Site icon KaltengPos

Gairahkan Industri Rotan

PALANGKA RAYA-Potensi rotan Kalteng sangat besar, sayangnya hilirisasi industri pengolahan hasil hutan bukan kayu (HHBK) ini dinilai masih belum optimal. Kondisi ini disinyalir terjadi akibat minimnya jumlah pabrik dan terbatasnya investasi produk jadi berbahan baku rotan, baik oleh investor lokal maupun nasional.

Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki mengingatkan agar pemerintah daerah mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki oleh daerah, dalam hal ini Provinsi Kalteng. Khususnya pada potensi sumber daya alam (SDA) HHBK berupa rotan. Dikatakannya, pulau Kalimantan memiliki keunggulan berupa produksi rotan yang tinggi.

“Di Kalimantan ada 10.000 ton rotan yang diproduksi per bulan. Hari ini baru diserap hanya 1000 ton. Kita harus cari upaya bagaimana pemanfaatan rotan yang potensinya luar biasa ini. Perlu kita hadirkan apakah investor yang ke sini termasuk juga berbagai inovasi produknya,” tutur Teten kepada wartawan usai membuka secara resmi kegiatan Gerakan Nasional (Gernas) BBI dan BBWI di Gedung Pertemuan Umum (GPU) Tambun Bungai, Palangka Raya, Jumat (14/7) lalu.

Pria yang sudah menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UMKM RI sejak tahun 2019 tersebut mengatakan, setiap daerah harus memiliki program hilirisasi berbasis keunggulan produk lokal. Berdasarkan kondisi di Kalteng, lanjut Teten, hilirisasi rotan perlu dioptimalkan. Rotan harus menjadi produk jadi agar dapat berkontribusi maksimal bagi pendapatan daerah.

“Yang menyerap hasil produksi rotan di Kalteng saat ini adalah industri furniture di pulau Jawa, seperti Cirebon, Jawa Tengah, sama Jawa Timur, namun hanya terserap 1.000 ton. Ini harus kita lakukan berbagai terobosan agar masyarakat di Kalteng bisa tetap memelihara rotan, agar mereka tidak merambah hutan,” jelasnya.

Dalam menyelesaikan persoalan ini, upaya ekspor rotan ke luar negeri pun dapat menjadi salah satu opsi. Menurut Teten, kondisi rotan di pasar domestik hanya mampu diserap 1.000 ton, padahal rata-rata per bulan kapasitas produksi di daerah setempat yakni 10.000 ton. Jika kebijakan ekspor realisasi, pihaknya menitikberatkan agar barang yang diekspor bukan berupa barang mentah, namun barang jadi.

“Mungkin Pak Wagub perlu bertemu dengan Pak Presiden dulu untuk membicarakan kebijakan ini. Ekspor ke luar negeri pun mungkin bukan berupa barang mentah, tapi barang jadi. Karena salah satu tas paling mahal itu justru terbuat dari rotan,” jelasnya.

Menurut Teten, melimpahnya produksi rotan domestik diharapkan dapat dioptimalkan oleh pemerintah setempat dengan mengolahnya menjadi produk hilir guna menggairahkan perekonomian daerah dan nasional.

“Potensi rotan perlu dioptimalkan agar ekonomi lokal bergairah, sebab rotan memiliki potensi yang besar dan bisa membantu kesejahteraan masyarakat setempat tanpa harus merambah hutan,” ujarnya.

Selain itu, Teten juga menyarankan kepada pemerintah daerah agar mengoptimalkan inovasi berbagai produk berbahan baku rotan.

“Tetapi upaya tersebut memerlukan adanya investasi baru dan desainer-desainer produk yang dapat menciptakan berbagai macam barang jadi hasil bahan baku rotan,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo menambahkan, daerah Pulau Kalimantan, dalam hal ini Kalteng dan Kalsel, didorong agar melakukan hilirisasi produk rotan, baik berupa barang setengah jadi maupun barang jadi.

“Hilirisasi bisa kami bangun untuk mengolah produk setengah jadinya. Terkait dengan bertemu Pak Presiden, nanti Pak Menteri (MENKOPUKM, red) bisa memfasilitasi, tapi nanti kami bicarakan lebih dulu dengan Pak Gubernur,” tandasnya.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kalteng, Aster Bonawaty mengungkapkan, upaya hilirisasi produk rotan di Kalteng saat ini masih terganjal dengan terbatasnya jumlah pabrik pengolahan produk hilirisasi, terutama pada daerah-daerah penghasil rotan terbesar di Kalteng. Aster mengatakan, daerah-daerah di Kalteng dengan potensi produksi rotan tinggi adalah Sampit, Katingan, Kapuas, Barito Selatan, Barito Timur, dan Barito Utara.

“Ada sih pabrik-pabrik rotan di Sampit, Kasongan, dan Muara Teweh, beberapa di antaranya adalah furnitur, tapi lebih banyak ke kerajinan. Kami harus mengembangkan lebih lanjut dengan mengundang banyak investor produk jadi, terutama untuk membuka pabrik hilirisasi rotan, karena memang di Kalteng pabriknya masih sedikit,” beber Aster kepada Kalteng Pos, Minggu (16/7).

Dikatakan Aster, produk-produk hilirisasi rotan di Kalteng yang perlu dioptimalkan di Kalteng itu adalah barang-barang furnitur seperti meja, kursi, lemari, barang-barang kerajinan, maupun barang-barang jadi lainnya yang berbahan baku rotan.

“Kendala lain terkait hilirisasi rotan di Kalteng juga disebabkan oleh belum banyak pelaku usaha yang mau berinvestasi di industri hilir. Jumlah pabrik yang sedikit, misal di Kasongan cuma dua pabrik, di Palangka Raya IKM yang memproduksi rotan produk jadi juga hanya dua,” ucapnya.

Aster menyebut jumlah pelaku usaha IKM yang mengolah produk berbahan baku rotan di Palangka Raya saat ini baru dua unit usaha. Itu pun perorangan. “Badan usaha sudah didirikan, cuman jadi kendala kalau yang memesan banyak, sementara tenaga kerjanya kurang, namun kami masih berupaya memberikan berbagai pelatihan untuk menyiapkan tenaga kerja terampil,” tambahnya.

Aster mengatakan, dari enam daerah dengan potensi rotan tinggi di Kalteng, beberapa di antaranya menjadi langganan menjual barang-barang berbahan baku rotan ke Pulau Jawa, seperti Katingan, Sampit, dan Barito Selatan. Sebagai langkah konkret ke depan, pihaknya akan mengundang investor produk jadi berbahan baku rotan agar berinvestasi di Kalteng.

“Upaya ini harus dilakukan guna menjaga agar rotan tetap eksis. Karena rotan ini dihasilkan dari pohon kayu, kalau ditebang menjadi areal lain hilanglah rotan. Tetapi rotan bisa dibudidayakan, tinggal nanti rotan apa yang dibudidayakan dan di mana,” tandasnya. (dan/ala)

Exit mobile version