecer.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalteng, Raden Biroum Bernardianto melihat persoalan elpiji bersubsidi di Kalteng, khususnya Palangka Raya, cenderung berputar pada permasalahan yang sama: kerap mengalami kelangkaan, atau penjualan dengan harga yang tidak sesuai ketentuan atau harga eceran tertinggi (HET).

Menurut Biroum, tiap pemda seharusnya membentuk satuan tugas (satgas) yang intens melakukan sidak, untuk memantau dan menertibkan langsung agen dan pangkalan yang menjual elpiji bersubsidi tidak sesuai ketentuan.

Sesuai dengan regulasi, elpiji subsidi tidak boleh dijual oleh pengecer. Barang bersubsidi itu hanya boleh dijual oleh pangkalan.

“Di dalam satgas harus ada pihak disperindag maupun Pertamina. Satgas harus rutin melakukan pemantauan dan penertiban ke agen dan pangkalan,” kata Biroum kepada Kalteng Pos, Senin (16/9).

Biroum juga menyarankan agar sidak yang dilakukan juga melibatkan aparat penegak hukum. Pelibatan penegak hukum penting dalam proses melakukan pengawasan ke pengecer elpiji tiga kilogram. Langkah tersebut, ujarnya, mesti segera diambil supaya distribusi gas bersubsidi itu memang benar-benar tersalurkan kepada masyarakat yang memang membutuhkan.

“Langkah-langkah tersebut diperlukan agar distribusi gas elpiji tiga kilogram sampai ke tangan yang membutuhkan, yaitu mereka yang terdaftar pada data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS),” pungkasnya.

Terpisah, Ekonom dari Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina mencoba menjawab permasalahan ini dalam kerangka kebijakan secara garis besar.

Menurutnya, masalah kelangkaan elpiji bersubsidi di Palangka Raya harus dilihat dari hulu. Dalam hal ini proses penyediaan hingga distribusi yang dilakukan dari tingkat agen sampai ke tingkat pangkalan, kemudian proses penjualannya kepada pengecer.

“Harus dipastikan sirkulasi distribusi yang aman, harus betul-betul diawasi dan dievaluasi, mulai dari proses penyediaan hingga ke tangan masyarakat,” ujarnya, Senin (16/9). (dan/ce/ala)

Exit mobile version